Mohon tunggu...
hilman lemri
hilman lemri Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Membaca menghapus kesedihan, menulis membuka kebahagiaan

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Apakah Prank Terlarang?

11 Mei 2020   13:54 Diperbarui: 11 Mei 2020   14:33 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah prank terlarang? Tentu saja untuk saat ini tidak. Prank masih bebas berkeliaran di Youtube. Contohnya seperti prank ojol suruh bawa mayat, cancel gofood sampai prank 'adegan di kontrakan' yang merangsah gairah seksual seseorang. Prank-prank seperti ini, sedikit dapat hujatan dari netizen. Mungkin hanya sebagian kecil saja  di kolom komentar videonya. Kita menikmatinya dan baru terbangun dengan adanya video dari Ferdian Paleka yang memprank waria dan anak-anak dengan memberikan  kardus mie instan yang isinya adalah sampah. Lalu apa yang terjadi selanjutnya dengan Ferdian? Banjir hujatan dan akhirnya ia kena pasal. Polisi menjeratnya dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun dan denda Rp2 miliar.

Adanya hukuman yang didapat oleh Youtuber Prank Ferdian Paleka jelas membuat content creator menjadi berhati-hati. Apalagi yang senantiasa memperdalam konten prank. Namun, ini bukan berarti prank lenyap dari peryutuban di Indonesia. Peristiwa yang terjadi dengan Ferdian hanyalah letupan. Mungkin saja ada prank yang lebih berbahaya dari Ferdian. Bahkan konten-konten yang lebih banyak membawa mudaratnya ketimbang manfaatnya.

uniknya, konten-konten prank ini begitu mendominasi di dalam peryutuban Indonesia. Jangkauan penontonnya sangat luas dan begitu mudah didapat karena kebanyakan nongkrong di layar utama Youtube. Sementara canel-canel edukatif jatuh tergelincir ke dasar algoritma. Ya, karena mungkin kita lebih butuh hiburan daripada edukasi.

Sementara di dalam prank, ada kenyelenehan tersembunyi, sesuatu yang berlebih dan terkadang riskan untuk disaksikan. Contohnya, ya itu tadi, seperti yang terjadi dengan waria dan anak-anak yang diprank oleh Ferdian. Sebagai manusia mereka memiliki hak tetapi Ferdian menginjak-injaknya. Atau juga konten-konten prank yang lain, seolah-olah para pembuatnya tidak memikirkan efek yang ditimbulkan jika anak-anak menonton tayangannya. Seolah-olah ia membuat konten untuk mereka sendiri.

Butuh kedisiplinan dan kesadaran bagi content creator prank agar konten mereka berkualitas, mendidik dan mencerahkan. Mereka bisa belajar dari Baim Wong, atau Amir Khan yang memprank lewat bantuan sembako untuk orang miskin yang penuh pesan moral. Namun orang-orang kita adalah manusia yang unik. Tidak semua memiliki kesadaran yang teguh. Perlu adanya dorongan dari kekuasaan untuk mengaturnya.

Orang-orang di sekeliling kita memiliki daya cipta dan kreasi yang terkadang nyeleneh pula, maka dari itu agar tidak terulang kejadian seperti yang dialami Ferdian, perlu adanya pemahaman dan memberikan pengertian bagaimana prank ini punya batasan dan tidak terbentur dengan persoalan agama, kebudayaan dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan agar konten-konten di Youtube semakin aman.

Atas dasar ini saya kembali teringat dengan apa yang dikatakan oleh Mantan Menteri Kominfo Rudiantara tahun lalu. Melalui laman Tirto.id (14/8/2019), Rudiantara mengatakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan memberikan pengawasan terhadap Youtube dan Netflix dengan syarat ada landasan hukumnya lebih dahulu. Sebab, Youtube dan Netflix dianggap entitas lain dalam UU penyiaran.

Waktu cepat berlalu, Rudiantara sudah tidak menjabat sebagai Kominfo lagi dan kini digantikan oleh Johnny G. Plate dalam Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 Joko Widodo. Otomatis hukum tentang peryutuban ini belum jelas arahnya akan ke mana. Dari keterlambatan pengaturan asas hukum Youtube di Indonesia ini, akhirnya didahului oleh banyak hal yang tidak mengenakan,salah satunya adalah Youtube sampah dari Ferdian Paleka.

Tantangan kini mengarah kepada Johnny sebagai orang yang berwenang dalam mengatur hukum digital di Indonesia khususnya dalam mengatur soal konten yang ada di Youtube. Misalnya, Johnny mengeluarkan wewenang tentang Lembaga Sensor Youtube Indonesia, atau jika tidak ingin terlalu ribet, KPI membuat tim yang khusus mengawasi segala tetek bengek konten Youtube. Sebab, sebagai negara yang berdaulat, perlu kita kaji segala yang masuk ke dalamnya. Termasuk Youtube. Jangan sampai Youtube menjadi senjata makan tuan bagi perkembangan bangsa. Karena kita tidak melulu tahu apa makna di balik video yang tersaji di Youtube.  

 

Hilman Lemri. Relawan Rumah Dunia. Lulusan Magister Kebijakan Publik Unpad.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun