Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Childfree: Stepping Up Women's Freedom of Choice Against a Falling Economy

3 November 2021   18:00 Diperbarui: 3 November 2021   19:56 1120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Brini (2020) berpendapat bahwa rendahnya tingkat kesuburan (akibat tren childfree) di masyarakat ialah hasil dari perubahan nilai yang semakin menekankan sekularisasi, otonomi individu, dan realisasi diri. Dalam berbagai analisis yang dilakukan, salah satunya oleh Tanturri dan Mencarini (2008) diketahui bahwa hasrat akan kemandirian dan kebebasan kerap menjadi landasan dari keputusan childfree bagi perempuan. Selain itu, fenomena childfree diketahui lebih lumrah di kalangan perempuan dengan tingkat pendidikan tinggi sebab mereka diketahui cenderung less traditional. Selain itu, bagi sebagian orang yang memilih pilihan tidak memiliki anak secara sukarela, menjadi childfree, ialah bentuk pencegahan atas kerugian yang ditimbulkan dari kos langsung atau direct cost dan tidak langsung atau opportunity cost dari membesarkan anak, baik berupa kos secara moneter maupun kos berupa waktu, yang mengurangi peluang karir dan pendapatan terutama bagi perempuan (Joshi, 1990).

 

Menurut Mienttinen dkk (2015) terdapat beberapa faktor lain yang turut berpartisipasi pada keputusan seseorang untuk menjadi childfree. Pertama, keberadaan partner. Pada mulanya keputusan childfree lebih mungkin dibuat oleh perempuan yang tidak menikah, sedangkan perempuan yang menikah berpeluang lebih kecil untuk tidak memiliki anak. Namun, hubungan antara keberadaan pasangan (pernikahan) dengan kepemilikan anak semakin melemah seiring keberadaan "kumpul kebo" atau kohabitasi semakin umum di masyarakat. Kedua, penundaan dalam menjadi orang tua. Penundaan kepemilikan anak pertama dalam sebuah hubungan dapat menyebabkan tidak hanya tingkat kesuburan yang lebih rendah secara general, tetapi juga pada keputusan untuk tidak memiliki anak secara sukarela. Ketiga, risiko perpisahan. Walaupun belum ada studi yang secara langsung menunjukan relasi antara risiko perpisahan dengan keputusan tidak memiliki anak, kecenderungan keputusan childfree dibuat oleh pasangan kohabitasi yang lebih rentan mengalami perpisahan. Hal ini secara tidak langsung menyatakan semakin rentan suatu hubungan maka semakin mungkin keputusan childfree dibuat. Keempat, status sosial dan kekayaan material. Sifat hubungan antara kekayaan dengan keputusan childfree berbeda di lingkungan dengan keterbatasan sumber daya dan lingkungan dengan sumber daya melimpah menunjukan bahwa masyarakat menilai anak secara berbeda. Bagi masyarakat miskin, ketersediaan kekayaan dan sumber daya akan berkorelasi positif dengan jumlah anak, sedangkan korelasi negatif muncul di masyarakat dengan sumber daya melimpah. Selain itu, seiring majunya pembangunan ekonomi suatu negara, masyarakat perlahan-lahan tidak melihat anak sebagai keuntungan ekonomi, seperti yang terjadi di negara berkembang, tetapi sebagai manfaat psikologis yang timbul dari kepemilikan anak. Kelima, posisi sosial perempuan. Peran perempuan yang lebih banyak berkaitan dengan proses pengurusan anak menyebabkan posisi perempuan sangat krusial dalam pembuatan keputusan mengenai kepemilikan anak. Peningkatan independensi perempuan secara ekonomi dan tingkat pendidikan turut meningkatkan peran gender dan ekspektasi bagi perempuan, alhasil perubahan ekspektasi di kalangan perempuan akan mempengaruhi keputusannya mengenai kesuburan. Keenam, individualisasi dan nilai liberalisme. Di masyarakat yang toleran dan liberal, perempuan dan laki-laki dapat memutuskan keputusan mengenai parenthood berdasarkan preferensi mereka. Keputusan untuk membesarkan anak akan lebih dipengaruhi oleh keputusan pribadi daripada institusi sosial dan pernikahan (van de Kaa, 2007). Studi yang dilakukan juga menemukan bukti terdapat peran dari perubahan nilai dalam peningkatan rate of childfree. Nilai kekeluargaan dianggap lebih penting bagi orang yang memiliki anak daripada bagi mereka yang childfree. Namun, perbedaan nilai menghilang saat membandingkan antara orang yang memiliki anak dengan mereka yang secara temporer menjadi childfree (Keizer 2010).

Economic Well-being Between Childfree Couples and Parents

Beban biaya membesarkan anak dimulai sejak kehadiran anak itu sendiri, baik secara adopsi maupun biologis. U.S. Department of Agriculture merincikan daftar biaya anak dalam laporan keluarga, Expenditure on Children tahun 2015. Di Amerika Serikat, biaya melahirkan anak dengan asuransi tenaga kerja adalah rata-rata sebesar $4.500. Biaya tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan keluarga tanpa asuransi, yaitu berkisar antara $30.000 - $50.000. Perbedaan biaya sekitar 10 kali lipat tersebut mendorong pasangan untuk memiliki perencanaan keuangan dan asuransi, yang berimplikasi pada penambahan beban biaya rutin. Biaya mengadopsi anak setara dengan pengeluaran tanpa asuransi, yaitu sekitar $43.000. Akan tetapi, proses administrasi dan seleksi yang panjang belum dihitung ke dalam angka tersebut. 

Sejak bayi sampai anak keluar dari rumah orang tua, maka orang tua harus menanggung seluruh biaya kehidupannya. Salah satu beban terbesar adalah biaya rumah, yang mengambil proporsi 29% dari keseluruhan total biaya tahunan $12.980 untuk membesarkan anak. Biaya lainnya yang memperbesar beban membesarkan anak adalah biaya makanan, dengan rata-rata tahunan sebesar $2.794. Biaya-biaya lainnya adalah transportasi, pendidikan, dan lain-lain. Di samping biaya langsung terhadap anak itu sendiri, terdapat perbedaan pola pendapatan dan kekayaan yang dialami oleh pasangan childless dan bukan. 

Household Economics and Decisionmaking Survey yang dilakukan oleh the Federal Reserve pada tahun 2014 menemukan keluarga dengan anak akan mengalami kesulitan pembiayaan keluarga relatif lebih berat dibandingkan dengan keluarga yang tidak memiliki anak. 

Grafik 1. Perbandingan kesulitan finansial di antara orang tua dan pasangan tanpa anak./ https://www.urban.org/
Grafik 1. Perbandingan kesulitan finansial di antara orang tua dan pasangan tanpa anak./ https://www.urban.org/

Sebanyak 38% keluarga yang memiliki anak mendapati kesulitan dalam bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedikit lebih tinggi dibandingkan 33% keluarga tanpa anak. Perbedaan tidak signifikan juga terdapat pada dua aspek lainnya, yaitu; 1) kesulitan dalam mencari pekerjaan, penurunan pendapatan, darurat kesehatan, perceraian, atau kehilangan rumah selama setahun terakhir, dan 2) total pengeluaran rumah tangga melebihi pendapatan dalam satu tahun terakhir. 

Tidak hanya biaya yang tinggi dan kesulitan pembiayaan keluarga, pasangan yang memiliki anak memiliki kecenderungan untuk berpenghasilan lebih rendah daripada pasangan tanpa anak. Terdapat kontribusi kesenjangan upah disebabkan oleh kesenjangan gender, akan tetapi ukuran kesenjangan semakin melebar ketika pria dan wanita menikah serta memiliki anak, dan berada pada usia mengurus anak pada masa awal pertumbuhan. Berdasarkan data dari Bureau of Labor Statistics pada pendapatan wanita pada tahun 2012, secara umum, kelompok wanita yang memiliki memiliki anak memiliki proporsi pendapatan paling rendah terhadap pendapatan pria di antara karakteristik berikut. 

Grafik 1.1 Women's median weekly earnings as a percentage of men's selected characteristics, 2012
Grafik 1.1 Women's median weekly earnings as a percentage of men's selected characteristics, 2012
HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun