Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kored dan Etem: Simbol Agroekologi

14 Juni 2020   07:16 Diperbarui: 14 Juni 2020   07:21 1389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa simbol perjuangan kaum petani? Apakah sabit atau arit? Apakah cangkul?

Jika simbolisme perjuangan petani diperlukan, maka saya mengajukan kored dan etem.

Mengapa kored? Apa itu kored? Mengapa etem? dan apa itu etem?

Kored adalah perangkat petani dalam bahasa sunda. Ia berbentuk cangkul kecil yang menekuk ke pinggir yang digunakan untuk menyiangi rumput dan gulma, menggali tanah untuk menggemburkan, meratakan tanah dan membuat gundukan. 

Kored adalah simbol perawatan tanah, pemeliharaan ibu bumi. Banyak digunakan oleh para petani perempuan. Etem adalah bahasa sunda untuk ani-ani. Alat panen untuk padi. Etem digunakan untuk memotong batang buliran padi, satu ruas satu ruas. 

Setelah revolusi hijau, penggunaan etem diganti dengan sabit. Sabit digunakan saat panen, dengan memotong satu rumpun padi. Rumpun padi alias jerami yang dipanen lewat sabit ini, kemudian dipukul-pukul ke batu atau bambu, sehingga bulir padi langsung keluar dan dimasukan karung. 

Perbedaannya, hasil panen padi menggunakan etem, bulir-bulir padi masih menyatu dengan rantingnya, sehingga bisa diikat dan disimpan dengan sangat lama, sampai puluhan tahun. Etem juga lebih banyak digunakan oleh kamu perempuan, berbeda dengan sabit yang lebih banyak digunakan kaum pria.

Sedangkan kored banyak digunakan di tegalan, pematang sawah, kebun, pekarangan. Biasanya digunakan oleh kaum perempuan. Kored adalah alat multiguna.

Dalam konteks ini, kita tidak sedang bicara gender, tapi karakter dan watak. Suatu paradigma. Paradigma dalam mengolah bumi, memperlakukan alam. Kored dan etem adalah simbol pengutamaan alat-alat yang kecil, serbaguna, mudah dioperasikan dan lebih utama, ia bertujuan sebagai pemeliharaan, bukan eksploitasi---selaras dengan konsep teknologi yang diajukan Schumacher: kecil tapi indah. Dan tentunya berlawanan dengan cara mekanisasi dan industrialisasi dalam pertanian.

Jika bicara industri pertanian, maka arah pandangan kita tertuju pada asal mula industrialisasi yang diupayakan besar-besaran. Lompatan yang signifikan, sebuah revolusi. Dikenal dengan Revolusi Hijau, Green Revolution.

Ada jargon-jargon atau mitos yang didengungkan para pendengung dan pendukung industrialisasi pertanian. Yakni seolah dunia akan mengalami kelaparan, kekurangan makanan andai mekanisasi dan industrialisasi tidak dilakukan di sektor pertanian. Fakta dan data justru memperlihatkan kebalikan.

Sejak dicanangkannya revolusi hijau dan industrialisasi di bidang pertanian, pertanian telah bergeser menjadi salah satu pelayan untuk kebutuhan pasar. Sehingga berfokus pada spesialisasi produk yang didorong oleh kebutuhan pasar. 

Hal ini membuat pertanian menjadi mesin modern yang bergantung mekanisasi dan kimia, pendeknya pertanian menjadi sekadar Industri, yang fungsinya hanyalah sebagai salah satu pemasok rantai pasar. Trend ini mengakibatkan banyak sekali kerugian, antara lain masalah kesehatan, krisis ekologis, berkurangnya tenaga kerja manusia dalam pertanian, ketergantungan tehadap bank sebagai pemberi kredit.

Lagi-lagi kita merujuk Vandana Shiva, bahwa faktanya hari ini 75% lebih produksi pangan dunia justru disediakan oleh para petani skala kecil. Para petani skala keluarga, para kaum marhaen. Dan hanya kurang dari 25% yang dipasok oleh Industri Pertanian. Tapi kendati hanya menyediakan pasokan 25%, dampak kerusakan oleh Industri ini sangatlah signfikan.

Industri pertanian berdampak besar terhadap perubahan iklim. Menghasilkan 25% emisi karbon dioksida dari total emisi global. Juga 60 persen gas methan dan 80 gas nitrous oksida. Selain itu, industri ini juga telah menyedot ketersediaan air tawar bersih sedemikian masif, sekaligus mengalirkan racun dalam siklus air. 

Dan yang paling parah adalah kerusakan siklus agro-ekologis yang selama ini berjalan baik. Penggunaan pestisida dan insektisida memutus dan menghancukran siklus tersebut. Contohnya 75% populasi lebah, sebagai polinator, telah musnah, terbunuh karena racuna pestisida selama 30 tahun terakhir.

Fakta dan data ini memang nyata adanya. Karena itulah, salah satu program FAO adalah menggalakkan kembali konsep family farming. Memberikan dukungan atas para petani skala kecil.

Survey PBB terakhir memperlihatkan lebih dari 500 juta sistem pertanian di dunia, terutama di tiga benua, Asia, Afrika dan Latin Amerika digerakkan oleh pertanian keluarga. Oleh karena itu, PBB tahun 2014, mencanangkan International Year of Family Farming, yang ingin mengembalikan jati diri pertanian kembali pada pertanian keluarga dalam sentral pembangunan pertanian di dunia.

Hal ini kemudian dilanjutkan kembali pada April, 2019 Markas Besar PBB, di New York mencanangkan UN decade of family farming. Ini menunjukkan bahwa dunia
berkomitmen, selama 10 tahun ke depan pertanian keluarga akan terus diberdayakan.

Tentu saja tergat utama dari dukungan PBB lewat FAO adalah bagaimana agar para petani kecil beserta keluarganya bisa hidup lebih sejahtera, tidak berada dalam situasi kemiskinan---yang terstruktur. Cara bertani yang berkelanjutan yang menjadi basis pertanian skala kecil ini disebut sebagai paradigma ekologi. 

Dalam paradigma agroekologi, pangan (makanan) adalah bagian dari jaring-jaring kehidupan, di mana kita, manusia berada dalam rantai jejaring ini: sebagai co-kreator dan co-produser, bukan semata konsumer. Tatkala kita menyimpan dan menyemai benih, kita menjaid bagian dari jejaring tersebut. Saat kita mengembalikan material organik ke tanah, saat itulah kita sedang memberikan tanah sebuah kehidupan. Kita bagian dari jejaring kehidupan: pemelihara tanah, pemakmur bumi.

Dalam paradigma agroekologi ini, manusia adalah pemelihara---lebih kuat aspek feminim nya, ketimbang sebagi perusak dan pemdominasi alam. 

Agroekologi juga melihat 3 unsur: benih, tanah dan aspek pemeliharaan serta konservasi sebagai unsur pokok. Ini yang menjadi motto gerakan La Va Campesina (dari bahasa Spanyol yang bermakna: jalan ideologi petani kecil). 

La Via Campesina, merupakan organisasi para petani kecil dunia yang didirikan di Mons, Belgia, tahun 1993. Organisasi ini dibentuk oleh 182 organisasi tani di 81 negara. Organisai para petani kecil, para komunitas tradisional di Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa.

Perjuanam butuh simbol. Simbolisme dibangun atas stilisasi. Stilisasi dibentuk dengan menonjokkan ciri yang paling menonjol. Karenanya, saya mengajukan kored dan etem sebagai simbol perjuangan agroekologi, perjuangan kaum tani. 

Lewat kored kita menekankan corak pemeliharaan tanah, bumi sebagai sumber pangan. Sedangkan lewat etem, kita menekankan penyimpanan (benih dan pangan), sebagai salah satu aspek "Kedaulatan Pangan". Inilah jalan para petani kecil: kaum marhaen.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun