maka suatu hari pejalan itu menjelma aku
berdiri termangu di depan bangunan yang terbakar
seperti mimpi batu besi sedikit terbuka
denting bel membangunkan sebuah boneka
di bulan merah banyak kenangan dihamburkan
setelah segala sunyi
langit terbuka bagi sekawanan merpati
Pulang dari Ampenan
Kiki benar-benar mengajak pembacanya untuk mampir ke Ampenan, lalu melihat kilasan-kilasan kehidupan masa lalunya di kota tua itu. Dari pembacaan kumpulan puisi Kiki Sulistyo yang berjudul Di Ampenan, Apa Lagi yang Kau Cari? memberikan imajinasi yang luar biasa tentang masa lalu yang dialami oleh penulis, tetapi juga bisa dirasakan oleh pembaca karena satu-dua kesamaan.
Kiki memilih asal sebagai tema penciptaannya, bukan sebagai pilihan badaniah ataupun intelektual, tetapi dia memperlakukan penciptaan sama dengan cara melihat tanah asal sebagai bahan penciptaan yang potensial.
Pembeda antara Kiki dengan penyair lain dengan tema yang sama adalah keberaniannya dalam mengumumkan keperosonalitasan dalam seluruh puisinya. Dari sudut pandang tersebut, Kiki seolah-olah bukan sedang menerbitkan khayalan masa lalu, tetapi seperti menerbitkan serpihan narasi bukudiary berbentuk puisi, yang mana bertendensi sentimental: kenangan “aku” di atas kota kelahiran, Ampenan.