Mohon tunggu...
Himawijaya
Himawijaya Mohon Tunggu... Administrasi - Pegiat walungan.org

himawijaya adalah nama pena dari Deden Himawan, seorang praktisi IT yang menyukai kajian teknologi, filsafat dan sosial budaya, juga merupakan pegiat walungan.org

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Resensi] Kimya Sang Putri Rumi: Luka dan Jalan Cinta

14 Februari 2017   12:31 Diperbarui: 14 Februari 2017   12:57 2260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencermati kata Kimya, kita akan menemukan padanannya dengan kata alkemi, yakni cabang ilmu yang berkembang dari upaya mengubah jenis logam perak, atau tembaga menjadi emas. Kimya atau alkemi dengan demikian adalah lambang transformasi diri. Cinta adalah potensinya, Wujud Keindahan adalah tujuannya, jiwa yang dahaga adalah objek transformasinya. Novel Kimya memang bicara tentang bagaimana proses transformasi dari orang-orang yang terluka karena mengikuti jalan Cinta. Farouk, Syams, Maulana Rumi, Alaudin, Akbar, Ahmed, termasuk Kimya, yang sedari masih kecil punya potensi dan bakat spiritual, yang menunggu waktu untuk ditempa.

Kalima-kalimat bijak yang terlontar dari percakapan dalam novel ini sangat mencerahkan. Ia merujuk kepada karya-karya puisi Rumi seperti Fihi ma Fihi, Matsnawi, maupun Diwani Syamsi Tabriz, yang keluar dari orang yang penuh gelora cinta. Dan Muriel Maufroy, pengarang novel ini, cukup berhasil merajut kalimat-kalimat bijak tersebut ke dalam jalinan dialog maupun narasi cerita. Sungguh tak heran, di samping sebagai seorang yang mempelajari kebudayaan Persia dan karya-karya Rumi—salah satu karya lainnya tentang Rumi, Breathing Truth— ia juga menggambarkannya dalam perspektif perempuan. Mengalun liris, menyentuh, dengan kalimat serta ungkapan kata yang sederhana.

Sebagaimana umumnya novel yang mengambil seting sejarah, tentunya akan membuat samar antara fakta sejarah dan fiksi imajinasi. Dihadapkan dengannya, alangkah bijak jika kita tidak mempertanyakan benar atau tidaknya keberadaan sosok-sosok dalam kisah, atau kapan persis dan peristiwa apa yang terjadi di sekitarnya. Dalam novel-novel Pramudya, umpamanya, kita mesti menanggalkan itu semua demi menangkap spirit yang diangkatnya, yakni rasa nasionalisme dan sisi heroik. Demikian halnya tatkala kita membuka lembar demi lembar dan memaknai alunan kalimat-kalimat indah yang tertulis di novel Kimya ini. Kita mesti menangkap spirit di dalamnya, bahwa kebahagiaan mencintai tatkala kita berserah diri atas luka yang diakibatkannya, seumpama bahagianya laron-laron yang terbang, menari berputar dan terbakar nyala lilin. Tapi seperti kata Maulana, kebanyakan orang tidak siap untuk menari dalam genggaman Tuhan, karena mereka tidak bersedia untuk hidup terbakar (hal 487). Itu saja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun