Mohon tunggu...
HilmyAnis
HilmyAnis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Senang membagikan berbagai tulisan sebagai sarana untuk bertukar pikiran dan opini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Harus Sekarang

13 Februari 2024   11:20 Diperbarui: 13 Februari 2024   11:32 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Siang itu Rara asik menelusuri dunia maya. Mulai dari postingan liburan selebgram, kontroversi anak artis, foto meme yang menggelitik, hingga berbagai promo belanja online. Siapa yang tidak betah menjelajahi dunia padahal hanya rebahan semata. Diusianya yang menginjak remaja, ia mudah sekali tergoda untuk mengikuti tren yang sedang ramai memenuhi beranda. 

Waktu itu, bermunculan video tren membuat makanan dengan mencampurkan berbagai bahan agar menciptakan rasa baru. Tentu saja Rara tertarik untuk mencobanya. Ia langsung berlari mencari ibunya,

"Ibu! Ibu! Ayo kita cobain makanan ini, sepertinya enak!" ajak Rara penuh semangat. 

Ibunya melihat video yang Rara maksud, lalu tersenyum melihat Rara yang begitu antusias, dan menjawab dengan tenang, "Iya nanti kita beli ya."

"Ayo sekarang saja Bu! Aku sudah ga sabar pengen cobain!" bujuk Rara sambil menarik-narik lengan ibunya.

"Yaudah ayo siap-siap dulu," jawab Ibunya yang akhirnya luluh, ia tidak ingin melihat anak kesayangannya cemberut.

"Asikk! Terimakasih Bu!" balas Rara langsung berlari ke kamar.

Mereka berdua langsung melaju mencari toko penjual makanan yang dimaksud. Sangat disayangkan, siang itu kota metropolitan penuh dengan kendaraan. Asap bahan bakar bercampur menjadi satu dengan hawa panas. Tidak ada satu orang pun yang tahan dengan kondisi udara seperti itu.

Sialnya, rasa antusias Rara mulai memudar. Ia merasa sebal dengan macet yang tak kunjung ada ujungnya dan udara yang sumpek. Dia hanya bisa melihat keluar sambil membayangkan betapa enaknya ia bisa mencoba makanan itu. Pasti rasanya manis, dingin, dan penuh dengan coklat. Memang tidak salah mengidolakan coklat sedari dulu.

"Mau sampai kapan sih macetnya?! Keburu habis nanti," sambat Rara penuh amarah.

"Sabar sayang, yang punya keperluan ngga kamu aja," balas ibunya dengan nada yang mencoba menenangkan Rara. 

"Kalau habis nanti gimana Bu?" tanya Rara cemas. Ia takut tidak bisa mencobanya dan hanya bisa melihat orang lain menikmati rasa enaknya.

"Kita cari yang lain," jawab Ibunya memberi saran.

"Tapi aku maunya yang itu Bu, ngga mau yang lain," balas Rara yang tetap kukuh dengan keinginannya. Baginya, apa yang ia mau, harus ia dapatkan.

"Lihat nanti ya sayang," ucap Ibunya sambil memutar stir mobil.

Setelah 30 menit berkutik di jalanan, akhirnya Rara dan Ibunya sampai di toko yang dimaksud. Namanya juga baru tren, tentu banyak orang yang mengincarnya. Toko itu penuh dengan orang berjejer ke belakang. Rara dan Ibunya saling bertatapan, dengan Rara yang rasa cemas dan ragu, sedangkan Ibunya berusaha memberikan afirmasi positif dengan mengangguk pelan. 

Belum genap mengantri 5 menit, pihak toko memberikan pengumuman jika makanan yang Rara incar habis dan akan ada lagi besok pagi. Mengetahui itu, Rara kecewa, muka memelas tak berdaya ia tampakan. Ia masih tidak menyangka akan habis secepat ini. Di kepalanya masih berkata, hah?

Ibunya yang tidak tega, langsung mengajaknya untuk mencari di toko lain, "Yaudah kita cari ke toko lain yuk!" 

Rara hanya mengangguk pelan. Ia masih berharap agar bisa merasakan gigitan pertama makanan itu. 

Toko kedua yang ia datangi pun mengatakan bahwa makanan yang dicari telah habis. 

"Maaf dek, makanan yang dipesan telah habis terjual," ucap mbak kasir itu.

Harapan Rara terpatahkan untuk kedua kalinya. Ia nyaris kehabisan harapan.. 

"Kita coba di toko dekat pinggir kota, siapa tau disana ada," ucap Ibunya memberinya harapan sekali lagi. 

Namun, hasilnya sama saja. Makanan yang Rara cari habis dibeli orang lain. Rara semakin kehilangan kepercayaan diri. Ia merasa tidak izinkan mencicipi makanan itu sedikit pun. Harapannya tersisa 8 persen.

Setiap ditanya ibunya, "Ada?"

Ia selalu menggelengkan kepala tanpa berucap. Seketika Ibunya mengerti yang ia maksud. 

"Oke, kita coba ke toko rekomendasi teman ibu," hobi Ibunya sambil memutar stir mobil.

"Jikalau habis lagi gimana Bu?" tanya Rara dengan nada memelas.

"Kita coba dulu ya," jawab Ibunya mencoba menenangkan Rara dengan sepetik harapan lagi. Rara hanya bisa mengangguk sambil melihat keluar.

Tidak sadar, hari semakin sore. Langit yang tadinya biru dan abu karena banyaknya asap kendaraan, kini menjadi lebih terbuka dan menampakkan langit orange. Manis sekali melihat langit yang terukir jelas di depan matanya itu. Bohong jika ia tidak merasa kagum. Apapun tentang langit, Rara selalu berada di barisan depan. Ia sedikit menarik senyum di bibirnya. Matanya merekam semua yang ia lihat. Ia merasa masih diberikan harapan besar untuk merasakan hal-hal yang indah.

Ibunya yang melihatnya, merasa lebih lega. Ia merasa tidak salah mengambil jalan ini, Rara bisa dengan puas melihat pemandangan kesukaannya itu. Ia membiarkan Rara menikmati kekagumannya itu sendirian.  Walaupun harus berputar lebih jauh, setidaknya bisa menyusutkan rasa kecewa yang Rara rasakan. 

Tidak sadar, mereka berdua telah sampai di tempat yang dituju. Ibunya merangkul pundak Rara yang masih mencoba menerima energi positif setelah melihat itu. Untuk keempat kalinya, Rara merasa tertolak. Makanan yang ia incar, habis diborong orang lain. Tentu saja rasa kecewanya tidak terbendung. Sudah empat kali berpindah toko, hasilnya sama saja, nihil. 

Tidak tega melihat Rara semakin menunduk, ibunya berucap, "Ngga papa sayang, Ibu tau kamu pengen cobain banget, tapi belum untuk hari ini. Ngga semua yang kamu pengen, harus terjadi sekarang, bisa saja esok nanti. Semoga besok kamu bisa cobain, gantian sama orang lain, kan yang pengen itu ngga cuman kamu. Gapapa ya?" 

Rara hanya bisa tersenyum mendengar itu. Perkataan ibunya ternyata ada benarnya juga, lagipula itu adalah incaran banyak orang, wajar jika habis dimana-mana.

"Yaudah, kita makan sushi yuk, katanya lagi ada promo nih," ajak Ibunya berusaha mengalihkan perhatian Rara agar tidak semakin kepikiran makanan itu. Ibunya paham, Rara tidak mungkin menolak untuk diajak makan sushi. Dengan bersemangat, mereka berdua memasuki restoran sushi favorit mereka. 

'Walaupun aku tidak bisa cobain makanan itu, tapi aku bisa cobain sushi favoritku tanpa meminta. Lagipula sore ini langitnya cantik banget, langka sekali rasanya aku bisa menikmati langit seindah itu,' batin Rara.

Rasa semangatnya kembali muncul. Aura bahagianya kembali terpancar. Hari ini ia merasa tidak rugi sama sekali, ia merasa sangat beruntung. Senyum dan tawanya kini melekat padanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun