Mohon tunggu...
Himawan Teguh Pambudi
Himawan Teguh Pambudi Mohon Tunggu... -

Pengamat budaya, pemerhati kaum muda, pencinta buku, gunung dan pantai, Manchester United dan Arema, traveling, pembelajar sejarah, sosial-politik, sastra, puisi, musik segala jenis, suka jus jambu dan memandang langit biru. Berusaha menghidupi visi radikal Kerajaan Allah, meneladani Guru dari Nazareth, Yesus Kristus.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untuk Para Lelaki

22 Oktober 2015   18:01 Diperbarui: 22 Oktober 2015   18:38 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada dua hal yang bisa jadi dimiliki seorang lelaki ketika ia menatap perempuan. Pertama, eksploitasi. Kedua, melindungi.

Yang pertama, kau hanya akan menjadikan perempuan sebagai objek untuk dikuasai dan dipermainkan.  Bisa jadi kau terobsesi pada tubuhnya. Bisa jadi kau hanya ingin memilikinya. Kadang-kadang kau permainkan perasaannya dan hatinya (kelemahan perempuan bukan?). Kau eksploitasi perempuan itu untuk memuaskan naturmu sebagai seorang lelaki: berpetualang dan menaklukkan. Bukankah kita diciptakan di luar taman Eden? Bukankah kita laki-laki, diciptakan di padang belantara di mana petarungan, kekerasan, penaklukkan adalah DNA diri kita. Maka, kita, seperti tokoh Alkitab, raja Daud ketika memandang Batsyeba, atau Amnon memandang Tamar, mengeksploitasi, menjajah, dan tentu saja, mendekstrusi natur seorang perempuan.  Dan, kebanyakan para lelaki di dunia yang sedang jatuh dalam dosa ini nampaknya demikian. Maka tak heran, 8 dari 10 perempuan mengalami pelecehan seksual. Sebagian besar sahabat-sahabatku perempuan pernah mengalami abuse dari pihak laki-laki.  Ada satu-dua orang yang begitu dalam terluka sampai mereka punya gambar diri yang hancur dan butuh pemulihan yang lama, sampai sekarang pun ada yang belum sembuh. So sad.

Yang kedua, kau akan jadikan perempuan itu sebagai subjek keindahan.  Keindahan itu tak kau hancurkan. Tetapi kau rawat, kau jaga baik-baik dari dunia yang jahanam dan dipenuhi angkara nafsu ini. Kau akan menghormati keberadaannya, melibatkannya di dalam kebutuhannya untuk terlibat dalam hidupmu, tidak berotorisasi absolut pada perasannya, kau memberinya ruang untuk menari dengan perasaan, tangisan dan kerapuhannya.  Ah, seharusnya kita demikian, jika kita demikian, maka kita seperti Yesus Sang Lelaki Sejati, melindungi hati seorang perempuan Samaria yang penuh malu dan luka.  

Lelaki jenis kedua bukanlah pengemis cinta, tetapi ia menawarkan kekuatan di dalam dirinya. Kekuatan untuk menjaga, melindungi subjek keindahan yang ia kasihi.

Jadi ingatlah ini sungguh-sungguh, camkan ini baik-baik: kepada para lelaki, hati-hati, kalau kau eksploitasi perempuan, maka engkau sungguh jahanam, bangsat, dan bajingan!! (tiba-tiba merefleksi, apakah aku juga lelaki yang demikian? Ah bisa jadi, Lord have mercy on me)

Beberapa lama kemudian aku bercakap-cakap dengan seseorang, dan ia menyarankan ada klasifikasi ketiga: lelaki yang berada di titik netral. Lelaki dimana ia hanya mengagumi seorang perempuan tanpa berusaha melakukan apapun. Ia hanya berada di titik dimana ia memandang, melihat keindahan, dan bersyukur pada Sang Pencipta karena Tuhan menciptakan perempuan. Bukankah Ia sendiri adalah Sang Keindahan sekaligus pemilik keindahan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun