Disusun oleh: Aqil Rahmadana, Dimas Firdiyanto, Miftahul Jannah, dan Nabila Arkania
Mangrove adalah salah satu keanekaragaman hayati di Indonesia dengan banyak manfaat dari sisi ekologis dan ekonomis. Mangrove hidup di wilayah pesisir, tepatnya di daerah pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove mampu bertahan pada keadaan ekstrem, seperti di tanah tergenang dan lingkungan dengan kadar garam yang tinggi (Noor dkk, 2006).Â
Sistem perakaran mangrove yang kompleks memberikan manfaat bagi mangrove, sebab akar mangrove mampu memerangkap sisa-sisa bahan organik dan endapan yang terbawa dari daratan ke laut (Arief, 2003). Proses tersebut membantu terjaganya kebersihan air laut, sehingga ekosistem laut dapat terpelihara. Tak hanya itu, ekosistem mangrove juga berperan menyediakan habitat bagi beberapa spesies makhluk hidup.
Ekosistem mangrove berperan dalam berbagai bidang kehidupan manusia. Bagian-bagian dari pohon mangrove banyak digunakan sebagai bahan obat-obatan. Jenis Acanthus ebracteatus misalnya, yang dimanfaatkan sebagai pembersih darah serta obat luka bakar. Daun Acanthus dapat mengobati rematik, sementara perasan buah atau akarnya dapat mengobati luka akibat bisa ular atau panah beracun. Ada pula jenis mangrove Nypa fruticans yang batangnya dapat diolah menjadi sirup. Selain itu, jenis Ceriops memiliki kayu terkuat dibandingkan jenis-jenis mangrove lainnya, sehingga digunakan sebagai bahan bangunan serta bantalan kereta api (Khazali dkk, 1999).
Di samping banyaknya manfaat mangrove baik bagi manusia maupun lingkungan, ada pula hal yang mengancam keberadaan mangrove. Misalnya saja, kondisi di Segara Anakan Cilacap mengalami penurunan produksi perikanan sebanyak 70% akibat kawasan hutan mangrove rusak akibat sedimentasi dan penebangan (Cruz AA, 1979).Â
Pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, dan wisata juga menjadi penyebab berkurangnya sumber daya mangrove yang ada. Tak hanya itu, sumber daya mangrove rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang kurang baik, menyebabkan banyak limbah hasil industri dan rumah tangga yang mencemari siklus air (Purnobasuki, 2011).
Untuk mengatasi berbagai ancaman terhadap mangrove, terdapat upaya yang dapat dilakukan. Kegiatan inventarisasi, pemantauan, rehabilitasi, dan penelitian misalnya (Purnobasuki, 2011). Perlu diketahui kondisi ekosistem mangrove sebelum dilakukan pemantauan dan rehabilitasi berupa penanaman kembali hutan mangrove. Salah satu metode rehabilitasi yang dapat diterapkan adalah silvofishery. Silvofishery merupakan sistem pertambakan yang menggabungkan usaha perikanan dan penanaman mangrove (Shilman, 2012). Dengan sistem silvofishery, masyarakat dapat melakukan kegiatan usaha tanpa merusak ekosistem mangrove. Ada beberapa model silvofishery, yaitu model mangrove dikelilingi tambak dan mangrove terpisah dengan tambak.