Oleh: Zahra Putri, Ilmu Ekonomi 2017, Kepala Departemen Kajian dan Penelitian 2019.
"You may delay, but time will not." -- Benjamin Franklin
 Dalam menjalani kegiatan sehari-hari, menunda pekerjaan atau procrastination seringkali dilakukan oleh berbagai kalangan. Sebagai mahasiswa tentunya kita sudah tidak asing dengan kebiasaan menunda. Misal, saat menulis Quickie ini, penulis mungkin baru menulis ketika mendekati tenggat waktu. Bahkan, saat Anda membaca Quickie ini, apakah ada kewajiban yang sedang Anda kesampingkan? Jika tidak, bagus. Tapi kalau iya, setidaknya tulisan ini bisa memberi informasi mengapa seringkali kita menunda dalam melakukan aktivitas.
Analisis mengenai motif individu dalam mengulur pekerjaan atau procrastination dapat ditelaah dari berbagai disiplin ilmu. Dalam kaitannya dengan ilmu ekonomi, analisis procrastination juga memiliki banyak aplikasi, misalnya pada keputusan untuk menabung, aspek akademik, tingkat kejahatan, dan kecanduan narkoba (Akerlof, 1991). Â Kali ini, tulisan ini akan membahas motif ekonomi yang melatarbelakangi procrastination khususnya dalam bidang akademik.Â
Mengapa procrastination saja harus dibahas melalui analisis ekonomi? Dalam kaitannya dengan hal ini, Akerlof (1991) menyatakan bahwa procrastination merupakan sebuah penyakit yang menyebabkan individu berperilaku tidak rasional. Oleh karena itu, analisis ekonomi diperlukan untuk menjelaskan ketidakrasionalan dibalik procrastination.
Procrastinating, lumrah?
Semb et al. (1979) dalam studinya berjudul "Student withdrawals and delayed work patterns in self-paced psychology courses" menemukan tingkat kecenderungan mahasiswa untuk procrastinate semakin tinggi seiring dengan semakin lama mahasiswa tersebut kuliah: mahasiswa lama lebih sering menunda daripada mahasiswa baru. Selanjutnya, Laura J. Solomon dan Esther D. Rothblum meneliti sebanyak 342 mahasiswa di University of Vermont untuk mengetahui frekuensi penundaan yang biasa dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 46% responden menyatakan bahwa mereka selalu menunda pengerjaan tugas, 27.6% menunda belajar untuk ujian, dan 30.1% menunda untuk membaca ulang materi kuliah. Jika dijumlahkan seluruh persentase frekuensi penundaan maka dapat diketahui bahwa akumulasi persentase adalah 103.7%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 3.7% dari responden yang menunda pada dua hingga tiga aktivitas akademik.
Procrastination memiliki berbagai dampak terhadap performa akademik mahasiswa. Tuckman (1998) menemukan bahwa semakin tinggi tingkat procrastination individu diasosiasikan dengan nilai indeks prestasi kumulatif yang lebih rendah. Selanjutnya, Lisa M. Zarick dan Robert Stonebraker meneliti dampak dari procrastination terhadap tiga aspek akademik mahasiswa: kualitas tugas, waktu pengumpulan tugas, dan nilai ujian. Dari 200 mahasiswa di berbagai universitas yang diteliti, 42% responden menyatakan bahwa setidaknya procrastination memiliki dampak yang negatif pada satu atau dua aspek akademik. Hanya satu responden yang mengklaim bahwa procrastination sama sekali tidak mempengaruhi aspek akademik.Â
Mengapa Masih Menunda?
Dari pembahasan sebelumnya, dapat disepakati bersama bahwa procrastination memiliki efek yang negatif terhadap aspek akademik. Tetapi, terlepas dari efek negatif yang ditimbulkan, procrastination masih kerap dilakukan oleh mahasiswa. Lalu, mengapa kita masih menunda? Jika ditelaah dari aspek psikologis, mengulur-ulur waktu disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah rasa cemas, malas, dan terlalu perfeksionis ketika mengerjakan tugas (Solomon et al., 1984). Selain beberapa hal tersebut, Steel (2007) mengidentifikasi bahwa tingkat kesukaan juga berperan penting dalam keputusan untuk menunda. Intuisinya sederhana saja: semakin individu tidak menyukai tugas yang harus dilakukan maka semakin enggan individu untuk mengerjakan tugas tersebut.
Namun, jika ditelisik melalui motif ekonomi maka procrastination bisa dijelaskan melalui satu konsep yaitu present-biased preferences. Present bias terjadi ketika individu menaruh bobot nilai yang lebih tinggi pada manfaat yang akan diterima sekarang daripada manfaat yang diterima nanti. Padahal, manfaat yang akan diterima individu bernilai sama. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya individu memiliki tendensi untuk bersenang-senang dahulu dan bersakit-sakit kemudian daripada bersakit-sakit dahulu dan bersenang-senang kemudian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu lebih suka menerima manfaat sekarang lalu menunda untuk mengeluarkan biaya hingga nanti (O'Donoghue et al., 1999).
Akerlof (1991) mengatakan bahwa present-biased preferences disebabkan oleh informasi yang tidak sempurna. Hal ini membuat individu menaruh bobot yang tidak proporsional pada aktivitas yang memiliki informasi lebih jelas dibandingkan yang kurang jelas. Oleh karena itu, individu biasa menaruh beban yang lebih berat untuk mengerjakan tugas saat ini karena biaya yang harus dikeluarkan sudah pasti daripada menunda untuk mengerjakan kewajiban tersebut. Lagi-lagi dikarenakan biaya yang harus dikorbankan individu belum pasti jika menunda: bisa lebih kecil daripada sekarang atau bahkan lebih besar.Â
Rasionalkah?
Akerlof (1991) memodelkan penundaan pengerjaan tugas untuk mengukur biaya yang ditimbulkan dalam menunda. Misal, terdapat dua individu yaitu A dan B. Individu A mengerjakan tugas tanpa mengulur-ulur waktu sedangkan B mengerjakan tugas ketika mendekati tenggat waktu. Individu A ketika mengerjakan tugas diasumsikan membutuhkan Th dimana Th adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut sehingga
Di sisi lain, individu B membutuhkan durasi yang sama dengan A dalam mengerjakan tugas, yaitu Th . Dengan demikian, model total utility cost B adalah sebagai berikut:
Seburuk itu kah procrastinating?
Terlepas dari keirasionalannya, procrastinate juga memiliki berbagai manfaat. Schraw et al. (2007) menemukan individu yang menyelesaikan tugas setelah procrastinate adalah individu yang kreatif dan efisien karena bekerja dibawah tekanan tenggat waktu. Selanjutnya, individu juga merasa dapat menemukan ide yang lebih banyak dibawah tekanan waktu. Kemudian, Chun Chu et al. (2005) menyatakan bahwa individu yang kerap memundurkan pengerjaan tugas juga dapat berperilaku lebih efektif dan fleksibel karena tidak membatasi diri dari berbagai rencana yang telah ditetapkan.
Kesimpulan
Dari perspektif ekonomi, procrastination memang dianggap irasional. Hal ini berlandaskan pada model ekonomi yang menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan individu ketika menunda lebih besar daripada yang tidak menunda. Tetapi, model ekonomi dalam menggambarkan biaya yang timbul dari procrastination tentunya masih jauh dari sempurna. Hal ini dikarenakan masih banyak motif-motif lain yang tidak bisa diukur dalam model ekonomi, misalnya motif psikologis.Â
Meskipun demikian, terlepas dari ketidaksempurnaan model ekonomi dalam menggambarkan procrastination, procrastination sendiri memiliki efek yang positif dan juga negatif terhadap individu. Oleh karena itu, akan lebih baik jika kita mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan untuk menunda. Apakah manfaat yang diterima lebih besar atau malah biaya yang dikeluarkan lebih besar?
Referensi
- Akerlof, G. A. (1991). Procrastination and obedience. The American Economic Review, 81(2), 1-19.
- Chun Chu, A. H., & Choi, J. N. (2005). Rethinking procrastination: Positive effects of" active" procrastination behavior on attitudes and performance. The Journal of social psychology, 145(3), 245-264.
- Fischer, C. (2001). Read this paper later: Procrastination with time-consistent preferences. Journal of Economic Behavior & Organization, 46(3), 249-269.
- Schraw, G., Wadkins, T., & Olafson, L. (2007). Doing the things we do: A grounded theory of academic procrastination. Journal of Educational psychology, 99(1), 12.
- Semb, G., Glick, D. M., & Spencer, R. E. (1979). Student withdrawals and delayed work patterns in self-paced psychology courses. Teaching of Psychology, 6, 23-25.
- Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (1984). Academic procrastination: Frequency and cognitive-behavioral correlates. Journal of counseling psychology, 31(4), 503.
- Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychological bulletin, 133(1), 65.
- O'Donoghue, T., & Rabin, M. (1999). Doing it now or later. American Economic Review, 89(1), 103-124.
- Tuckman, B. W. (1998). Using tests as an incentive to motivate procrastinators to study. The Journal of Experimental Education, 66(2), 141-147.
- Zarick, L. M., & Stonebraker, R. (2009). I'll do it Tomorrow: The Logic of Procrastination. College Teaching, 57(4), 211-215.
Untuk kritik dan saran: himiespa.dp@gmail.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H