Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Membangun Industri Hulu

2 September 2019   16:15 Diperbarui: 4 September 2019   17:46 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata kunci dari industri manufaktur adalah menciptakan nilai tambah dari mengelola barang mentah menjadi barang setengah jadi dan barang siap konsumsi. 

Hal ini yang menjelaskan bahwa industri manufaktur terdiri atas industri hulu dan industri hilir. Industri hulu menyediakan produk yang akan diselesaikan menjadi produk siap konsumsi oleh industri hilir. 

Oleh karena itu, industri hulu juga memegang peran yang tidak kalah penting dalam penciptaan nilai tambah, kuncinya adalah dengan efisiensi dan sikronisasi.

Indonesia sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang tinggi memiliki keunggulan dari sisi ketersediaan bahan baku. Namun industri hilir di Indonesia masih bergantung pada impor produk-produk bahan baku. 

Artinya perlu ada upaya untuk membangun industri hulu agar dapat mengoptimalkan penciptaan nilai tambah di dalam negeri. Sebagai contoh, industri makanan dan minuman yang merupakan penyumbang terbesar dari produk manufaktur masih banyak bergantung pada impor produk bahan baku dan bahan pelengkap. 

Kebutuhan gula rafinasi bagi industri masih sangat dominan impor, yaitu sebesar 80% dari total kebutuhan. Hal ini karena, industri gula dalam negeri belum mampu memproduksi dalam kapasitas besar dan harga serta kualitas juga masih kalah dari gula impor. 

Selain gula, kebutuhan plastik juga masih bergantung pada impor sebesar 60% dari kebutuhan industri. Industri makanan dan minuman berkontribusi sebesar 36% dari produk manufaktur non-migas dan berkontribusi sebesar 6.09% pada Produk Domestik Bruto pada 2018.

Cerita yang sedikit berbeda datang dari industri hulu tekstil. Secara kualitas dan harga produk bahan baku tekstil domestik sangat ketat bersaing dengan produk bahan baku dari China. Kinerja industri hulu dan serat benang turun karena  naiknya impor akibat kebijakan Permendag No. 64 Tahun 2017. 

Dalam kebijakan tersebut pedagang pemegang izin angka pengenal importir umum dibolehkan mengimpor kain, benang, dan serat, dan boleh diperjualbelikan. Namun di sisi lain Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 115/PMK.010/2019 mengenakan bea masuk anti dumping atas impor benang jenis spin drawn yarn (SDY) asal China. 

Kebijakan ini mungkin dapat melindungi industri hulu secara temporer, tetapi dengan naiknya harga SDY biaya produksi kain akan semakin mahal. Implikasinya adalah perusahaan konveksi akan lebih memilih untuk mengimpor kain dari China, apalagi ketika bea masuk impor kain adalah nol persen atau bebas bea masuk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun