Mohon tunggu...
Hilwa Uhibbukifillah
Hilwa Uhibbukifillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa HI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gentrifikasi Bukan Solusi

4 Juli 2021   09:53 Diperbarui: 4 Juli 2021   10:51 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa bulan lalu tepatnya Januari 2021, di Indonesia sempat geger kasus Kristen Gray. Kasus Kristen Gray ini menyulut emosi beberapa warga Indonesia karena dianggap merupakan upaya gentrifikasi. 

Walaupun banyak yang menganggap bahwa gentrifikasi adalah hal bagus yang berguna untuk meningkatkan pembangunan di suatu daerah. Dalam segi keamanan manusia, gentrifikasi mengakibatkan berbagai masalah sosial yang menyebabkan tergantikannya masyarakat-masyarakat miskin di daerahnya sendiri dengan warga kelas atas yang pindah ke tempat tersebut. 

Kristen Gray adalah seorang wanita yang berasal dari Amerika Serikat yang memutuskan pindah dari Amerika Serikat ke Bali. Lewat twitternya, ia menceritakan bahwa saat ia berada di Amerika Serikat dengan sisa uangnya, ia hanya bisa menyewa tempat tinggal berbentuk studio kecil. Namun, di Bali uang tersebut cukup untuk membeli sebuah rumah megah berpemandangan indah. 

Ia lalu menulis sebuah buku dan mengajak warga Amerika Serikat untuk pindah ke Indonesia. Hal ini tentu saja menimbulkan kemarahan dari warga Indonesia, kemarahan ini berdasarkan pada ancaman gentrifikasi. Perpindahan Kristen Gray mungkin tidak bisa dikatakan sebagai gentrifikasi, namun caranya mengajak orang lain merupakan upaya gentrifikasi. Perpindahan besar masyarakat Amerika Serikat tentu saja akan menyebabkan gentrifikasi yang membuat peningkatan harga perumahan dan sewa sehingga mengancam tempat masyarakat lokal.

Gentrifikasi biasanya menyebabkan dampak negatif seperti perpindahan paksa, pembinaan perilaku diskriminatif oleh orang-orang yang berkuasa, dan fokus pada ruang yang mengecualikan individu berpenghasilan rendah dan orang kulit berwarna. Ketika harga properti meningkat, penduduk asli lingkungan dipaksa keluar dengan berbagai cara. 

Pertama, dengan kenaikan harga bangunan, kesenjangan antara harga bangunan dan pendapatan yang didapat pemilik dari menyewa bangunan tumbuh lebih besar; tuan tanah dengan demikian meningkatkan harga sewa, yang memaksa penduduk berpenghasilan rendah. Kedua, ketika pengembang membangun rumah, mereka tidak membangun rumah ini untuk keluarga berpenghasilan rendah, mereka membangun rumah yang lebih menarik yang tentu saja ditujukan untuk keluarga berpenghasilan tinggi.

Dewasa ini, masalah pembangunan tampaknya menimbulkan masalah pelik dalam negara. Pembangunan yang tidak merata tentu saja menimbulkan kemarahan pada masyarakat di beberapa daerah. 

Kesenjangan sosial antar daerah daerah dalam satu negara juga diakibatkan oleh pembangunan negara yang tidak merata. Solusi-solusi seperti memaksimalkan dana pembangunan negara dengan sebaik-baiknya, meningkatkan kerjasama dengan lembaga dan organisasi daerah, dll. Diantara seluruh solusi tersebut muncul sebuah konsep gentrifikasi yang dianggap bisa membantu penanganan wilayah tertinggal.

Gentrifikasi memungkinkan perpindahan warga-warga dari daerah dengan ekonomi kelas menengah bahkan kelas atas ke daerah ke daerah dengan ekonomi kelas bawah atau lebih rendah. 

Kate Shaw dalam jurnalnya Gentrification: What It Is, Why It Is, and What (2008) menyampaikan bahwa Gentrifikasi menyebabkan terjadinya proses di mana lingkungan perumahan kelas pekerja direhabilitasi oleh warga kelas menegah, tuan tanah dan pengembang profesional. Bagi beberapa pihak, gentrifikasi ini bisa membantu pemerintah negara meningkatkan pengembangan dan pembangunan di daerah daerah. 

Beberapa orang berpendapat bahwa gentrifikasi bermanfaat karena proses gentrifikasi menciptakan lebih banyak pengembangan, investasi ekonomi yang cepat, dan dukungan proyek yang terkait dengan konsumsi dan hiburan. Gentrifikasi terbukti bisa membangun peningkatan pembangunan, membuka lapangan kerja, meningkatnya aktivitas ekonomi dll.

Mengacu pada kasus gentrifikasi yang terjadi di Hawai, gentrifikasi menyebabkan kesusahan terhadap masyarakat miskin. Biaya perumahan dan sewa meningkat pesat membuat masyarakat miskin terpaksa terusir dari daerahnya sendiri dan mencari tempat tinggal di daerah lain. Menurut Dewan Makelar Honolulu, pada September 2015, harga penjualan rata-rata rumah di Oahu mencapai rekor tertinggi $ 730.000, naik 7,6 persen dari tahun sebelumnya dan 17 persen dari 2010. Sehingga menyebabkan penduduk setempat tidak mampu bersaing.

Di Indonesia sendiri, masalah gentrifikasi cukup canggung dibahas, mungkin karena akibatnya tidak terlalu nampak sehingga menyebabkan kurangnya isu ini didiskusikan. Namun, di Indonesia banyak sekali terjadi ketidaksamarataan pembangunan membuat beberapa orang bahkan ahli memikirkan bahwa gentrifikasi adalah solusi terbaik demi mencapai kerataan pembangunan, beberapa masyarakat di internet giat mempopulerkan Indonesia sebagai jawasentris. 

Sebagian besar warga Indonesia memang bertempat tinggal di Jawa, sehingga tidak mengherankan jika kebanyakan pembangunan bertempat di Jawa. Namun, meningkatkan pembangunan di pulau jawa seharusnya tidak membuat pemerintah melupakan pembangunan daerah daerah lain terutama daerah-daerah terpencil yang bahkan tidak mendapatkan 10% pembangunan di kota besar.

Sekali lagi, gentrifikasi mungkin memang bisa membantu peningkatan pembangunan dan teknologi, perpindahan besar masyarakat misalnya dari daerah Jawa ke daerah Luar Jawa tentu bisa memberikan dampak positif seperti pembangunan. Namun perpindahan dalam jumlah besar ini akan meningkatkan biaya pembangunan dan biaya hidup di daerah tersebut. Akhirnya, warga yang berpindah dari tempat dengan pendapatan berkapita tinggi akan dengan mudah menguasai daerah yang memiliki pendapatan berkapita rendah. Sementara warga setempat pada daerah berkapita rendah terpaksa harus berusaha keras atau bahkan terusir.

Akhir kata, walaupun gentrifikasi memiliki dampak positif dalam pembangunan dan peningkatan teknologi dalam suatu daerah. Kita tidak bisa memungkiri bahwa manfaat tersebut datang dengan biaya mahal yang harus dibayar. Warga lokal setempat bisa saja terusir dan kehilangan tempat tinggalnya, hal ini menyakiti hak asasi manusia. 

Keamanan manusia sangat melindungi hak asasi manusia (HAM). HAM adalah seluruh hak yang dimiliki tiap manusia dimana setiap orang harus memiliki hak untuk hidup bebas. 

Bagi saya seharusnya Gentrifikasi tidak seharusnya menjadi bahasan yang tabu untuk dibahas, Indonesia butuh memperkuat studi tentang gentrifikasi baru kemudian sanggup mengatasi gentrifikasi. Saat ini, Indonesia memang terbukti pembangunannya tidak merata. Namun, gentrifikasi bukanlah solusinya.

            

REFERENCE

Chong, E. (2017, September 17). Examining the Negative Impacts of Gentrification. Retrieved Juni 17, 2021, from Georgetown Law: .

Kwong, P. (1999). The New Chinatown 51.

Shaw, K. (2008). Gentrification: What It Is, Why It Is, and What . Geography Compass 2 , 1749-8198.

STAB. (2016, November 15). Priced Out Of Paradise: The Reality Of Gentrification On The North Shore. Retrieved Juni 16, 2021, from Stabmag.com: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun