Mohon tunggu...
Hilman Rasyid
Hilman Rasyid Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni UPI Siliwangi, Bandung

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Quo Vadis Pendidikan Indonesia

10 Mei 2012   13:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:28 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13366559791081699819

Pendidikan Karakter; Hanya Sebuah Wacana Pemanis?

Jika melihat secara historis, istilah karakter dipakai dalam pendidikan pertama kali dicetuskan oleh pedagog Jerman F.W.Foerster. Terminologi ini mengacu pada sebuah pendekatan idealis-spritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori pendidikan normatif. Yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan sosial.

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus yang melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pendidikan karakter ini hanya akan menjadi sekadar wacana jika tidak dipahami secara lebih utuh dan menyeluruh dalam konteks pendidikan nasional kita. Begitu pentingnya pendidikan karakter ini, sehingga Mahatma Gandhi memperingatkan tentang salah satu dari tujuh dosa fatal adalah “education without character” (Pendidikan tanpa karakter). Pendidikan karakter di negara-negara lain telah menjadi skala prioritas. Menurut Masnur Muslich, pendidikan karakter di beberapa negara dimulai sejak pendidikan dasar (elementary school), seperti di China, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea. (Pendidikan Karaker, 40:2011)

Pendidikan karakter ini merupakan sebuah upaya yang harus melibatkan semua pihak baik sekolah, keluarga, lingkungan sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan karakter tidak akan pernah berhasil selama antar lingkungan pendidikan tidak ada kesinambungan dan keharmonisan. Karena karakter dan subjektifitas manusia sangat dipengaruhi oleh apa yang dibaca dan dipelajari, lingkungan sekolah, sistem politik yang mengatur publik, media massa dan televisi yang menyuplai informasi serta entitas-entitas lain yang turut mempengaruhi kesadaran individu. Sehingga dengan begitu, para peserta didik tidak hanya mampu mendemistifikasi kepentingan ideologis yang menyelimuti realitas dan mampu menyingkap fenomena-fenomena sosial, tetapi mereka juga bisa mempertahankan idealisme dan prinsipnya dengan baik.

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini, karena usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Sehingga, kesuksesan orang tua dalam membimbing anaknya sangat menentukan kesuksesan anaknya dalam kehidupan sosial di masa dewasanya kelak. Seperti yang dikemukakan oleh Freud bahwa kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Teringat juga sebuah saran dari Philips yang menyarankan bahwa keluarga hendaklah kembali menjadi school of Love (Sekolah untuk kasih sayang) atau tempat belajar yang penuh cinta dan kasih sayang. Penyair Arab al-Hafidz Ibrahim juga pernah menulis bahwa Ibu adalah sekolah, jika dipersiapkan dapat membentuk bangsa yang baik dan kuat.

Sistem Pendidikan yang Ideal

Sebuah sistem pendidikan yang berhasil adalah yang dapat membentuk manusia-manusia berkarakter yang sangat diperlukan dalam mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang terhormat. Li Lanqing, seorang politikus China yang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan mendalam tentang pendidikan. Dia menekankan bahayanya sistem pendidikan yang terlalu menekankan hafalan (kognitif), drilling, dan cara mengajar yang kaku, termasuk sistem pendidikan yang berorientasi hanya untuk lulus dalam ujian. Sebagai hasilnya, China bisa mengejar ketertinggalan ekonomi, sosial, dan budaya akibat Revolusi Kebudayaan yang dijalankan oleh Mao Zedong antara tahun 1966 dan 1976.

Sistem pendidikan ideal adalah suatu sistem yang mampu menanggulangi kebutuhan peserta didik yang berorientasi pada norma-norma idealisme serta akhlaq yang terpuji, bukan sistem yang hanya menitik-beratkan pada kecerdasan intelektual semata, tetapi harus diimbangi dengan kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional secara selaras, serasi, dan seimbang serta mampu menterapkan norma-norma agama Islam dengan akhlaq yang terpuji. Dengan begitu, perlu adanya pendidikan Islam sebagai dasar pembentukan moral. Pendidikan Islam yang menekankan pada dimensi normatif-teologis akan memberikan kontribusi dalam memecahkan persoalan-persoalan empiris-sosiologis yang terjadi di masyarakat. Sistem pendidikan yang baik akan menghasilkan manusia-manusia yang mumpuni kemampuannya serta terpuji akhlaqnya, sehingga bangsa kita akan bangkit, beradab, dan berkarakter. Karena pendidikan bukanlah segalanya, tapi segalanya berawal dari pendidikan.

Wajah pelbagai problematika pendidikan harus segera dibenahi atau diakhiri agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dan berkarakter sehingga tidak akan muncul sindiran-sindiran tajam di publik seperti “Sekolah itu candu” (Roem Topatimasang,2004), “Orang Miskin dilarang sekolah” (Eko Prasetyo,2005) dan lain-lain. Dunia pendidikan jangan sampai dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam setiap kebijakan-kebijakannya, karena rakyatlah yang pasti akan menderita. Membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar hanya dapat diwujudkan dengan sistem yang telah teruji, terbukti, dan hanya berpihak kepada kepentingan rakyat (pro-rakyat). Semoga ke depan bangsa kita lebih beradab, berkembang, sejahtera kini, esok, dan selamanya. Bravo Pendidikan Indonesiaku !!

*-Staff Kajian Pendidikan BEM REMA UPI’12

-Ketua Departmen Humas BEM KEMABA UPI’12

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun