Mohon tunggu...
Grib
Grib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Alam

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ekspedisi Tiga Pilar Langit BLS

10 Oktober 2023   21:10 Diperbarui: 10 Oktober 2023   22:18 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak gunung buleud/Dok Pribadi

EKSPEDISI TIGA PILAR LANGIT BLS

Mahasiswa Pecinta Alam Civics Hukum (MAPACH) FPIPS UPI mengadakan kegiatan Ekspedisi Tiga Pilar Langit BLS (Buleud, Lalakon, Singgah) di Kabupaten Bandung. Minggu (9/9/2023). Kegiatan yang bertemakan "Menjaga dan Melestarikan Lingkungan melalui Agrofosrestri".

Minggu tanggal 9 september pukul 06.30 WIB kami berkumpul di gate 2 upi untuk melaksanakan pemberangkatan xpdc 3 pilar langit BLS ( Buleud-Lalakon-Singa). Pada pemberangkatan ini terdiri dari 6 anggota muda dan 2 anggota penuh. 

Sebelum memulai perjalanan kami melaksanakan do'a Bersama terlebih dahulu. Perjalanan kami tempuh cukup jauh dengan kondisi lalu lintas yang tidak terlalu ramai. 

Dengan durasi perjalanan kurang lebih selama 2 jam. Perjalanan sempat terkendala karena ada gangguan transportasi (ban bocor) sehingga harus diperbaiki terlebih dahulu

Sekitar pukul 08.30 kami tiba dibase camp gunung buleud. Sesampainya disana kami memakirkan motor. Selanjutnya, kami melakukan persiapan, kemudian berdoa dan memulai perjalanan menuju puncak gunung buleud.

Sesampainya di puncak, kami rehat sejenak dan melanjutkan sesi dokumentasi. Pada pukul 09.50 kami melanjutkan perjalanan turun kemudian tiba dibase camp pada pukul 10.10 WIB. 

Pada saat kami menuju di kaki gunung Buleud, kami melakukan wawancara dengan salah satu warga  menurut Dole gunung buleut merupakan gunung yang memiliki legenda di masyarakat, legenda tersebut ialah legenda tentang kisah Dayang Sumbi dan Sangkuriang yang menyambung dengan legenda Tangkuban Parahu. Warga setempat mengatakan bahwa Dayang Sumbi dan Sangkuriang tinggal di sekitar gunung buleut.

Gunung buleud pun sangat bermanfaat terhadap masyarakat sekitar gunung buleud, karena sumber air di gunung tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari hari masyarakat sekitar. Gunung buleut pun sempat menjadi tempat penelitian yang dilakukan oleh para ahli geologi dan zoologi kenamaan. 

Pada 19 Mei 1858, Dr. Hchstetter dan Dr. Eliza de Vrij tiba di Gunung Buleud untuk meneliti formasi batuan yang berada di pinggir jurang dengan ukuran tinggi menjulang. Jika dilihat dari kejauhan, batu ini tampak seperti candi.

Ekspedisi Novara dimulai tanggal 30 April 1857 sampai 26 Agustus 1859. Selama melakukan perjalanan mengelilingi dunia, tercatat 30 kali mereka berhenti di berbagai penjuru dunia. 

Di Nusantara mereka melakukan penelitian di beberapa tempat. Di antaranya di Gunung Gede, Gunung Tangkubanparahu, Gunung Buleud, Curug Halimun, Curug Jompong dan beberapa tempat lainnya di sekitar perbatasan Distrik Rongga (sekarang Cililin) dengan Cianjur.  

Terpilihnya Gunung Buleud menjadi salah satu bagian penelitian tidak terlepas dari peran Franz Wilhelm Junghuhn. Ketika tim ekpedisi tiba di nusantara, salah satu agendanya adalah menemui seorang ilmuwan besar yang namanya sudah terkenal di Eropa, yaitu Junghuhn. Bahkan, mereka sengaja datang ke kediaman Franz Wilhelm Junghuhn di Lembang, Bandung utara.

Junghuhn kemudian memberi rujukan tempat yang cocok dengan tujuan tim ekpedisi Novara ini. Junghuhn memilih Gunung Buleud karena di gunung ini bisa diungkap berbagai spesimen batuan yang mewakili pegunungan tersier di Jawa.

Pada pukul 10.52 kami melanjutkan perjalanan menuju base camp gunung lalakon. Kemudian tiba pada pukul 11.35 WIB. Pada jam 12.15 WIB kami memulai perjalanan menuju puncak gunung lalakon. 

Selama perjalanan kami Istirahat sebanyak 2 kali dengan durasi 15 menit. Sampai akhirnya tiba dipuncak gunung lalakon pada pukul 13.13. karena kondisi cuaca sangat panas, setelah melakukan dokumentasi kami langsung turun menuju base camp. Setelah sampai dibase camp kami istirahat selama kurang lebih 50 menit.

Puncak gunung lalakon/Dok Pribadi
Puncak gunung lalakon/Dok Pribadi

Gunung Lalakon merupakan sebuah gunung yang terdapat di Kampung Jelegong, Desa Badaraksa, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan memiliki ketinggian 870 Meter. 

Gunung Lalakon dikenal dengan bentuknya yang kerucut menyerupai bentuk sebuah pyramid, atau dikenal juga dengan nama puncak sebelas karena terdapat 2 tower milik PLN di puncak gunung tersebut yang terhubung dengan PLTA Saguling, struktur berbentuk piramida di dalam bukit itu. Ada undak-undakan, mirip tangga menuju puncak piramida. 

Di bagian dasar, ada semacam pintu, dan tampak juga sesuatu yang mirip lorong di dalamnya. Gunung Lalakon dikenal sebagai Gunung yang angker oleh Masyarakat sekitar, hal ini dipercaya oleh Masyarakat sekitar karena banyak kejadian mistis yang terjadi di Gunung Lalakon. Masyarakat sekitar sering memperingati pendaki ataupun pengunjung untuk hati-hati atas ke angkeran Gunung Lalakon, menjaga sikap adalah hal yang paling utama di sana. 

Menurut Masyarakat sekitar untuk mendaki Gunung Lalakon tidak boleh dilakukan siang hari, hal tersebut dikarenakan sering terjadinya hal-hal mistis ketika mendaki Gunung Lalakon di siang hari. 

Masyarakat sekitar pun menuturkan bahwasannya banyak kejadian yang hingga merenggut nyawa di Gunung Lalakon tersebut, salah satu kejadiannya pernah ada seorang pelajar yang menjadi korban jiwa seusai dirasuki pada saat berada di gunung tersebut, hal ini disampaikan oleh beberapa Masyarakat di sekitar Gunung Lalakon.

 Selain itu salah satu Masyarakat pun menuturkan bahwa dia pernah disesatkan pada saat jalan jalan di Gunung Lalakon tersebut hingga ke tempat yang jauh dari daerah tersebut.

Gunung Lalakon menyimpan banyak sekali situs batuan seperti Batu Lawang, Batu Pabiasan, Batu Warung, Batu Pupuk, Batu Renges, Batu Gajah, dan sebuah Batu Panjang yang berada diatas puncal Gunung Lalakon. 

Menurut seorang Masyarakat setempat, "nama Lalakon secara Filosofis, Gunung Lalakon adalah lambang sebuah lakon dari kehidupan manusia, batu batu tadi mempresentasikan profesi (lakon) yang dipilih oleh manusia".

Selain menyimpan situs batuan, Gunung Lalakon menyimpan banyak misteri yang unik lainnya. Masyarakat sekitar Gunung Lalakon sempat dihebohkan dengan berita penemuan struktur pyramid yang merupakan buatan manusia terkubur di dalam Gunung Lalakon, para peneliti melakukan uji geolistrik dan uji seismik di 18 titik pada beberapa tempat di Indonesia. Semua serupa yaitu indikasi adanya sebuah struktur bangunan yang mirip piramida di bawah bukit. 

Dari hasil geolistrik tampak struktur berbentuk piramida di dalam bukit itu. Ada undak-undakan, mirip tangga menuju puncak piramida. Di bagian dasar, ada semacam pintu, dan tampak juga sesuatu yang mirip lorong di dalamnya. Para ahli geologi yang ikut dalam penelitian di Gunung Lalakon itu percaya ada semacam struktur geologis tak biasa di dalam gunung menyerupai piramida itu.

Pada September 2017 dikawasan Gunung Lalakon ditemukan artefak arca  "NagaLiman" Naga kepala Gajah, yang kini disimpan di museum Sri Baduga. Warga menemukan artefak kepala naga di Gunung Lalakon, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Benda tersebut saat ini disimpan di Museum Sri Baduga Bandung. Artefak ini disebut-sebut memiliki kemiripan dengan Paksi Nagaliman yang ada di Cirebon. 

Sejarawan Cirebon, Opan Safari, mengatakan artefak kepala naga yang ditemukan warga di Gunung Lalakon itu kalau dilihat bentuknya memang mirip Paksi Nagaliman Cirebon. Bedanya, sambung dia, jika Paksi Nagaliman ialah gabungan dari tiga hewan mitologi yaitu burung, naga (ular), dan gajah, sedangkan artefak kepala naga itu punya unsur dua hewan mitologi yakni ular dan gajah.

Terlepas dari keyakinan tersebut, secara geologis, Gunung Lalakon merupakan satu dari banyak bukit di utara Soreang atau selatan Cimahi yang merupakan produk aktivitas magmatik selama Kala Pliosen, sekitar 4 juta tahun yang lalu. 

Dalam kala itu, aktivitas magmatik di sekitar Gunung Lalakon merupakan indikasi awal bergesernya jajaran magmatik-vulkanik ke arah utara di Jawa Barat. Maka di kawasan tersebut, selain Gunung Lalakon yang memang membentuk morfologi kerucut, dapat dijumpai kerucut-kerucut lain, di antaranya Pasir Salam Masoro di rangkaian Gunung Lagadar, Gunung Bohong Cimahi, Pasir Selacau di Batujajar, Gunung Pancir dan Gunung Paseban di Cipatik, hingga Gunung Singa dan Gunung Sadu di Soreang. Ke arah Cililin, sisa-sisa kompleks gunung api purba ini semakin meluas.

Puncak gunung singa/Dok Pribadi
Puncak gunung singa/Dok Pribadi

Kami melanjutkan perjalanan menuju gunung singa sekitar pukul 15.40 dan tiba dibase camp pukul 16.10. Selama perjalanan menuju gunung singa kami istrirahat sebanyak 2 kali dengan durasi 10 menit. 

Perjalanan memakan waktu selama kurang lebih 1 jam pada akhirnya tiba dipuncak gunung singa pada pukul 17.00. tidak berselang lama turun hujan, sehingga perjalanan turun tertunda dan kami harus berteduh di pos. setelah hujan reda kami memutuskan untuk segera turun pada pukul 18.50 dan tiba dibase camp sekitar 30 menit kemudian. 

Setibanya dibase camp gunung singa, Kami persiapan untuk pulang. Mulai berangkat pukul 19.48 perjalanan pulang memakan waktu selama kurang lebih 2 jam dan pada pukul 21.10 kami tiba dikediaman masing-masing. 

Gunung Singa termasuk gunungapi purba atau fosil gunungapi, karena gunung ini sudah tidak menunjukkan adanya kegiatan kegunungapian. Namun, bukit ini memberikan beberapa petunjuk, bahwa semula, gunung ini merupakan gunungapi yang aktif.

Disebut gunungapi purba karena gunung api ini pernah aktif pada masa lampau, tetapi sekarang sudah mati, sudah tererosi bagian luarnya. Bahkan, karena tingkat erosinya yang kuat dan lama, sudah sangat lanjut, maka penampakan sisa tubuh gunungnya sudah tidak seperti gunungapi aktif saat ini yang berbentuk kerucut berkawah.  

Di lereng utara Gunung Singa, terdapat lava pejal, dan di dekat rungkun bambu, terdapat tiang-tiang lava yang besar. Adanya magma yang kemudian membeku, merupakan ciri, bahwa pada masa lalu, setidaknya empat juta tahun lalu, Gunung Singa merupakan gunungapi aktif.

Selain itu di gunung Singa terdapat situs bersejarah bagi Masyarakat gunung Singa dan sekitarnya, yaitu makom dari Eyang Singgah yang terdapat di pelataran puncak gunung Singa. Eyang Singgah merupakan tokoh bersejarah di wilayah Soreang, Kabupaten Bandung. Beberapa kelompok Masyarakat pun sering kali melakukan ziarah ke makom yang berada di pelataran puncak gunung Singa tersebut.

Sumber referensi:

https://bandungbergerak.id/article/detail/1784/gunung-gunung-di-bandung-raya-11-gunung-buleud-situwangi-pernah-disinggahi-ilmuwan-dunia-dari-tim-ekspedisi-novara-tahun-1858.

https://correcto.id/beranda/read/36916/kisah-misteri-gunung-lalakon-gunung-piramida-dari-jawa-barat-yang-bikin-merinding.

https://www.pikiran-rakyat.com/kolom-author/149/t-bachtiar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun