Mohon tunggu...
Hilmi Inaya
Hilmi Inaya Mohon Tunggu... Penulis - connect with me: hilmiinaya4@gmail.com

Write what do you want, what do you think, what do you feel, and enjoy it

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Politik Hukum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1973 dan 1978

1 September 2022   20:50 Diperbarui: 1 September 2022   21:08 1684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya untuk melakukan pembangunan nasional telah ada sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang dikenal dengan kebijakan politik etis yang pada awalnya kebijakan tersebut hanya bertujuan untuk keuntungan Pemerintah Hindia Belanda. 

Kebijakan politik etis tersebut ternyata membawa dampak positif bagi negara dengan lahirnya kaum-kaum intelektual yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, negara sibuk untuk mempertahankan kemerdekaan dari serangan eksternal maupun internal yang sedang berkecamuk. 

Meskipun begitu, bukan berarti tidak terdapat usaha-usaha untuk melakukan pembangunan nasional pasca penjajahan. Beberapa upaya telah dilakukan pada masa orde lama dengan kepemimpinan Presiden Soekarno seperti dibentuknya Badan Perancang Ekonomi yang berfokus pada nasionalisasi aset-aset negara. 

Kemudian, Badan Perancang Ekonomi diganti dengan Panitia Pemikir Siasat Ekonomi dan pada tahum 1948 muncul Plan Produksi Tiga Tahun RI.

 Selanjutnya, pada tahun 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang realisasi pelaksanaannya termuat dalam dokumen GBHN yang pertama kali ditetapkan melalui Perpres Nomor 1 Tahun 1960 dan dikuatkan dengan Tap MPRS Nomor 1/MPRS/1960. Mulai saat itulah Indonesia mencantumkan arah pembangunan nasional dalam dokumen GBHN. 

Pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto, GBHN tahun 1973 yang ditetapkan melalui Tap MPR Nomor IV/MPR/1973 menjadi tonggak awal arah pembangunan nasional pada masa orde baru. Kemudian terdapat Tap MPR Nomor V/MPR/1978 yang menjadi wacana lanjutan dalam agenda pembangunan nasional. Maka, total terdapat 6 GBHN yang berhasil ditetapkan pada masa orde baru.

 Dalam dokumen GBHN tahun 1973 dijelaskan bahwa GBHN adalah Haluan Negara dalam garis-garis besar yang merupakan pola umum pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) setiap lima tahun sekali dengan tujuan untuk mewujudkan cita-cita Bangsa Indonesia sesuai amanat dalam Pembukaan UUD 1945.

[2] Pengertian tersebut mulai ditambahkan pada GBHN 1978 bahwa pola umum pembangunan nasional didasarkan oleh pernyataan kehendak rakyat untuk mewujudkan tujuan nasional seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. 

 Arah Pembangunan Jangka Panjang pada GBHN 1973 berfokus untuk menciptakan masyarakat maju, adil, dam makmur berasaskan Pancasila melalui pembangunan ekonomi. Begitu pula pada GBHN tahun 1978 yang masih berkutat dengan melanjutkan pembangunan ekonomi untuk mencapai keseimbangan dalam bidang industri dan pertanian. 

Mengingat bahwa terjadi kesenjangan antara masyarakat yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor perindustrian yang dapat menyebabkan tidak meratanya pembangunan nasional. 

Terjemahan pembangunan ekonomi pada GBHN tahun 1973 dan 1978 ditekankan dalam kegiatan koperasi untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, perluasan lapangan kerja yang selaras dengan pembangunan sistem pendidikan, peningkatan program KB, serta transmigrasi penduduk. 

Pada zaman orde baru, pengejawantahan poin-poin di atas disebut dengan Trilogi Pembangunan yakni pembangunan yang berfokus pada stabilisasi nasional yang sehat dan dinamis, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan pemerataan pembangunan sehingga terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

 

Terdapat beberapa perbedaan mendasar pada arah hukum politik GBHN 1973 dan 1978. Berikut tabel perbedaan dasar arah politik hukum GBHN 1973 dan 1978:

Sumber: diolah dari berbagai sumber
Sumber: diolah dari berbagai sumber

Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun) menjadi pengejawantahan dari dokumen GBHN yang menjadi program kerja pada masa orde baru yang diinisiasi sejak tahun 1969. GBHN 1973 memasuki era Repelita II yang berfokus pada sektor petanian dengan meningkatkan pengolahan industri dari bahan mentah menjadi bahan baku. 

Sedangkan GBHN 1978 memasuki era Repelita III yang masih berfokus pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Tahapan-tahapan Repelita tersebut berciri khas perspektif modernis yang menganggap bahwa pembangunan dilaksanakan secara bertahap dan terencana.

 Penambahan asas kesadaran hukum dan kepercayaan terhadap diri sendiri pada GBHN 1978 dipandang penting karena kesadaran hukum berpengaruh terhadap kepatuhan hukum dalam proses pembangunan yang terencana dan terarah. Sehingga dapat mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. 

Bertambahnya poin ketahanan nasional dalam Pola Pembangunan Nasional GBHN 1978 menjadi konsekuensi atas bertambahnya ABRI sebagai modal dasar pembangunan nasional. Sistem pertahanan yang dibangun pada GBHN 1978 dikenal dengan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta diwujudkan melalui ABRI yang menjadi kekuatan Hankam dan kekuatan sosial. 

Demikian persamaan dan perbedaan dalam GBHN 1973 dan 1978 yang sebenarnya belum terdapat banyak perubahan poin pembangunan nasional yang tercantum dalam naskah tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun