Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Kreatif, Pilar Ekonomi Masa Depan

30 April 2018   10:27 Diperbarui: 17 Juli 2018   07:48 3411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Drewya Cinantyan Prasasya (Ilmu Ekonomi 2017), Yusuf Fajar Mukti (Ilmu Ekonomi 2017), dan Zahra Putri (Ilmu Ekonomi 2017), Staf Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM

Lihat infografis selengkapnya disini Infografis Ekonomi Kreatif

Ekonomi kreatif (ekraf) adalah konsep yang pertama kali dikembangkan oleh John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas pada tahun 2001. Howkins menjelaskan konsep ini sebagai "Transaksi produk-produk kreatif berupa barang atau jasa ekonomi yang dihasilkan dari kreativitas dan memiliki nilai ekonomi." (P.8) Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008), merumuskan ekonomi kreatif sebagai upaya pembangunan ekonomi secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan iklim perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi selanjutnya disampaikan oleh UNCTAD (2010), merumuskan bahwa ekonomi kreatif menggabungkan konsep kreativitas, budaya, ekonomi dan teknologi di dunia kontemporer yang didominasi oleh gambar, suara, teks dan simbol. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ekonomi kreatif adalah konsep ekonomi yang memadukan antara kreativitas, budaya, ekonomi dan teknologi yang nantinya akan menghasilkan produk-produk kreatif dan memiliki nilai tambah untuk suatu perekonomian secara umum.

Ekonomi kreatif merupakan konsep ekonomi yang penting untuk perekonomian Indonesia karena berkontribusi terhadap perekonomian nasional melalui Produk Domestik Bruto (PDB), ketenagakerjaan, penciptaan lapangan usaha, ekspor dan lain sebagainya. Data statistik menunjukkan bahwa kinerja ekonomi kreatif mengalami kenaikan setiap tahunnya.  Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi kreatif tahun 2016 berdasarkan harga konstan 2010 mencapai Rp673,43 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp644,44 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 4,5%. Selain itu, laju pertumbuhan ekonomi kreatif juga mengalami kenaikan pada tahun 2016, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya naik sebesar 2,13%. Artinya, ekonomi kreatif memiliki potensi besar yang masih dapat terus dikembangkan. Selain itu, pertumbuhan jumlah produksi ekonomi kreatif dari tahun ke tahun menunjukkan minat masyarakat terhadap ekonomi kreatif yang terus naik setiap tahunnya. Tidak hanya berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia, ekonomi kreatif juga dapat meningkatkan kualitas hidup, toleransi sosial serta pemerataan kesejahteraan. Oleh karena itu, ekonomi kreatif sangatlah penting dan perlu dikembangkan agar perekonomian Indonesia dapat lebih baik lagi kedepannya.

Ekonomi kreatif memiliki 16 subsektor yaitu kuliner, fesyen, kriya, TV & Radio, penerbitan, arsitektur, aplikasi & game developer, periklanan, musik, fotografi, seni pertunjukan, desain produk, seni rupa, film animasi dan video, desain interior dan desain komunikasi visual. Namun, dari keenambelas subsektor tersebut, terdapat 3 sektor yang mendominasi dalam hal jumlah unit usahanya yaitu sektor kuliner sebesar 5.550.709 unit (67,66%), fesyen 1.231.394 unit (15,01%), dan kriya 1.194.477 unit (14,56%). Sedangkan subsektor lainnya secara keseluruhan hanya berjumlah  227.246 unit (2,77%).

Kemudian, dari 16 subsektor ekonomi kreatif, terdapat 4 sektor yang memiliki pertumbuhan yang pesat yaitu sektor desain komunikasi dan visual (10,28%), sektor musik (7,26%), sektor animasi video (6,68%) dan sektor arsitektur (6,62%). Pertumbuhan pesat di 4 sektor tersebut dipengaruhi oleh masifnya penetrasi teknologi informasi dan komunikasi khususnya sosial media. Sayangnya, keseluruhan usaha ekraf masih terkonsentrasi di Jawa dikarenakan sarana dan prasarana, serta kondisi lingkungan yang lebih memadai (Badan Pusat Statistik, 2016).

Pada tahun 2016, tiga sektor ekonomi kreatif yang memiliki kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah kuliner dengan kontribusi sebesar 41,69%, disusul dengan sektor fesyen, yaitu sebesar 18,15% dan kriya dengan kontribusi sebesar 15,70%. Berdasarkan statistik, dapat dilihat bahwa sektor kuliner memberikan kontribusi terbesar, alasan mendasar dari fakta tersebut dikarenakan kuliner merupakan kebutuhan dasar dan utama yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, industri makanan selalu dapat memberikan kontribusi besar terhadap PDB, walaupun apabila dilihat dari rata-rata pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) industri kuliner masih dibawah industri ekonomi kreatif lainnya (Bekraf, 2017).

Selanjutnya, jika dilihat dari negara tujuan ekspor, pada tahun 2016, tujuan ekspor ekonomi kreatif didominasi oleh Amerika serikat (31,72%), diikuti oleh Jepang (6,74%), Taiwan (4,99%), Swiss (4,95%), dan Jerman (4,56%). Total ekspor ini didominasi oleh subsektor fesyen (56%), kriya (37%) dan kuliner (6%). Negara tujuan utama ekspor fesyen adalah Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman. Pada tahun 2016, komoditas fesyen yang paling banyak diekspor ke Amerika serikat adalah sepatu olahraga senilai US$732,78 juta, disusul oleh jersey, sweater, dan cardigan senilai US$455,11 juta. Kemudian jas, jaket, blazer, gaun, rok, dan celana pendek senilai US$393,11 juta (Badan Pusat Statistik dan Badan Ekonomi Kreatif, 2016).

Pada 2016, komoditas kriya yang paling banyak diekspor adalah industri barang perhiasan dari logam mulia untuk keperluan pribadi yang nilai ekspornya naik secara signifikan sejak tahun 2014. Negara tujuan utama ekspor dari komoditas kriya tersebut adalah Swiss. Hal tersebut dikarenakan hasil dari negosiasi antara Kementrian Perdagangan Indonesia dan Menteri Perdagangan Swiss ketika bertemu di Davos pada Januari 2015 silam, kedua pihak tersebut bernegosiasi agar Swiss dapat membantu ekspor Indonesia. Hasilnya, Swiss membuka pintu ekspor dari Indonesia (Setyowati, 2015). Negara Swiss sendiri memang membutuhkan logam mulia untuk keperluan bahan baku perusahan-perusahaan arloji yang menguasai hampir separuh nilai produksi arloji di dunia. Karena itu, tidak heran bahwa tingkat permintaan logam mulia di Swiss tingi. Menurut Muliaman (2018), Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Swiss memang dapat menjadi negara dengan peluang ekspor yang besar, dikarenakan penduduk Swiss memiliki pendapatan per kapita tinggi tetapi kebutuhan domestiknya masih belum terpenuhi. Sedangkan, untuk pengekspor perhiasan terbesar, terutama logam mulia, berasal dari Provinsi Jawa Timur. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Teguh Pramono, mengatakan bahwa perhiasan dari Jawa Timur diminati karena modelnya yang selalu baru, harga relatif murah, serta kualitas yang cukup baik.

Pada tahun 2016, sektor kuliner paling banyak diminati oleh negara China dengan minat terbesar ditaruh pada produk seperti sarang burung walet, kopi, biskuit, makanan ringan, mi instan, serta santan kelapa instan. Nilai ekspor makanan olahan Indonesia ke China pada 2016 sebesar US$1,1 miliar. Salah satu alasan mengapa perdagangan industri makanan dan minuman antara Indonesia dan China sangat kuat adalah adanya sesi one-on-one business meeting, yaitu merupakan pertemuan empat mata, antara Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional, Arlinda dan pihak China sehingga pendekatan antara dua  pihak tersebut lebih optimal. Pertemuan tersebut bertujuan agar dapat membangun jejaring bisnis baru dan menyeimbangkan posisi neraca perdagangan antara China dan Indonesia.

Selanjutnya, dari aspek tenaga kerja, pengusaha ekonomi kreatif didominasi oleh perempuan, terutama di sektor kuliner dan fesyen. Salah satu faktor penyebabnya adalah stigma sebagian besar masyarakat yang masih menganggap bahwa pekerja kreatif itu bukan pekerjaan yang diperuntukkan untuk laki-laki. Pada tahun 2011-2016, jumlah tenaga kerja yang bergerak di ekonomi kreatif mengalami pertumbuhan signifikan sebesar 4,69% per tahun. Pada tahun 2016, tenaga kerja ekonomi kreatif berkontribusi sebesar 14,28% terhadap total tenaga kerja nasional. Hal itu menunjukkan bahwa ekonomi kreatif mempunyai peran yang signifikan pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Sayangnya, kegiatan ekonomi kreatif di Indonesia masih terpusat di pulau Jawa (65,37%), terutama di Provinsi Jawa Barat. Hal ini mencerminkan bahwa persebaran kualitas sumber daya manusia yang masih tidak merata di Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2016).

Pada tahun 2011-2016, pekerja ekonomi kreatif di Indonesia didominasi oleh kelompok umur 25-34 tahun, diikuti oleh kelompok umur 35-44 tahun, serta kelompuk umur 15-24 tahun. Sementara itu, kelompok umur yang paling sedikit adalah > 65 tahun. Proses produksi ekonomi kreatif sebagian besar berbasis pada sumber daya manusia, yaitu berupa ide, inovasi, dan kreativitas sehingga pemuda merupakan kelompok umur yang paling ideal untuk menjalankan ekonomi tersebut. Sedangkan dilihat dari sisi tingkat pendidikan tenaga kerja ekonomi kreatif di Indonesia, pada tahun 2015, 57,20% pekerja ekonomi kreatif berpendidikan SMA sederajat, 36,10% berpendidikan SMP ke bawah dan 6,70% berpendidikan diploma keatas. Padahal, ekonomi kreatif seharusnya membutuhkan kontribusi pekerja berpendidikan diploma keatas lebih banyak, agar dapat berdaya saing tinggi (Badan Ekonomi Kreatif, 2016).

Di lain sisi, ditinjau dari usaha ekonomi kreatif, sebagian besar unit usaha yang ada di Indonesia pada tahun 2016 tidak berbadan usaha, yaitu sebanyak 98,81%. Hal itu menunjukkan bahwa sebagian besar usaha ekonomi kreatif di Indonesia masih berbentuk industri rumahan (home industry) yang bergerak secara informal dan tradisional (Badan Ekonomi Kreatif, 2016). Usaha ekonomi kreatif harus berbadan usaha karena seringkali hal tersebut menjadi syarat untuk memperoleh pinjaman modal kerja. Selain itu, dengan memiliki status badan hukum, industri kreatif akan lebih teratur dalam menjalankan usahanya, membayar pajak, serta target usahanya jadi lebih terukur. Sayangnya, rendahnya usaha ekonomi kreatif yang berbadan usaha dikarenakan kurangnya pemahaman akan manfaat dari hal tersebut.

Anggaran pemerintah untuk mengembangkan Ekonomi Kreatif di Indonesia pada tahun 2015 sejumlah Rp1 triliun. Kemudian pada tahun 2016, pemerintah menaikkan anggaran menjadi Rp1,02 triliun. Sayangnya, pada tahun 2017, anggaran tersebut mengalami penurunan menjadi Rp906,4 miliar dan pada tahun 2018 kembali mengalami penurunan menjadi 746,15 miliar (Badan Ekonomi Kreatif, 2016). Meskipun begitu, dibandingkan dengan negara lainnya, kontribusi ekonomi kreatif Indonesia terhadap PDB adalah sebesar 7,44% lebih tinggi dibanding Rusia sebesar 6,05%, Singapura sebesar 5,7%, Filipina sebesar 4,92% serta Kanada sebesar 4,5%. Namun, kontribusi ekonomi kreatif Indonesia terhadap PDB lebih rendah dibandingkan Amerika sebesar 11,12% dan Korea Selatan sebesar 8.67% (KataData, 2016).

Ekonomi kreatif di Amerika Serikat (AS) sendiri merupakan ekonomi kreatif yang maju dengan memberikan kontribusi sebesar 11,12% terhadap PDB negara tersebut pada tahun 2016. Pada tahun 2014, nilai produksi ekonomi kreatif di AS sebesar Rp9,029 kuadraliun yang merupakan 4,2% dari total PDB. Dari nilai produksi tersebut, yang memberikan kontribusi terbesar merupakan sektor seni dan budaya dengan nominal sebesar Rp5,627 kuadraliun. Sedangkan, pertumbuhan paling cepat ialah dari sektor media informasi dengan kenaikan sebesar 12,6% sejak tahun 2011 hingga 2014 (Arts.gov, 2017).

Dari pemaparan pembahasan mengenai kondisi umum ekonomi kreatif di Indonesia, terdapat lima masalah utama terhadap sektor ekonomi kreatif yang ada di Indonesia. Pertama, ialah jumlah usaha yang tidak merata antar daerah. Kedua, daya serap tenaga kerja yang rendah per unit usahanya. Ketiga, sebagian besar usaha ekonomi kreatif tidak berbentuk berbadan usaha. Keempat, sebagian besar tenaga kerja kreatif berpendidikan SMA sederajat bahkan SMP ke bawah. Kelima, lebih dari setengah jumlah ekspor ekonomi kreatif Indonesia baru terpaku di lima negara saja, yakni Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Singapura, dan Swiss.

Salah satu langkah yang telah diambil pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kreatif antara lain adalah menyediakan anggaran sebesar Rp66 miliar untuk tiga bantuan paket yakni fasilitas revitalisasi infrastruktur fisik ruang kreatif, fasilitas sarana ruang kreatif, dan fasilitas teknologi dan komunikasi. Selain itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga berupaya menggerakkan ekonomi nasional melalui industri kuliner Indonesia dengan menyelenggarakan Food Startup Indonesia (FSI) 2018.    

Adapun, solusi yang kami tawarkan adalah dengan pembangunan sarana dan prasarana di luar Jawa sehingga ekonomi kreatif tidak hanya terpusat di pulau Jawa saja. Diperlukan pula pemahaman mengenai manajemen usaha agar pelaku ekonomi kreatif mampu mengelola bisnisnya dengan baik dan mampu melakukan efisiensi-efisiensi dalam berbisnis. Selain itu, diperlukan sosialisasi terhadap mahasiswa, supaya setelah lulus dari bangku perkuliahan, mahasiswa tidak hanya terpusat untuk bekerja di sektor perkantoran, namun juga menjadi wirausaha yang khusunya bergerak dalam sektor-sektor pada ekonomi kreatif. Terakhir, pemerintah sebaiknya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai produk lokal. Dengan itu, maka kualitas terhadap produk lokal harus ditingkatkan juga.

Akhir kata, ekonomi kreatif merupakan suatu konsep ekonomi yang penting karena berlandaskan kreativitas dan memiliki cadangan sumber daya ekonomi terbarukan sehingga apabila ditingkatkan dapat memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia. Karena itu, permasalahan dan tantangan yang ada harus dibenahi dengan tepat oleh pemerintah Indonesia, serta adanya kerja sama antara pemerintah, para pengusaha ekonomi kreatif, hingga masyarakat Indonesia sendiri agar nantinya ekonomi kreatif dapat menjadi pilar ekonomi di masa depan.

Untuk kritik dan saran: himiespa.dp@gmail.com

Referensi:

Ant. 2018. Target PDB Ekonomi Kreatif Naik Jadi Rp1.000 Triliun. Retrieved from: https://economy.okezone.com/read/2018/02/26/320/1864879/target-pdb-ekonomi-kreatif-naik-jadi-rp1-000-triliun

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). (2016). Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi kreatif 2016. Kerjasama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Badan Pusat Statistika (BPS).

Badan Ekonomi Kreatif. (2017). Pentingnya Ekonomi Kreatif. Retrieved from: http://indonesiakreatif.bekraf.go.id/ikpro/infographics/pentingnya-ekonomi-kreatif/

Badan Pusat Statistik. (2016). Profil Perusahaan/Usaha 16 Subsektor Ekraf berdasarkan Sensus Ekonomi 2016 (SE2016).

Howkins, John. (2001). The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. England: Penguin Global.

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. (2017). Fesyen jadi Ujung Rantai Nilai Tambah Industri Tekstil. Retrieved from: http://www.kemenperin.go.id/artikel/16945/Fesyen-Jadi-Ujung-Rantai-Nilai-Tambah-Industri-Tekstil

Primus, Josephus. (2018). Optimisme Makin Berkembangnya Ekonomi Kreatif Indonesia. Kompas.com. Retrieved from: https://ekonomi.kompas.com/read/2018/02/28/163248326/optimisme-makin-berkembangnya-ekonomi-kreatif-di-indonesia.

Putra, Dwi Aditya. (2018). Daftar Masalah Industri Kreatif Indonesia, Termasuk Masih Terkonsentrasi di Jawa. Merdeka.com. Retrieved from: https://www.merdeka.com/uang/daftar-masalah-industri-kreatif-indonesia-termasuk-masih-terkonsentrasi-di-jawa.html

Setyowati, Desi. (2018). Masalah Industri Kreatif Produksi Hingga Ekspornya Tak Merata. Katadata. Retrieved from: https://katadata.co.id/berita/2018/02/27/masalah-industri-kreatif-produksi-hingga-ekspornya-tak-merata

Policy Research Group. (2013). The Creative Economy: Key Concepts and Literature Review Highlight. Retrieved from: https://cch.novascotia.ca/sites/default/files/inline/documents/creative-economy-synthesis_201305.pdf

Yudhistira, Aria. W. (2015). Kirim Batu Akik, Ekspor ke Swiss Melonjak. Katadata. https://katadata.co.id/berita/2015/06/16/kirim-batu-akik-ekspor-ke-swiss-melonjak

Tim Viva. (2017). Kopi dan Mi Instan Produk RI Paling Diminati China. Viva.co.id. Retrieved from: https://www.viva.co.id/berita/bisnis/909031-kopi-dan-mi-instan-produk-ri-paling-diminati-china

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun