Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Trilema Ekonomi dalam La La Land

20 Agustus 2018   20:42 Diperbarui: 21 Agustus 2018   14:40 1884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Muhammad Nabiel Arzyan, Ilmu Ekonomi 2016, Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM 2018

 "Here's to the ones who dream.. Foolish as they may seem"

La La Land adalah film yang bercerita ambisi 2 orang -Mia (Emma Stone) dan Sebastian (Ryan Gosling). Film ini secara apik menampilkan kisah sederhana yang disajikan dengan sinematografi dan musik yang menawan.

Tak ayal jika film ini mampu merebut banyak hati penggemar dan juga memborong 6 piala Oscar. Yang menarik, alur cerita dalam film besutan Damien Chazelle ini dapat dianalisis dalam perspektif ilmu ekonomi, khususnya ekonomi makro.

Trilema Ekonomi

Trilema ekonomi, juga disebut impossible trinity, merupakan teori ekonomi makro yang dikembangkan oleh Mundell-Fleming. Teori ini menyatakan jika suatu negara hanya mampu memilih maksimal 2 dari 3 kebijakan: 1) kurs mata uang stabil (stabilize the exchange rate), 2) mobilitas aliran dana (capital mobility), dan 3) independensi kebijakan moneter (monetary independence). Pemilihan kebijakan harus didasarkan pada konteks ekonomi setiap negara.

Gambar 1. Segitiga Impossible Trinity | Sumber: Penulis
Gambar 1. Segitiga Impossible Trinity | Sumber: Penulis
Pertama, kebijakan kurs mata uang stabil diambil agar nilai mata uang suatu negara tidak mengalami fluktuasi. Kebijakan ini lebih cocok diambil oleh negara berkembang dibandingkan negara maju (Krugman, Obstfeld, dan Melitz, 2012).

Hal ini mengingat negara berkembang cenderung rentan akan goncangan dari ekonomi global sehingga akan mengganggu ekonomi domestik. Indonesia pernah menempuh kebijakan ini sebelum krisis finansial 1998. Untuk mempengaruhi stabilitas mata uang, pemerintah perlu mengorbankan cadangan devisanya.

Kedua, mobilitas aliran dana diambil untuk menarik investasi dari luar negeri. Kebijakan ini memungkinkan suatu negara untuk mendorong perekonomian melalui investasi, khususnya investasi langsung (foreign direct investment). Tiongkok awalnya melakukan restriksi terhadap mobilitas aliran dana.

Hasilnya adalah Tiongkok kesulitan melakukan ekspansi perekonomian. Pasca reformasi ekonomi 1978 oleh Deng Xiaoping, Tiongkok memperbolehkan aliran dana masuk ke dalam negeri. Implikasinya, Tiongkok sempat mengalami pertumbuhan ekonomi 2 digit bertahun-tahun.

Ketiga, independensi kebijakan moneter diambil untuk menjaga indikator moneter - seperti inflasi ataupun suku bunga - dari pengaruh bank sentral negara lain. Inflasi yang tinggi justru menimbulkan ketidakpastian bagi perekonomian domestik. Produsen kesulitan menjual dan konsumen kesulitan membeli barang/jasa akibat harga yang melambung tinggi.

Indonesia adalah negara yang menganut kebijakan ini, yaitu indikator moneter tidak dipengaruhi oleh kebijakan moneter negara lain. Contohnya, Bank Indonesia memiliki tren penurunan tingkat suku bunga meskipun The Fed memiliki tren kenaikan tingkat suku bunga.

Kasus La La Land

Dalam film, penulis menemukan ada 3 tujuan utama yang ingin dicapai oleh Mia dan Sebastian: 1) Mia menjadi aktris, 2) Sebastian menjadi pemilik kafe jazz, 3) Mia dan Sebastian menjadi sepasang kekasih. Sama seperti impossible trinity, mereka hanya dapat memilih maksimal 2 dari 3 tujuan yang ingin dicapai. Maka, ada 3 skenario dalam film yang mungkin terjadi.

Gambar 2. Impossible Trinity dalam La La Land | Sumber: Penulis
Gambar 2. Impossible Trinity dalam La La Land | Sumber: Penulis
Skenario pertama, pilihan 1 dan 3 yang tercapai. Dalam film, Mia harus melakukan berbagai audisi agar terpilih menjadi aktris. Hal ini berarti Mia harus mengorbankan banyak waktu agar impiannya tercapai.

Jika Mia tetap ingin menjalin hubungan dengan Sebastian, maka Sebastian harus merelakan impiannya menjadi pemilik kafe jazz. Hal ini mengingat kafe jazz membutuhkan kerja keras agar berhasil. Menjalin hubungan dengan mengejar tujuan masing-masing justru tidak akan optimal.

Skenario kedua, pilihan 2 dan 3 yang tercapai. Giliran Sebastian yang harus bekerja dengan keras agar mampu mendirikan kafe dan melestarikan musik jazz. Tujuan Sebastian memiliki kendala karena masyarakat tidak terlalu menikmati musik jazz.

Alhasil, Sebastian harus bekerja keras sehingga kafenya berhasil. Jika Sebastian tetap ingin menjalin hubungan dengan Mia, maka Mia harus merelakan impiannya menjadi artis. Hal ini mengingat aktris memiliki jadwal panggung yang padat.

Skenario ketiga, pilihan 1 dan 2 yang tercapai. Dalam kasus ini, baik Mia maupun Sebastian saling mengejar cita-citanya. Konsekuensinya adalah mereka sama-sama tidak memiliki waktu untuk menjalin hubungan satu sama lain. Skenario ini memang terlihat tragis, namun inilah skenario yang diambil oleh Mia dan Sebastian dalam film. Perlu diingat jika baik Mia dan Sebastian memiliki sikap yang idealis terhadap cita-cita mereka.

Epilog

Impossible Trinity tidak hanya menjadi permasalahan bagi para pelaku kebijakan ekonomi makro. Fenomena tersebut juga sering dialami dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah alur cerita dalam La La Land. Jika Mia dan Sebastian ingin memaksakan untuk mengejar ketiga target tersebut, maka output yang diperoleh justru tidak akan maksimal.

Hal ini dikarenakan mereka memiliki keterbatasan (constraint) seperti waktu, dana, dan sebagainya. Dalam kasus seperti ini, ilmu ekonomi memiliki peran dalam pengambilan keputusan di tengah keterbatasan sumber daya. Hal ini sesuai pernyataan dari sang begawan ekonomi Paul Samuelson, "economics is the science of choice."

Untuk kritik dan saran: himiespa.dp@gmail.com 

DAFTAR PUSTAKA

Krugman, O., & Obstfeld, M. Melitz.(2012). International Economics Theory and Policy.

Obstfeld, M., Shambaugh, J. C., & Taylor, A. M. (2005). The trilemma in history: tradeoffs among exchange rates, monetary policies, and capital mobility. Review of Economics and Statistics, 87(3), 423-438.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun