Berdasarkan analisis teori ekonomi diatas, dapat diketahui bahwa terdapat kekeliruan fokus tujuan necessary dan sufficient condition dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi.Â
Alih-alih berfokus pada aspek sumber daya alam, modal, dan tenaga kerja, sebaiknya pemerintah berfokus pada upaya peningkatan investasi, human capital, dan inovasi. Hal ini diperlukan agar pertumbuhan ekonomi yang kuat dapat menghindarkan Indonesia dari masalah Middle Income Trap.
Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, Todaro (2014, 123) berpendapat bahwa perubahan sosial, kelembagaan, dan sikap mungkin harus terjadi. Aspek kelembagaan atau sektor pemerintah sangat berperan untuk mendorong kreativitas dan inovasi masyarakat. Korupsi sektor swasta, illicit enrichment, dan trading of influence merupakan beberapa contoh masalah kelembagaan di Indonesia yang mendesak untuk diselesaikan (Pradiptyo, 2020).
Faktor kelembagaan yang lemah dapat menyebabkan hadirnya Natural Resource-Curse Hypothesis, sebuah paradox yang dialami oleh negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah tetapi tidak mendapat dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi (Chen, 2019). Natural Resource-Curse Hypothesis rentan dimiliki oleh negara-negara berkembang karena mudah sekali untuk memiliki ketergantungan pada sumber daya alam dan memiliki kelembagaan yang korupsi.
Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Terdapat banyak sumber daya alam yang diperdagangkan serta investasi yang masuk. Akan tetapi, adanya RUU Cipta Kerja justru mempermudah investasi dan kemudahan dalam melakukan perizinan khususnya sektor sumber daya alam. Demikian ketika kemudahan perizinan diberikan, investor asing yang melakukan investasi cenderung bukan investor yang baik, dalam artian investor yang bukan berasal dari negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).Â
Dengan ini Pradiptyo (2020) menyebutkan akan sia-sia ketika ketiga sektor tersebut digencarkan tetapi tidak diperbaiki sufficient condition-nya atau kelembagaannya terlebih dahulu seperti halnya yang dilakukan oleh Australia, Malaysia, dan Chile. Ketika kelembagaan tidak didahulukan dan mendahulukan omnibus law disahkan, yang terjadi adalah Indonesia hanya akan terus melanggengkan dalam Natural Resource-Curse Hypothesis.Â
Rencana pengadaan data tunggal atau database UMK-M merupakan salah satu masalah aspek kelembagaan di Indonesia. Sederhananya, bagaimana dapat mendata seluruh UMK-M seluruh Indonesia bila data kependudukan yang lengkap saja tidak punya?Â
Seperti halnya yang disebut single identity number yang mencakup data kependudukan tiap individu baik dari data keluarga, pendapatan, perusahaan, kesehatan, kejahatan, dan sebagainya saja belum dimiliki. Hal-hal tersebut merupakan aspek-aspek yang harus dibenahi terlebih dahulu agar tujuan akhir dapat tercapai.
Beberapa pihak mungkin bertanya-tanya apakah aspek kelembagaan tidak disinggung dalam Naskah Akademik RUU Cipta Lapangan Kerja? Nyatanya Naskah Akademik sedikit menyinggung mengenai aspek kelembagaan. Terdapat pertanyaan yang menarik mengenai aspek kelembagaan sebagai berikut:
Apakah governance berpengaruh terhadap inovasi di tingkatan negara atau perusahaan? Bagaimana governance dan struktur pasar berinteraksi dan berpengaruh terhadap inovasi? Apakah struktur pasar dan dimensi governance melengkapi atau berpengaruh terhadap inovasi? Jika good governance menumbuhkan inovasi, bagaimana inovasi mempengaruhi reformasi kebijakan (policy reform) bertujuan untuk meningkatkan governance? Jika regulasi berpengaruh terhadap inovasi, bagaimana investasi dalam bidang inovasi berpengaruh terhadap regulatory outcomes?