Mohon tunggu...
Hilmi Tsaqif Muzakki
Hilmi Tsaqif Muzakki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hukum - Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Keabsahan Melakukan Pernikahan Ketika Hamil?

1 Maret 2023   20:35 Diperbarui: 1 Maret 2023   20:35 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Madzhab Maliki

  • Berpendapat jika perkawinan hamil tidak diperbolehkan menikah dengan laki-laki yang tidak menghamilinya, namun untuk menikahi laki-laki yang menghamilinya harus melewati syarat taubat.

3. Madzhab Syafi'i

  • Berpendapat jika perkawinan hamil di anggap sah asalkan si perempuan tidak terikat dengan dengan perkawinan. Menikah i wanita hamil diperbolehkan baik dengan laki-laki yang menghamilinya, ataupun yang lainnya, namun tidak boleh di gauli sampai wanita itu melahirkan.

4. Madzhab Hambali

  •  Imam Hambali berpendapat jika perkawinan hamil tidaklah sah kecuali dengan 2 syarat dia telah bertaubat dan harus menunggu masa Iddah untuk mendapatkan kesucian rahim dari wanita.

5. Imam Ja'fari

  • Berpendapat sama dengan imam-imam yang lain, yaitu hukumnya sah bagi laki-laki menikahi wanita hamil, baik laki-laki yang menghamilinya maupun bukan. Namun dengan syarat harus bertaubat terlebih dahulu.

                       

Tinjauan Secara Sosiologis, Religious Dan Yuridis Pernikahan Wanita Hamil

Pernikahan saat wanita sedang hamil dalam konteks sosiologis, jika diperhatikan penyebab terjadinya fenomena ini dikarenakan pergaulan bebas. Memang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pernikahan wanita hamil sah-sah saja, akan tetapi jika dilihat dari penerapan masyarakatnya langsung khususnya masyarakat Indonesia, kebanyakan dari mereka ketika ada perempuan yang hamil diluar nikah jika ingin menikah harus menunggu sampai bayinya lahir, namun ada juga yang masyarakat yang menikah dalam keadaan hamil dan biasnya masyarakat yang seperti ini memiliki tujuan lain yaitu menutupi aib wanita yang hamil diluar nikah itu, dikarenakan dapat menimbulkan prasangka dan stigma negatif dari masyarakat sekitar dan juga memang budaya dari orang Indonesia yang sensitif ketika ada hal yang dapat merusak norma-norma yang ada dan sudah terbentuk, khusunya norma agama. Belum lagi ada akibat yang akan diterima jika melanggar norma tersebut, seperti akan di cap tidak baik atau akan mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat dan itu merupakan sebuah aib, bahkan bisa menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat, sehingga terjadinya perilaku menyimpang dalam pergaulan para remaja sperti seks bebas yang mengakibatkan kehamilan sebelum menikah. Dalam permaslaahan ini harus segera diantisipasi, terutama para orang tua yang memiliki anak usia remaja, sudah menjadi kewajiban orangtua memberikan pengawasan ketat dalam pergaulannya.

Jika dilihat dari konteks religious, pernikahan wanita hamil sebenarnya dalam Islam tidak diperbolehkan, hal ini didasri pada Al-Quran surah at-thalaq ayat 4 yang berbunyi: "Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya." Namun ada perbedaan pendapat dari mazhab syafii yang memperbolehkan menikahi wanita hamil.

Jika ditinjau dari segi yuridis, yang pertama Perkawinan wanita yang hamil diluar nikah adalah sah apabila sudah terpenuhi rukun dan syarat perkawinan hal ini dikarenakan Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan tidak diatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan.Artinya bahwa apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam hukum agama, maka perkawinan tersebut dianggap sah. Kemudian yang kedua menurut pasal 53 kompilasi hukum islam yaitu:

  • Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
  • Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
  • Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Adapun penjelasan dari ketentuan dalam KHI pasal 53, yaitu:

  • Perkawinan wanita hamil diperbolehkan kepada siapa saja yang dalam keadaan hamil tanpa ada sebab-sebab ketentuan kehamilannya.
  • Perkawinan wanita hamil dapat dilakukan dengan laki-laki yang menghamilinya.
  • Perkawinan wanita hamil dilaksanakan tanpa adanya pelaksanaan had (rajam) terlebih dahulu manakala kehamilan disebabkan oleh perzinaan yang disengaja dan jelas.
  • Perkawinan wanita hamil dapat dilaksanakan tanpa menunggu kelahiran anak dalam kandungan.
  • Perkawinan yang telah dilaksanakan tersebut sudah menjadi perkawinan yang sah dan tidak perlu adanya pengulangan nikah.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun