Pada saat masa jokowi, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di Indonesia bukan lagi merupakan sebuah fenomena, tapi sudah merupakan fakta yang terkenal di mana-mana. Tampak jelas bahwa praktik KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya meluas, dan itu sebagai wujud paling buruk dan paling ganas dari gejala kemerosotan moral bagi kehidupan masyarakat dan bernegara di negeri kita. hal ini disebabkan masih banyaknya birokrat pemerintahan yang terlibat dalam tindakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sangat merugikan di mata masyarakat dan negara.
Korupsi merupakan salah satu bentuk pelanggaran hukum, yaitu perbuatan penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan kekuasaan dan menggunakan kesempatan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Korupsi tidak hanya terbatas kepada perbuatan yang memenuhi rumusan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan yang memenuhi rumusan yang dapat merugikan masyarakat atau orang perseorangan. Oleh karena itu, rumusannya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
- Â Kelompok yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
- Kelompok penyuapan,yang menyuap ataupun yang disuap.
- Kelompok penggelapan.
- Kelompok pemerasan dalam jabatan.
- Kelompok yang berkaitan dengan pemborongan, leveransir dan rekanan.
Sebagaimana yang telah diutarakan bahwa korupsi adalah istilah yang telah lama dikenal. Sementara, istilah Kolusi dan Nepotisme baru muncul pada dekade terakhir. Namun demikian ketiga istilah itu sangat berkaitan dan mengandung makna inti yang sama, sebab esensi kolusi dan nepotisme merujuk juga pada korupsi, baik dalam arti ekonomi maupun politik.
Nah secara umum dan sederhana korupsi dapat diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan untuk keuntungan pribadi, tidak hanya itu korupsi juga sering dipahami sebagai gejala moral. Jadi orang melakukan korupsi itu karena moralnya rusak. Jadi meski tingkat perkembangan dan kondisi moralitas orang seorang juga penting, tetapi lebih penting lagi adalah pengaturan sosial budaya yang mengkondisikan kelompok masyarakat.
Adapun faktor penyebab korupsi:
- faktor politik dan kekuasaan, bahwa korupsi di daerah paling banyak dilakukan oleh para pemegang kekuasaan.
- Nepotisme, baik di sektor publik maupun swasta, di daerah-daerah terutama dalam penempatan posisi yang strategis tidak jarang kemudian menimbulkan penyalahgunaan kewenangan.
- Ekonomi, yaitu Analisis rendahnya gaji sebagai sebab korupsi adalah sebuah apologi yang tepat.
- faktor pengawasan, yakni Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga, seperti BPKP terhadap penggunaan keuangan negara oleh pejabat-pejabat publik.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan daerah daerah, kurangnya dana yang diinvestasikan pemerintah untuk program pemberantasan korupsi. Hal itu mengisyaratkan rendahnya komitmen pemerintah terhadap upaya pemberantasan korupsi dan pemberantasan korupsi belum menjadi prioritas utama kebijakan pemerintah. Dimana rendahnya insentif dan gaji para pejabat publik Insentif dan gaji yang rendah ini berpotensi mengancam profesionalisme, kurangnya pengetahuan dan pengalaman aparat-aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi.
Kolusi ialah kerja sama secara diam-diam untuk maksud tidak terpuji, tindakan kolusi biasanya tidak terlepas dari budaya suap-menyuap yang sudah sangat kita kenal di lingkungan budaya birokrasi dan telah memasuki sistem jaringan yang amat luas dalam masyarakat umum. Bisa juga diartikan sebagai permufakatan secara melawan hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain yang merugikan pihak lain, masyarakat, atau negara.
Kolusi dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang dilarang oleh hukum, seperti mendapatkan keuntungan pasar yang tidak adil atau menipu. Adapun faktor yang dapat menyebabkan kolusi antara lain: Budaya suap-menyuap yang telah menjadi bagian dari sistem birokrasi dan Lemahnya pengawasan serta penegakan hukum.
Upaya untuk menghindari kolusi yakni, pelaku bisnis dapat mengimplementasikan program bisnis berintegritas, seperti: Tidak memberikan uang pelicin atau suap-menyuap, Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas perusahaan, Melaporkan indikasi tindak pidana korupsi.
Nepotisme adalah tindakan atau menguntungkan sanak saudara atau teman-teman sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun dia tidak kompeten. Nepotisme juga merupakan perbuatan penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya atau kroninya diatas kepentingan masyarakat, negara dan bangsa.
Jika tindakan nepotisme dikaitkan dengan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai kekerabatan dengan seorang pelakunya tanpa memperdulikan unsur-unsur sebagai berikut:
- Unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki, yakni dilakukan dengan tidak memperdulikan kualitas.
- unsur kejujuran dalam menjalankan amanat, yakni dijalankan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam suatu peraturan atau hukum tertentu.
Pada masa sekarang ini banyak orang menggabung tindak pidana atau pelanggaran ketentuan ini menjadi satu istilah menjadi yaitu Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN). Istilah Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN) juga dianggap dipahami semua orang, tetapi begitu dibahas mendalam, ternyata orang mempunyai konsep atau definisi yang berbeda satu dengan yang lain, Memang tanpa kejelasan ini gerakan menghapus Korupsi Kolusi Nepotisme hanya mendasarkan diri pada emosi bagi yang menuntun dan bagi yang menangani. Tidak hanya itu, Penanggulangan masalah Korupsi Kolusi Nepotisme sampai sekarang atas dasar kedekatan seseorang dengan penguasa, ini tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat masalah baru. Dengan demikian hal itu dapat memposisikan tindakan korupsi, kolusi dan Nepotisme sebagai bentuk kriminal.
Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi, kolusi, dan nepotisme juga menghambat pengembangan sistem pemerintahan demokratis, Korupsi memupuk tradisi yang menguntungkan diri sendiri atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan demikian korupsi menutup rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas hidup yang lebih baik.
 Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia. Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui tata konstruksi integritas nasional, kedua hal yang paling sulit dan fundamental dari semua perlawanan terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah bagaimana membangun kemauan politik.
Maka diperlukan upaya penanggulangan korupsi, kolusi dan nepotisme melalui dua aspek, yaitu :
- Aspek Preventif, yaitu pendekatan dari aspek preventif untuk memecahkan masalah tersebut perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Yakni dengan cara memberikan penjelasan kepada warga masyarakat menegani bagaimana caranya perpartisipasi dalam pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
- Aspek Represif, yaitu dengan menggunakan instrumen pidana khusus, sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang ada. dengan cara menegakkan krida kabinet pembangunan yakni menegakkan pcmerintahan yang bersih clan berwibawa disamping itu upaya lainnva adalah adanya transparansi di segala bidang dan diperlukan sifat efektif dan represif.
Pemerintah harus mengambil inisiatif untuk mewujudkan sebuah pola pemebinaan dan pendidikan moral serta mental bagi masyarakat. Hams ada aturan dan kebijakan yang disusun untuk menjadi pedoman bagi rakyat, agar KKN tidak semakin merata di indonesia. Kemudian juga dalam rangka menegakkan mekanisme kontrol sosial yang efektif, diperlukan pemberdayaan hukum yang hanya berpihak kepada kebenaran dan keadilan. Dengan demikian melalui upaya-upaya yang disebutkan diatas, maka intinya adalah semua komponen bangsa melalui fungsionalisasi ibadah ritual, yang ditindak lanjuti dengan amal sosial yang bermoral permberdayaan hukum yang benar dan adil.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI