Menurut Profesor Mark Griffiths yang merupakan seorang dosen Psikologi di Nottingham Trent University Inggris, ada istilah lain yang lebih spesifik selain Fictophilia, yaitu Toonophilia atau Schediaphilia, daya tarik seksual dan emosional terhadap tokoh kartun animasi dan Gameophilia, yang ditujukan kepada karakter fiksi di dalam video game.
Fenomena seperti ini telah saya lihat sendiri di beberapa platform media sosial, khususnya Tik Tok dan Twitter. Karena saya cukup aktif di kedua media sosial tersebut dan kebetulan saya juga gemar menonton anime, otomatis saya mendapatkan konten seputar anime di beranda Twitter maupun For You Page Tik Tok. Video yang lewat biasanya tentang si pemilik akun yang me-riview anime yang telah ditonton, spoiler alur cerita anime yang sedang ditonton, atau bahkan koar-koar tentang betapa tampan/cantiknya salah satu karakter yang berhasil mencuri perhatiannya.
Tak sedikit pula yang menganggap karakter fiksi daari anime yang ditontonnya itu nyata. Dengan kecanggihan teknologi masa kini, orang-orang berbondong-bondong mengedit foto dirinya dan karakter kesukaannya dalam satu frame. Tak jarang juga yang membeli figur dan bantal karakter kesayangannya yang dapat mereka genggam atau peluk sebelum tidur.
Namun, kita tidak dapat langsung mengatakan bahwa orang-orang seperti itu mengalami Fictophilia, karena bisa jadi hal-hal tersebut hanya merupakan hiburan semata bagi dirinya. Ada juga kok orang-orang yang memiliki karakter fiksi favorit dan tetap menjalani hidupnya di dunia nyata dengan baik bahkan memiliki hubungan dengan lawan jenis di dunia nyata.
Lalu, apa sih ciri-ciri dari Fictophilia?
Menurut brilio.net, ada empat tanda bagi orang-orang yang mengalami Fictophilia, yaitu yang pertama, sering membandingkan. Orang yang menderita Fictophilia sering membandingkan orang-orang di sekitarnya dengan tokoh fiksi yang ia dambakan. Ia beranggapan bahwa tokoh fiksi yang ia idolakan adalah sosok yang paling sempurna dan tiada tandingannya.
Yang kedua, menutup diri. Mereka yang mengalami Fictophilia akan menutup dirinya dari lingkungan sekitar daan selalu berimajinasi tentang kehidupan impiannya jika karakter fiksi mereka hidup bersama dengan mereka.
Yang ketiga, meminta pasangan agar menyerupai tokoh idola mereka. Nyatanya, bukan hanya para jombo saja yang dapat mengalami Fictophilia ini, mereka yang telah memiliki pasangan juga bisa. Mereka tak segan-segan menyuruh sang kekasih untuk mengubah model rambut, cara berpakaian, gaya bicara, dan lainnya agar seperti karakter fiksi favoritnya. Hal ini bukanlah hal yang wajar dan sudah akut. Pacar kalian kaya gini, nggak?
Dan yang keempat, selalu memikirkan tokoh fiksi idolanya. Orang-orang yang terus memikirkan tentang tokoh fiktif idolanya tanpa sadar hal tersebut akan menjadi sebuah masalah dalam kepribadiannya. Mungkin bagi mereka itu bukanlah hal yang serius, namun hal itu adalah pemicu terjadinya gangguan pada kepribadiannya.
Boleh saja memiliki sosok idola dari karakter fiksi, namun jangan berlebihan sampai-sampai meninggalkan hal-hal penting di dunia nyata. Dan perlu diingat jika tidak setiap orang yang memiliki karakter fiksi favorit itu adalah orang yang mengalami Fictophilia.
Jadi, jangan langsung menganggap orang yang suka dengan suatu karakter fiksi itu orang yang memiliki gangguan kepribadian. Jika mereka tidak merugikan dan mengganggu kita, apa salahnya membiarkan mereka menikmati hobinya.