Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Period Poverty: Malapetaka Bagi Perempuan India

21 Januari 2024   18:07 Diperbarui: 21 Januari 2024   18:08 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, kemiskinan ekstrem yang melanda India menyebabkan ketidakmampuan perempuan dalam memenuhi kebutuhan higienitas menstruasinya. Pada tahun 2021, World Bank mengklasifikasikan masyarakat global ke dalam tiga kelompok kemiskinan berdasarkan penghasilan harian tiap orang, yaitu (1) Berpenghasilan rendah (penghasilan per  hari kurang dari USD 2.15), (2) Berpenghasilan menengah (penghasilan per  hari kurang dari USD 3.65 sampai USD 6.85), dan (3) Berpenghasilan tinggi (penghasilan per hari lebih dari USD 6.85).  

Kelompok individu dengan penghasilan harian kurang dari USD 2.15 dikategorikan dalam kemiskinan ekstrem. Dari penjelasan tersebut, hampir setengah dari jumlah keseluruhan penduduk India merupakan individu berpenghasilan menengah ke bawah. Parahnya, terdapat sekitar 12% atau 169 juta penduduk India yang masuk ke dalam kelompok kemiskinan ekstrem. Lebih parahnya lagi, angka tersebut menjadikan India sebagai negara dengan poverty rate tertinggi di Asia Selatan.

Di sisi lain, merujuk pada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kemiskinan ekstrem didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelangkaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, seperti makanan, fasilitas sanitasi, kesehatan, dan pendidikan. Di India, kemiskinan ekstrem menekan keinginan dan kemampuan perempuan dalam pemenuhan akses terhadap produk menstrual. Hal ini terjadi karena adanya ketidakmampuan perempuan dalam memenuhi kebutuhan akan produk menstrual akibat dari rendahnya pendapatan. Keadaan tersebut memaksa perempuan di India untuk menggunakan barang substitusi produk menstrual, seperti kain lama, koran, daun kering, bahkan abu hingga pasir sekam, yang jelas tidak higienis dan dapat membahayakan kesehatan reproduksi perempuan (Garg et al., 2015).

Ketiga, kurangnya akses perempuan terhadap edukasi mengenai higienitas menstruasi di India. United Nations Children's Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pada tahun 2019, tujuh dari sepuluh remaja perempuan India belum teredukasi tentang menstruasi hingga mereka mengalami menstruasi pertamanya. Selain itu, terdapat ritual Tulonia Biya yang dilakukan untuk merayakan hari pertama menstruasi bagi seorang perempuan. 

Dalam ritual tersebut, perempuan diisolasi selama satu minggu penuh dalam suatu ruangan tertutup dan dilarang melakukan kegiatan apa pun untuk kemudian dinikahkan dengan pohon pisang di akhir ritual. Masa menstruasi menjadi malapetaka bagi mereka karena kewajiban untuk mengikuti ritual-ritual tersebut pada masa-masa awal menstruasi yang sulit. 

Menurut Dasra (2019), terdapat 23 juta perempuan di India yang putus sekolah tiap tahunnya akibat menstruasi. Sejatinya, kesehatan, pendidikan, dan integritas anak perempuan bergantung pada kebersihan menstruasi yang baik. Oleh karena itu, edukasi mengenai higienitas menstruasi yang dimulai sejak awal masa remaja akan meningkatkan praktik-praktik yang aman dan meringankan penderitaan jutaan perempuan.

Implikasi terhadap kesehatan

Kebiasaan higienitas yang buruk selama menstruasi telah mengakibatkan berbagai implikasi negatif terhadap kesehatan wanita. Higienitas menstruasi yang tidak layak berpotensi menimbulkan konsekuensi kesehatan, seperti peningkatan risiko infeksi saluran reproduksi dan saluran kemih (Sivakami et al, 2018). Dalam kasus lain, sebuah studi menunjukkan bahwa menstrual hygiene management (MHM) yang buruk dapat menyebabkan perempuan merasa stres dan malu sehingga mengarah pada pelanggaran kesehatan dasar masyarakat dan hak asasi manusia (Babbar et al., 2023).

Implikasi terhadap ekonomi

Gambar 1.2. Vicious Cycle of Period Poverty Sumber: Ilustrasi Penulis
Gambar 1.2. Vicious Cycle of Period Poverty Sumber: Ilustrasi Penulis

Melalui kacamata ekonomi, period poverty merupakan suatu doom loop. Perempuan yang tidak memiliki MHM yang memadai akan mengalami ketidaknyamanan, rasa sakit, infeksi, dan stigma selama menstruasi. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja, belajar, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Menurut sebuah studi oleh Niine, sebuah organisasi sosial yang menyediakan pembalut murah, sekitar 23 juta anak perempuan putus sekolah setiap tahunnya karena kurangnya fasilitas MHM yang memadai (Rossouw et al, 2021). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun