Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengorbanan Ekonomi di Balik Sebuah Perang

28 Desember 2018   14:10 Diperbarui: 28 Desember 2018   22:44 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Muhammad Faisal Abda'oe (Ilmu Ekonomi 2016) 

Perang merupakan suatu keadaan konflik bersenjata antara dua negara atau lebih (Oxford, 2018). Kondisi ini identik dengan karakteristik kekerasan yang ekstrim, agresi, kehancuran, dan kematian. Perang biasa terjadi ketika suatu konflik tidak dapat diselesaikan dengan jalur damai. Dahulu kala, perang biasa terjadi sebagai simbol kekuasaan suatu peradaban (Keeley, 1997). Dalam perspektif ekonomi, perang merupakan sesuatu yang kompleks. Perang sendiri dapat dimodelkan dalam bentuk Game Theory (Kimbrough et al., 2017; Leonard, 2010) yang menggambarkan hasrat suatu negara untuk menguasai sumber perekonomian, namun dengan pengorbanan yang tidak murah (Fischer, 2008; Coupe & Obrizan, 2016).


Conway (2010) mengatakan bahwa perang sudah sejak lama ada, bahkan jauh sebelum ribuan masehi. Dalam tulisan ini, penulis ingin memfokuskan penulisan pada perang-perang besar yang terjadi, serta dianggap memakan jumlah korban dan biaya yang sangat besar, khususnya perang yang terjadi pada abad ke-20. Tulisan ini akan berfokus pada perang dengan sedikit memberikan gambaran terhadap perang secara umum yang kemudian akan difokuskan dalam kemasan perspektif ekonomi.

Jumlah Korban yang Terjadi pada Perang-Perang Besar Abad Ke-20

Sumber penulis
Sumber penulis
Perang dan Kekuasaan
Perang merupakan salah satu sarana penyebaran keagamaan. Semboyan Gold, Glory, Gospel menjadi landasan dalam ekspedisi wilayah yang bertujuan untuk menerapkan paham imperialisme. Menurut Goeree et al. (2002), negara memiliki keinginan untuk merasakan kemenangan perang. Adanya euforia dan glorifikasi atas kemenangan perang merupakan motivasi yang sempat populer. Menangnya suatu negara dalam perang menunjukkan eksistensi dan kekuasaan mereka terhadap negara yang kalah perang. Superioritas akan orang-orang yang tertindas merupakan sesuatu yang dimaklumi pada masa itu. Mereka yang berkuasa ialah mereka yang memiliki kekuatan.

Perang dan Kemakmuran Ekonomi
Dalam perspektif ekonomi, perang memiliki peranan yang cukup penting. Sebagaimana sudah dibahas sebelumnya, imperialisme juga dilandasi oleh semangat Gold, yakni semangat untuk mencari pasokan emas. Kala itu, banyak negara yang menerapkan paham Merkantilisme, yakni paham yang mengakui kekayaan dan kemakmuran suatu negara yang diukur dengan kepemilikan suatu negara terhadap logam mulia. Hal ini yang turut memelopori berbagai ekspedisi untuk mencari pasokan emas (Spiegel, 1991). Banyak ahli sejarah yang menyatakan bahwa Merkantilisme merupakan paham yang menyebabkan terjadinya kolonialisme dan imperialisme.


Dalam perspektif ekonomi yang lain, perang juga merupakan suatu kegiatan untuk memonopoli dan mempertahankan sumber daya suatu negara. Hal ini dibuktikan oleh ekspedisi ke daratan Asia yang awalnya diinisiasi akibat tertutupnya sumber daya (perdagangan) oleh Turki Usmani. Akibatnya, peradaban eropa kekurangan sumber daya rempah-rempah yang pada saat itu sedang menghadapi kondisi musim dingin. Pasokan sumber daya rempah-rempah merupakan sesuatu yang sangat penting pada saat itu. Banyak tokoh-tokoh ekspedisi yang memutuskan untuk mencari surga rempah-rempah yang banyak ditemukan di daratan Asia (Spiegel, 1991). Untuk menguasai pasokan tersebut, mereka memutuskan untuk melakukan penjajahan guna melanggengkan dan mengamankan pasokan rempah-rempah. Dengan terjajahnya daerah tersebut, mau tidak mau para terjajah akan menyetor hasil pertanian mereka.

Leonard (2010) memprakarsai model Game Theory tentang perang yang diturunkan oleh Von Neumman dan Morgenstern. Ia melibatkan dua pihak atau lebih yang diasumsikan kedua pihak tersebut memilih untuk melakukan perang ketika private-payoff menang perang lebih besar daripada ketika tidak perang. Hal ini dapat diaplikasikan pada kondisi konflik perdagangan, sumber daya, serta kekuasaan politik. Terlepas dari segala dampak dan tujuan ekonomi yang ditimbulkan perang, terdapat satu permasalahan utama yang menjadikan momok terbesar bagi negara dalam keberlangsungan perang, yaitu mahalnya biaya yang ditimbulkan.

Biaya Perang
Perang membutuhkan biaya guna mencukupi kebutuhan sumber daya manusia maupun peralatan perang. Biaya tersebut merupakan pengeluaran pemerintah yang bersumber dari pendapatan pemerintah, yaitu peningkatan pajak, pengurangan pengeluaran pemerintah yang lain, dan melakukan pinjaman. Ketika terjadi perang, pemerintah mengubah fokus perekonomiannya untuk tertuju pada sektor militer (Aftergood, 2018).

Pengeluaran Jerman Ketika Sebelum dan Sesudah Perang Dunia 1

Sumber: Zielinski (2018)
Sumber: Zielinski (2018)
Peningkatan pajak akan menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Jika perang terjadi secara berkepanjangan, hal tersebut akan menyebabkan stagnansi pada perekonomian sehingga kebijakan tersebut tidak dipilih banyak negara. Pengurangan pengeluaran pemerintah yang lain merupakan opsi yang memungkinkan, namun hal tersebut menyebabkan opportunity cost yang seharusnya pengeluaran tersebut bisa digunakan untuk sektor-sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, serta infrastruktur (Aftergood, 2018). Dengan banyaknya program pemerintah yang dialihkan kepada pengeluaran perang, hal ini menyebabkan banyaknya fasilitas-fasilitas masyarakat yang dikorbankan. Hal tersebut merupakan salah satu dari berbagai faktor yang menyebabkan melemahnya pertumbuhan perekonomian pasca perang.

Kondisi Perekonomian Amerika Serikat Ketika Terjadi Perang

Sumber: Zielinski (2018)
Sumber: Zielinski (2018)
Pinjaman merupakan opsi yang banyak diterapkan pada abad ke-20. Pinjaman ini menyebabkan defisit anggaran dan menyebabkan peningkatan utang nasional dan indikator makroekonomi lainnya, salah satunya, tingkat suku bunga domestik. Hal tersebut akan berimplikasi pada peningkatan pajak di masa depan. Peningkatan pajak ini tentunya tidak berdampak bagus. Banyak hal yang menyebabkan perekonomian menjadi tidak produktif akibat kondisi pasca perang namun dihadapkan dengan kondisi peningkatan pajak yang diterapkan oleh pemerintah. Kondisi tersebut akan menyebabkan perlambatan yang sangat buruk bagi perekonomian suatu negara, seperti negara Inggris dan Perancis.

Ketika situasi mulai tak terkendali, pemerintah seringkali acuh dan terus mencetak uang guna menarik tenaga perang. Hal ini tentunya akan menyebabkan inflasi yang sangat parah. Kondisi ini pernah dialami oleh Hungaria dan Austria tahun 1946 dan Jerman pada 1920. Pencetakan uang ini menyebabkan inflasi, namun dampak hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat yang merupakan tenaga kerja perang. Hal tersebut menjadikan ketimpangan menjadi lebih dominan (Zielinski, 2018).

Pembiayaan Perang Amerika Serikat

Sumber: Zielinski (2018)
Sumber: Zielinski (2018)
Dari sisi tenaga kerja, pemerintah juga harus menyiapkan tunjangan dan jaminan keamanan untuk para veteran perang. Dengan begitu, negara tidak hanya membiayai pengeluaran sumber daya manusia militer saat terjadi perang saja, melainkan juga setelah perang usai. Hal tersebut akan menjadi lebih buruk jika veteran perang tersebut tidak memenuhi kriteria SDM produktif pasca perang. Akibatnnya, veteran perang tersebut hanya menjadi beban yang harus ditanggung oleh bangsa karena tidak menciptakan nilai tambah pagi perekonomian.

Perang pastinya memakan korban, baik yang meninggal maupun tidak prospek sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) yang layak, korban-korban tersebut tidak jarang merupakan kepala keluarga. Jatuhnya korban-korban perang akan menyebabkan keluarga korban perang ini kehilangan sumber mata pencaharian mereka (80% korban perang jatuh miskin) dan hal ini akan menyebabkan penurunan populasi pekerja produktif serta pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). 

Perang tentunya akan menyebabkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur. Padahal hal tersebut merupakan hal yang mahal dalam kunci pembangunan ekonomi. Baik dari sisi biaya maupun dampaknya bagi perekonomian, kerusakan infrastruktur dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Dalam aspek ekonomi, negara yang menjadi medan perang saat perang dunia terkena dampak lebih parah daripada negara yang tidak menjadi medan perang. Hal ini juga berdampak pada pengangguran yang disebabkan menurunnya permintaan tenaga kerja.

Dampak Perang
Dalam beberapa aspek, perang memberikan dampak yang sangat buruk. Namun, ada beberapa dampak yang dapat dikatakan sebagai dampak positif pasca terjadinya suatu perang. Pertama, perang menyebabkan munculnya solidaritas para negara jajahan atau korban perang. Hal ini yang bisa dilihat dari adanya konferensi Asia-Afrika yang merupakan negara-negara yang sebelumnya terjajah. Adanya kesamaan nasib buruk yang diakibatkan oleh penjajahan, negara-negara tersebut melakukan inisiasi yang merupakan bentuk penolakan terhadap penjajahan. Kedua, setelah negara-negara mengalami betapa merugikannya perang, bermunculan pakta-pakta yang merupakan respon untuk mencegah terjadinya perang di kemudian hari.
Ketiga, perkembangan di bidang teknologi dan militer. Dampak ini merupakan dampak yang paling signifikan hingga saat ini. Adanya internet yang merupakan salah satu alat yang awalnya hanya digunakan oleh militer juga merupakan salah satu dampak positif yang hingga saat ini melekat dengan kehidupan kita. 

Secara ekonomi, perang sendiri memiliki banyak dampak. Pertama, tentunya perang meningkatkan kesenjangan diantara negara yang menang perang dengan yang kalah perang. Sejak perang dunia pertama, pihak yang menang perang selalu mendapatkan keuntungan dengan mengeksploitasi negara yang kalah perang. Sepintas, hal tersebut tidaklah salah. Namun, Keynes (Spiegel, 1997) mengecam keras tindakan tersebut. Dengan membenarkan tindakan tersebut, hanya akan menyebabkan negara yang kalah perang semakin tertindas. Keynes mengutuk keras tindakan pemberian sanksi kepada negara yang kalah perang. Bagi Keynes, negara yang kalah perang sudah hancur baik secara mental maupun fisik. Pemberian sanksi-sanksi hanya akan menyebabkan mereka semakin hancur. Kedua, mengingat mahalnya biaya pengorbanan negara ketika terjadi perang. Hal ini menjadikan perang sebagai kondisi yang dapat memperlambat perekonomian baik bagi negara yang menang maupun kalah perang. Maka dari itu, secara ekonomis perang tidak benar-benar menguntungkan. Ketiga, perang juga memberikan dampak positif seperti membuka komunikasi jalur perdagangan internasional. Dengan mengingat adanya ekspedisi pencarian daratan penghasil rempah-rempah di Asia, hal ini berdampak pada membuka jalur-jalur komunikasi perdagangan baru.

Perang dan Penindasan Kemanusiaan
Terlepas dari berbagai keuntungan-keuntungan yang diberikan oleh perang, perlu diingat bahwa perang merupakan sesuatu yang memberikan kerusakan baik secara moral maupun fisik suatu negara. Perang menyebabkan memberikan bencana yang merugikan semua pihak yang terlibat. Ketika terjadi perang, harga dari sebuah nyawa bagaikan sebuah debu yang tidak begitu berarti. Segala kegiatan perekonomian menjadi terhambat dikarenakan aktivitas perang. Belum lagi jika kita menengok bagaimana kondisi-kondisi korban perang. Untuk itu, diperlukan upaya pemahaman bersama agar perang tidak terjadi di kemudian hari.

Untuk kritik dan saran: himiespa.dp@gmail.com

Referensi
Aftergood, S. (2018). The Cost of War: Obstacles to Public Understanding. Watson Institute: International & Public Affairs.
Conway W. Henderson (9 February 2010). Understanding International Law. John Wiley & Sons. pp. 212.
Coupe, T., & Obrizan, M. (2016). The impact of war on happiness: The case of Ukraine. Journal of Economic Behavior & Organization, 132, 228--242.
Fischer, D. M. (2008). Economics of War and Peace, Overview. Encyclopedia of Violence, Peace, & Conflict, 660--672.
Goeree, J.K., Holt, C.A., Palfrey, T.R., 2002. Quantal response equilibrium and overbidding in private-value auctions. J. Econ. Theory 104 (1), 247--272.
Keeley, L. (1997). War Before Civilization: The Myth of the Peaceful Savage. p. 37.
Kimbrough, E. O., Laughren, K., & Sheremeta, R. (2017). War and conflict in economics: Theories, applications, and recent trends. Journal of Economic Behavior & Organization.
Spiegel, H. W. (1991). The growth of economic thought (3rd ed.). Duke University Press.
Zielinski, R. C. (2018). How Do War Financing Strategies Lead to Inequality? A Brief History from the War of 1812 through the Post-9/11 Wars. Watson Institute: International & Public Affairs.
https://en.oxforddictionaries.com/definition/war

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun