Upah sebagai pendapatan masyarakat secara nominal juga meningkat dan mendorong daya beli masyarakat menjadi lebih tinggi. Ketika daya beli masyarakat secara nominal meningkat, pasar akan bereaksi dengan naiknya harga komoditas dan jasa secara umum (inflasi).
Melalui studinya di Inggris pada tahun 1861-1957, Phillips menemukan korelasi negatif terkait tingkat pengangguran dengan biaya upah, yaitu ketika tingkat pengangguran tinggi maka biaya yang harus dibayarkan pengusaha rendah dan begitu sebaliknya.Â
Saat jumlah pengangguran sedikit, banyak tenaga kerja yang terserap bekerja dibawah perusahaan sehingga perusahaan harus mengeluarkan biaya upah lebih tinggi. Namun dari tradeoff ini, perusahaan akan memperoleh penerimaan yang lebih tinggi. Perusahaan dan pekerja saling membutuhkan dalam perekonomian.
Perkembangan teknologi kala itu masih belum menguasai industri. Tenaga kerja merupakan pemain utama pasar faktor produksi. Industri berusaha menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya guna merangsang perekonomian nasional.Â
Ketika jumlah pengangguran sedikit, perekonomian akan mengalami keadaan full employment, yaitu keadaan saat faktor produksi yang telah digunakan optimum. Hal inilah yang mendorong kelebihan (overheat) kapasitas produksi sehingga mendorong inflasi di masyarakat.
Gambar 2. Kurva Phillips: Hubungan Pengangguran dan Tingkat Biaya Upah di Inggris (1861-1913)
Asumsi ini menjadi pegangan pemerintah dan ekonom dalam mengambil kebijakan ekonomi. Pemerintah seolah-olah dapat memilih antara tingkat inflasi yang tinggi atau tingkat pengangguran yang tinggi. Pertanyaannya adalah, apakah pemerintah memilih mentolerir tingkat inflasi yang tinggi untuk menekan jumlah pengangguran atau pemerintah memilih tingkat pengangguran yang tinggi untuk menekan laju inflasi?
Pada tahun 1960, Paul Samuelson dan Robert Solow mengoptimalkan temuan Phillips dalam tulisanya yang berjudul "Analitical Aspect of Anti Inflation". Menggunakan data indeks harga inflasi (CPI) tahun 1900-1960 di Amerika Serikat.Â
Dari data tersebut, ditemukan korelasi negatif antara tingkat pengangguran dan tingkat inflasi di Amerika Serikat. Temuan inilah yang sejatinya melabeli nama kurva Phillips sebagai teori dan pegangan kebijakan dalam ekonomi makro hingga saat ini.
Gambar 3. Kurva Phillips: Tingkat Pengangguran dan Inflasi di U.S tahun 1900-1960
Kritik terhadap Kurva Phillips