Mohon tunggu...
Hilmy Abyansyah
Hilmy Abyansyah Mohon Tunggu... Freelancer - -

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Putus (Part 1)

23 Maret 2021   20:03 Diperbarui: 24 Maret 2021   08:21 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Layaknya School Couple pada umumnya, sebelum pulang kami selalu nge-date di taman sekolah, dengan dalih belajar dan dengan membawa tumpukan buku yang urung kami baca, kami duduk takzim, membicarakan apa yang bisa dibicarakan, dari mulai yang membuat tertawa hingga yang membuat berkaca-kaca, dari mulai kawin-cerai artis, drama korea hingga skandal asmara terlarang guru di sekolah. Obrolan kami berakhir ketika matahari sudah mulai tumbang di cakrawala. 

Di penghujung masa SMA obrolan kami monoton, hampir semua tentang di universitas mana kami kuliah dan jurusan apa, begitupun hari itu, hari Senin yang biasa saja.

“Daf, setelah aku ngobrol sama Ayah Ibu, juga nimbang-nimbang soal biaya kuliah dan biaya hidup, aku mau kuliah di Yogya aja deh, di Psikologi UGM, keknya dari info guru BK, nilaiku udah pasti masuk tuh” sembari melempar senyum di ujung kalimat

“Hihi, cocok tuh” timpalku

“Kalau anda bagaimana Baginda Dafa Gejrot?” tanya bebek sambal tertawa

“Aku sih di Unpad aja Bek, ambil Antropologi, kata guru BK kemarin, cuma disitu jurusan yang pasti masuk, makanya mau gak mau aku ambil disitu Bek”.

“Oooh gitu ya” bibirnya sedikit manyun

“Kenapa Bek?” tanyaku penasaran

“Gak papa kok” jawab Bebek

Sejujurnya aku ingin bertanya sesuatu, tapi pertanyaan itu tak kunjung keluar dari ujung kerongkongan, tertahan oleh keraguan diriku sendiri.

Lalu kami berdua diam, menyisakan keheningan di tengah suasana sekolah yang masih agak ramai, dengan beberapa anak kelas 11 bermain basket, dan petugas kebersihan yang perlahan menyapu jalan tanah. Kepala Bebek sedikit menunduk, lalu dia menarik nafas dalam-dalam, menghirup udara hangat khas pukul tiga sore, wajahnya kusut, dan bodohnya aku tidak berani lagi bertanya, apa yang sebenarnya terlintas di kepalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun