"Ketahuilah adek kecil, betapa banyak harapan dan ekspektasi yang akan diberikan kepadamu, kamu harus bisa membuktikan dan tidak boleh mengecewakan," mungkin begitu pesan yang akan kusampaikan jika aku bertemu dengan diriku sendiri di masa lalu. :v
Dengan pertimbangan otak encer tersebut kata orang-orang, akhirnya aku harus menempuh pendidikan umum dari SMP hingga SMA.
Beban ekspektasi pihak eksternal senantiasa full mengantongi jejakku menggapai asa. Apakah itu sulit dan mengganggu? mungkin untuk seusia anak labil SMP SMA versi aku belum terpikirkan kali yaa baru deh ketika sudah mulai mengenal yang namanya overthinking mulai kerasa. Haha you feel it? :v
Gapapa itu wajar aja berarti normal, stay tataq enjoying your own way optimistically
Apa yang sulit menjadi pendobrak gerbang pertama?
Ya, yang sulit adalah bagaimana harus pandai membaca petunjuk jalan di depan tanpa pendamping yang lebih berpengalaman
Mungkin beberapa orang terlahir dengan 'previlege' keluarga berpendidikan, dia akan lebih mudah mendapatkan gambaran atmosfir dunia kuliah misalnya, barangkali juga akan mendapatkan pelayanan dan hak yang sesuai dari keluarga.
Lalu bagaimana dengan orang yang tidak memiliki previlege tersebut? bukan hal yang mustahil kawan, pekalah, Allah takdirkan kamu sebagai orang yang akan memuliakan derajat keluarga dunia akhirat dengan jalan ilmu.
Yang kedua adalah tentang menjadi role model sanak famili.
Bagaimana tidak, keluarga barangkali akan memandang anggotanya yang menempuh pendidikan tinggi adalah teladan, sosok yang (seharusnya) dapat menjadi contoh saudaranya yang lain atau keponakannya, atau sepupunya, atau tetangganya, atau anak tetangganya, atau temannya dan kawan kawan.
Sebetulnya ini dapat menjadi pengingat kala diri lupa, atau terlena.
Ketiga, adalah tentang memenuhi ekspektasi.
Tujuan utama pendidikan salah satunya adalah membawa peradaban manusia ke arah yang lebih baik, bahasa sederhananya mungkin menghilangkan kebodohan di muka bumi ini, sebab musuh terbesar kemajuan adalah kebodohan (baik bodoh intelektual maupun bodoh sosial)
sekali lagi, ini perlu ditanamkan kepada seluruh warga Indonesia terutama penganut mazhab ekspektasi materialistik terhadap pendidikan. Bahwa tujuan pendidikan yang utama bukanlah untuk memperkaya diri dengan mendapatkan pekerjaan bergaji minimal dua digit