Mohon tunggu...
Hilman Maulana
Hilman Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia program studi Bahasa dan Sastra Indonesia

masih dalam proses belajar untuk lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Gawai pada Anak

23 Maret 2022   23:41 Diperbarui: 30 Maret 2022   19:20 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Seperti yang kita ketahui, penggunaan gawai pada zaman sekarang sangatlah penting ditambah lagi dengan masa pandemi saat ini, orang-orang beraktivitas dari rumah dan banyak menggunakan gawainya. Gawai memang dapat membantu aktivitas sekolah maupun pekerjaan dengan mudah karena dapat diakses dimana saja. Namun, selain kelebihannya, gawai juga memiliki dampak negatif terutama pada anak usia dini. Dengan banyaknya kesibukan orang tua bekerja, banyak di antara mereka membiarkan anak kesayangan mereka bermain dengan gawainya secara berlebihan agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. 

Tentunya hal tersebut dapat berpengaruh pada anak yang harusnya aktif berinteraksi dengan orang-orang sekitar, Ketika ia kecanduan bermain gawai ia akan lebih cuek dengan lingkungannya dan anak akan kurang tertarik bermain dengan teman-teman seusianya. Jika hal tersebut dilakukan sejak anak masih dalam usia dini, maka anak tersebut tidak menutup kemungkinan dapat mengalami keterlambatan berbicara karena kurangnya rangsarang interaksi secara langsung dari lingkungan sekitarnya. Dengan hal tersebut, anak juga terganggu salah satu keterampilan berbahasanya yaitu berbicara.

Penggunaan gawai secara berlebih pada anak usia dini dapat mengakibatkan kecanduan pada anak. Ketika seorang anak kecanduan bermain gawai, tentu ada sesuatu yang kurang baik karena anak dapat terganggu pikirannya. Anak dapat saja cenderung mengikuti apa yang ia tonton atau ia mainkan di gawainya pada kehidupan nyatanya. 

Komunikasi yang ada dalam tontonan anak pada gawai juga hanya berjalan satu arah yang mengakibatkan anak juga tidak terbiasa untuk berinteraksi dua arah sehingga bahasa pada anak pun ikut mengalami masalah. Hal ini dikarenakan saat seseorang berbahasa, seseorang tersebut pasti dipengaruhi oleh otak dan pemikirannya. Adapun ilmu yang mempelajari hubungan antara otak dan bahasa dinamakan psikolinguistik.

Pada dasarnya anak mendapat bahasa dari lingkungan terdekatnya seperti ibu, ayah, atau kakaknya kemudian baru mendapatkan bahasa dari masyarakat seperti teman-temannya, tetangga, atau dari sekolahnya. Pada usia dini, anak seharusnya lebih aktif dalam memperoleh bahasa dari lingkungannya. Namun karena kecanduan gawai, anak lebih asik dengan gawainya dan kurang tertarik berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. 

Jika sejak kecil anak sudah dibiasakan sendiri dengan gawainya maka dalam berkomunikasi pun anak tersebut kurang baik karena kebiasaannya yang hanya berinteraksi satu arah. Kebiasaan tersebut juga berdampak pada keterampilan berbicara pada anak yang terganggu. Gangguan-gangguan berbicara tersebut biasanya seperti mutis (mutisme), berbicara manja, dan berbicara gagap.

Gangguan bahasa mutis (mutisme) adalah gangguan yang dimana penderitanya tidak berbicara sama sekali. Berbeda dengan bisu, penderita mutis sengaja tidak mau berbicara. Gangguan berbicara yang kedua ada berbicara manja. Berbicara manja terjadi karena ada kesan anak untuk dimanja seperti saat ia baru terjatuh lalu berbicara "aduuh, maah ini cakit cekali". 

Pada contoh tersebut terlihat perubahan bunyi [s] menjadi [c] agar mendapat kesan ingin dimanja. Gangguan bicara selanjutnya adalah bicara gagap yang jika berbicara tersendat-sendat dan mengulang suku kata pertama. Anak berbicarar gagap dapat saja terjadi karena anak tersebut sudah terbiasa tidak berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga saat berinteraksi atau berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

Selain gangguan berbicara, penggunaan gawai secara berlebih juga dapat menimbulkan gangguan berpikir seperti pikun, sisofrenik, dan depresif. Gangguan berpikir pikun mengakibatkan penderitanya seringkali bingung memilih kata untuk ia gunakan saat berkomunikasi. Hal itu dikarenakan penurunan daya ingat yang semakin hari bertambah buruk. 

Gangguan berpikir sisofrenik, penderitanya biasanya dapat berbicara terus-menerus namun ocehannya mengulang yang sudah dan hanya ditambah atau dikurangi beberapa kalimat. Sisofrenik biasanya terjadi karena pikiran penderitanya terisolasi karena kurang berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, tetapi sering berdialog dengan diri sendiri. 

Gangguan bicara depresif terjadi karena seseorang merasakan tekanan pada jiwanya sehingga kelancaran bicaranya terputus oleh tarikan napasnya. anak yang mengalami depresif juga tidak memiliki ketertarikan pada pembahasan apapun sehingga anak tersebut tidak tertarik juga untuk berinteraksi dengan teman-temannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun