Antologi puisi tersebut berada dalam isu tentang memori dan pascamemori. Hal ini dikatakan sebagai isu memori karena kota Ampenan dibangun dalam memori tentang keluarga. Sedangkan, hal tersebut dipandang sebagai pascamemori karena kota itu dibangun dalam memori sejarah kota Ampenan yang diingat, dalam artian yaitu ingatan yang menjadi sebuah narasi tentang kota Ampenan. Puisi-puisi ini dibangun atas dasar ingatan Kiki tentang rumah dan keluarganya di Ampenan.
Januari; Ampenan 171. Salah satu judul puisi dalam kumpulan puisi ini mengajak pembaca untuk menilik kembali peristiwa kerusuhan di Ampenan yang terjadi pada 17 Januari 2000. Peristiwa itu seringkali disebut sebagai peristiwa 171 karena terjadi pada tanggal 17 di bulan 1. Kerusuhan yang terjadi diawali dengan pengerusakan  terhadap gereja Immanuel setelah tabligh akbar, tepatnya tanggal 25 Desember. Saat itu, momen natal hampir bersamaan dengan Ramadhan.Â
Lalu, pada 17 Januari, massa merasa panas karena saling tuduh akibat adanya pengeboman di gereja Immanuel dan terjadilah kerusuhan. Kerugian akibat kerusuhan meliputi 10 gereja rusak, 30 rumah dan isinya dibakar, 26 pertokoan dan 10 mobil serta 7 sepeda motor dibakar, korban luka-luka 13 orang termasuk anggota polri. Karenanya, dalam puisi Januari; Ampenan 171, Kiki menjelaskan apa yang ada diingatannya saat kerusuhan itu. Bulan merah yang dimaksud menggambarkan perayaan natal yang identik dengan warna merah.Â
Januari; Ampenan 171
di bulan merah orang-orang
melempar kaca sejarah
kaca yang pecah disimpan di matamu
setelah kerusuhan Januari
ada ular yang tak pernah tidur
seorang pejalan membisikkan kata-kata
bagi bumi saat kau kecup pagi hari