Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kota Tasik

21 Februari 2017   08:40 Diperbarui: 21 Februari 2017   09:06 1793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

galunggung menjulang tegak
bawah kaki, sungai anak beranak
memanjang berkelok susuri sawah dan semak
indahnya, hilangkan resah hati nan bergejolak

rumah-rumah bergerombol, lalu menjarang
beratap rumbia, bilik bambu dan kayu pinang
kala malam, lampu cempor dan halaman tak begitu terang
rindu hati pada kekasih, lalu berdendang

hawa sejuk, tanah berpasir, kulit para gadis yang kapas
berkebaya, bersandal kelom, berpayung kertas
bersenandung kinanti dan kidung bermajas
diiringi nayaga di pertunjukan yang lepas

seribu bukit julukan namanya
disebut juga kota resik elok tertata
berpenduduk petani, pedagang dan di bidang agama
 sebagian lagi jadi perantau di ibu kota

surau dan masjid tak pernah sepi
selepas magrib, semuanya mengaji
dibimbing para ustadz dan pak haji
bacaan Quran suci dijunjung tinggi

itulah kota masa kanakku
terpatri di hati, teringat selalu
pada masa, keinginan penduduk tak begitu meraja
hanya kolam, sawah, bukit dan rumah sederhana

kini, sungai kerontang di masa kemarau
meluap saat penghujan selalu membuat risau
sawah kering sepetak terjepit di antara rumah bergaya spanyola
bertembok pagar tinggi, katanya agar dianggap orang kaya

para gadis dan perempuan tak lagi membawa bakul
menjumpai suami yang membajak dan mencangkul
kini terjebak di pabrik, diperas tenaga, tangan dan dengkul
membuat suasana serba masygul

bising kota, pusat belanja dan aneka ruko
konser dangdut, bar dan disko
malam tidak lagi sunyi dan saat merefleksi
malah semakin jalang dan lupa diri

apakah ini yang dinamakan kemajuan
diri didera dan dirantai berhala zaman
tak lagi ingat silsilah, keutamaan dan iman
semuanya diukur dengan kekayaan

tapi barangkali, aku hanya gundah dan risau
mungkin terlampau hidup di masa lampau
padahal setiap zaman punya ukuran sendiri
lalu bagaimana dengan ajaran Nabi?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun