Pengungsi di daerah yang sedang mengalami bencana alam serta perang seperti Suriah dan Yaman banyak melakukan perkawinan anak karena mereka takut apabila tidak dapat bertahan hidup.
Menurut United Nations Population Fund (2017), kemiskinan yang terjadi di Bangladesh disebabkan oleh kondisi lingkungan yang didominasi oleh adanya erosi sungai. Terdapat sekitar 2400 pengungsi perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun di Bekaa Barat, Lebanon. Sementara itu, di tengah konflik, persentase perkawinan anak di negara Yaman naik dari 50% menjadi 65% (Girls Not Brides, 2017).
Beberapa tradisi atau budaya menyebabkan pihak keluarga harus membayar mahar. Apabila tradisi daerah tersebut mengharuskan perempuan membayar mahar, maka perkawinan dini menjadi alternatif karena mahar yang dibayarkan murah. Apabila tradisi daerah tersebut mengharuskan laki-laki membayar mahar, perkawinan dini membuat pihak keluarga dari perempuan yang dinikahkan mendapat mahar besar.
Di negara Yordania pada tahun 2014, mahar yang dapat diperoleh keluarga adalah antara 2.000 sampai 10.000 dinar Yordania atau senilai 2.800 dolar AS hingga  14.000 dolar AS.
Terlebih lagi, terdapat pengantara antara keluarga yang ingin menikahkan anaknya dengan orang dewasa yang ingin menikah. Di Yordania, pengantara tersebut dapat memperoleh untung sebesar 1.000 dinar Yordania setiap kali menikahkan seseorang (BBC, 2014)
Menurut Tertlit (2001), model persamaan anak perempuan yang diinginkan oleh laki-laki dewasa muda adalahÂ
Mt adalah jumlah laki-laki dewasa muda pada periode waktu t
n(hat) adalah jumlah istri
n adalah jumlah anak perempuan yang akan dinikahkanÂ
Apa dampak perkawinan anak?
Fenomena perkawinan anak tentunya secara langsung berdampak pada "korban" dan "pelaku" perkawinan anak itu sendiri. Anak atau remaja terpengaruh secara masif.