Mohon tunggu...
Hilmi Lukman Baskoro
Hilmi Lukman Baskoro Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Jember

Menulis topik mengenai sastra dan kebudayaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana NU, Muhammadiyah, dan LDII di Desa Bercak Berdampingan dengan Rukun?

16 Agustus 2023   13:59 Diperbarui: 16 Agustus 2023   14:23 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena demikian tidak mengherankan jika melihat perbedaan praktik dan teori beragama yang cukup kontras antara LDII dengan NU dan Muhammadiyah, bahkan dengan beberapa ormas lainnya. Di daerah lain telah banyak ditemukan konflik kemasyarakatan yang disebabkan perbedaan praktik dan teori agama. 

Tetapi LDII tidak berhenti sebatas itu. LDII berusaha agar ia diterima masyarakat. LDII berusaha berbaur dan merangkul masyarakat. Seperti yang dikatakan Bapak Jupri, bahwa LDII menganggap "apa yang ada di dalam hati tidak bisa dipaksakan, tapi dalam kehidupan bermasyarakat harus tetap menjunjung tinggi kebersamaan." Dan kebersamaan itu tidak bisa tercipta sekonyong-konyong, tetapi harus dibangun dari bawah. 

Usaha Mencapai Kerukunan 

Salah satu cara untuk mengusahakan kerukunan antara ketiga ormas tersebut adalah dengan perantara Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ketiga ormas tersebut berada di bawah naungan MUI. Beberapa kali dilakukan kegiatan swadaya yang melibatkan ketiga ormas tersebut. Yang terbaru, adalah ucapan Hari Raya Idul Adha 1445 H dalam bentuk banner. Ketiganya akan terus mengusahakan kegiatan yang mengakomodir kepentingan bersama. 

Selain itu, kerukunan antarormas ini tercapai karena pemikiran dasar ketiga ormas. NU melandaskan diri pada kemanusiaan, Muhammadiyah senantiasa terbuka, dan LDII menghindari pemaksaan. Ketiganya memilih cara-cara halus untuk saling merekatkan diri. 

Catatan buruknya, diketahui bahwa kediaman salah satu pimpinan ketiga ormas ini pernah mengalami pelemparan batu oleh orang tak dikenal. Peristiwa tersebut terjadi saat Gus Dur, Presiden Indonesia ketiga, dilengserkan. Sejauh ini, itu adalah persekusi terakhir. 

Pemisahan antara aspek sosial dan praktik agama dalam kehidupan sehari-hari juga mendukung minimnya seteru ketiga ormas tersebut. Yang sebenarnya menjadi titik tumpu seteru adalah teori dan praktik beragama. Maka dari itu, pemisahan ini berdampak sangat signifikan. 

Selama tidak ada sumbu yang tersulut di antara ketiga ormas, kerukunan ini akan terus berlanjut. Mungkin akan lebih menakjubkan apabila, meskipun melibatkan kehidupan beragama dalam berhubungan, ketiganya dapat tetap rukun. Barangkali itulah pekerjaan rumah untuk masyarakat Bercak. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun