Mohon tunggu...
Hilyatun Nabilah
Hilyatun Nabilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya merupakan seorang mahasiswa semester 5 prodi ekonomi pembangunan. Saya mempunyai ketertarikan dalam bidang ekonomi, bisnis dan keuangan

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Ketidakstabilan Harga Saham di Indonesia Pra dan Pasca Pandemi Covid-19

27 November 2023   06:55 Diperbarui: 27 November 2023   07:08 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum pandemi COVID-19, nilai harga saham di berbagai sektor dan pasar dunia umumnya mengalami pertumbuhan yang stabil. Pada periode 2018-2019, banyak indeks saham mencatat rekor tertinggi, dan investor cenderung menikmati kenaikan nilai aset mereka. Namun, Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada tahun 2018 ditutup pada level 6.194,50, turun 2,54% dari tahun sebelumnya. Hal Ini merupakan kinerja yang negatif dan merupakan kinerja terburuk dalam 3 tahun terakhir.

IHSG sempat mengalami kenaikan pada awal tahun 2018, bahkan sempat menembus level 6.700. Namun, IHSG mulai mengalami penurunan pada pertengahan tahun 2018, yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1. Terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat dan China
2. Penurunan harga minyak dan batu bara
3. Krisis ekonomi Turki
4. Sentimen terhadap kenaikan suku bunga The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat)

Adanya gejolak ekonomi dunia tersebut, membuat investor merespon negatif sehingga terjadilah penurunan nilai harga saham. Meskipun demikian, pada akhir tahun 2018 nilai harga saham berhasil kembali pulih melawan gejolak ekonomi dunia yang tidak stabil tersebut. Hal ini dapat terjadi karena optimisme para investor terhadap prospek perekonomian di Indonesia sehingga kembali meningkat.

Kemudian pada tahun 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.319,39, naik 17,4% dari tahun sebelumnya. Ini merupakan kenaikan tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kondisi ini melibatkan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil di banyak negara, suku bunga yang cenderung rendah, serta optimisme pasar terkait dengan prospek bisnis perusahaan.

Beberapa sektor, seperti teknologi, kesehatan, dan energi mengalami kinerja yang baik. Perusahaan-perusahaan yang menggunakan teknologi besar, menjadi pendorong utama pertumbuhan saham, sementara sektor kesehatan menunjukkan ketahanan terhadap fluktuasi pasar. Hal ini direspon positif oleh para investor sehingga nilai harga saham bisa kembali meningkat.

Kemudian ketika pandemi menyebar pada tahun 2020, pasar keuangan mengalami penurunan yang tajam di seluruh dunia sebagai respons terhadap ketidakpastian ekonomi dan dampak lockdown yang melibatkan penutupan bisnis dan pembatasan aktivitas ekonomi. Pada tahun 2020, juga banyak PHK massal sebagai respon dari penurunan ekonomi dunia. Segala aktivitas masyarakat dibatasi sehingga mobilitas sangat terbatas untuk mencegah penyebaran Covid-19

Secara umum, awal pandemi menyaksikan penurunan drastis di indeks saham global, dan banyak sektor bisnis mengalami tekanan signifikan. Perusahaan-perusahaan yang terkait langsung dengan sektor perjalanan, pariwisata, dan ritel, misalnya, terpengaruh paling keras. Sehingga pergerakan nilai harga saham menurun drastis.

Namun, setelah fase awal ketidakpastian, pasar mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Seiring dengan peluncuran vaksin dan langkah-langkah pemulihan ekonomi yang diambil oleh berbagai negara serta pemerintah Indonesia. Beberapa sektor, terutama teknologi dan kesehatan, mengalami kenaikan yang signifikan. Beberapa perusahaan teknologi besar bahkan mencatat kinerja yang kuat, karena pergeseran ke arah digital dan bekerja dari rumah meningkat. Sehingga pada tahun 2021 Nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 6.581,5, naik 10,1% dari tahun sebelumnya. Ini merupakan kinerja yang positif, dan merupakan kinerja terbaik dalam 2 tahun terakhir.

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa, kondisi makro ekonomi berpengaruh terhadap pergerakan nilai harga saham di Indonesia bahkan dunia. Hal ini dapat memicu pergerakan trend positif maupun trend negatif pada nilai harga saham tersebut. Ketika kondisi makro ekonomi sedang stabil dan baik akan membuat nilai harga stabil dan cenderung mengalami tend kenaikan. Begitupun sebaliknya, ketika kondisi makro ekonomi mengalami ketidakstabilan akan membuat nilai harga saham cenderung negatif dan mengalami penurunan yang signifikan.

kenaikan dan penurunan harga saham sangat peka terhadap gejolak kondisi makro ekonomi. investor akan langsung merespon ketika terjadinya kenaikan dan penurunan kondisi ekonomi nasional bahkan global. Perubahan positif dalam kepercayaan pasar dan sentimen investor dapat menciptakan pengaruh yang positif untuk saham. Faktor psikologis ini dapat memainkan peran penting dalam pergerakan pasar sehingga nilai kembali naik.

Dengan demikian, pemerintah selalu berupaya menciptakan kondisi makro ekonomi yang stabil melalui kebijakan fiskal maupun moneter. Selain itu, investor juga perlu melakukan diversifikasi portofolio, analisis fundamental, serta pemantauan secara berkala mengenai berita dan trend pasar, sehingga dapat membantu para investor dalam membuat keputusan berinvestasi yang informasional dan berdasar strategi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun