Guru yang hendak mengundurkan diri ini juga menceritakan tentang suaminya yang mengidap HIV-AIDS dan kematian anaknya yang berumur 4 tahun bernama Manami, diduga terpeleset dan jatuh ke dalam kolam. Namun guru ini tidak mempercayai polisi, dan memilih mengusut kasus yang sebenarnya terjadi.
Guru tadi membeberkan perbuatan kedua muridnya yang membunuh Manami di kelas tersebut tanpa menyebutkan nama kedua murid tersebut. Teman-teman sekelasnya pun dapat dengan mudah menebak siapa pelakunya.
Film ini berdurasi 106 menit, namun di menit-menit pertama saya sedikit bingung karena titik fokus film yang sesuai dengan sinopsisnya telah ditunjukkan di bagian awal film. Namun begitu saya menonton selama setengah jam lebih, film ini mulai memperlihatkan cabang masalah yang diakibatkan perkataan sang guru.
Alur film ini maju-mundur dengan sudut pandang yang berganti-ganti dari beberapa aktor utama. Saya akui cinematography dan efek tambahan film ini bagus dan terkesan natural, tidak berlebihan.
Karena film ini bergenre thriller, maka efek visual film ini memiliki tone yang gelap dan berkesan kelam, sangat mendukung alur cerita yang ditampilkan dengan rapi dan apik.
Ketika guru telah selesai membeberkan perlakuan kedua muridnya yang membunuh putrinya dengan menunjukkan barang bukti, guru menerangkan bahwa kedua muridnya tidak mendapatkan hukuman karena terlindungi oleh Juvenile Law, yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak.
Tentunya sang guru tidak terima, yang akhirnya membuat ‘pembalasan’ kepada kedua murid tersebut dengan caranya sendiri, yaitu menyiksa batin kedua murid itu secara perlahan yang sakitnya berkali-kali lipat.
Ketika guru menjelaskan pelaku pembunuhan Manami, guru menyebut kedua pelakunya itu sebagai murid A dan Murid B. murid A merupakan murid jenius yang memenangkan kontes ilmiah dengan alat ciptaannya berupa dompet yang dapat mengalirkan listrik bagi siapapun yang membuka dompet tersebut. Murid A ini juga menciptakan alat-alat lainnya yang ‘mematikan’, yang digunakan untuk menyiksa hewan.
Sedangkan Murid B hanya merupakan murid biasa yang kerap di-bully oleh teman-teman sekelasnya. Murid B ini tak sengaja ikut terbawa aksi pembunuhan putri dari gurunya karena ajakan dari Murid A. meskipun begitu, Murid B juga turut merasakan ‘hukuman’ kejam yang diberikan oleh gurunya.
Dari pertengahan film hingga ending yang menceritakan kedua murid yang sengsara akibat hukuman gurunya itu, saya bahkan hingga geleng-geleng kepala karena film yang ‘tak biasa’ ini. Dan yang membuat saya bergidik adalah, kejadian seperti di film ini memiliki kemungkinan akan terjadi di dunia nyata.
Bagaimana tidak, remaja adalah masa-masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang dapat dikatakan masa yang rumit, bahkan remaja sendiri sukar memahami dirinya sendiri. Baik dari segi fisik, psikologis, hormon, dan pola pikir mereka sedang berkembang.