Bu Irna kamana bae?
Iyeu jalan ka kampung te hade-hade
Aduh Ibu Irna kamana bae?
(Anton Daeng Harahap, Seniman Pandeglang)
Pandeglang adalah salah satu kabupaten yang dipimpin oleh seorang Bupati cantik bernama Irna Narulita. Bukan hanya bupatinya saja, keindahan alamnya pun tidak kalah cantik. Destinasi wisatanya banyak serta kondisi alam yang sejuk rupanya menjadi inspirasi dari kabupaten paling barat di Pulau Jawa ini untuk menjadi kota wisata. Rupanya, memang Pemkab Pandeglang terlihat serius menggarap kota wisata ini, buktinya, jika kita datang memasuki wilayah Pandeglang, kita akan disambut dengan tulisan 'Selamat Datang di Kota Wisata Pandeglang'.
Sebagai warga Pandeglang saya bangga pemimpin di daerah saya memiliki inisatif untuk membangun daerahnya melalui wisata. Namun untuk saat ini, bagi saya, Pandeglang belum layak disebut sebagai kota wisata. Mengapa? Berdasarkan pengalaman saya, masih banyaknya oknum yang melakukan pungutan liar pada suatu destinasi wisata membuat tidak nyaman hati apalagi kantong. Belum lagi banyaknya sampah berserakan di tempat-tempat wisata seringkali membuat tidak nyaman bagi para pengunjung.
Persoalan lainnya, jika ingin menjadi kota wisata maka masalah jalan menjadi bagian penting. Infrastruktur jalan adalah syarat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan seperti yang tertera dalam UU No. 10 Tahun 2009 Pasal 23 a yang berbunyi Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban: menyediakan infromasi kepariwisataan, perlindungan hukum, serta keamanan dan keselamatan kepada wisatawan.
Dan rupanya, persoalan jalan di kota wisata Pandeglang ini menjadi perhatian khusus dari berbagai kalangan. Seperti akademisi Unma merespons dengan mengadakan kegiatan 'Lorong Diskusi' yang temanya diambil dari judul lagu seniman Anton Daeng Harahap 'Bu Irna Kamana Bae?' Di Kampus Unma Banten, Sabtu (1/02/2020). Ketika mengikuti kegiatannya, saya menangkap diskusi ini memang tertuju pada infrastruktur jalan di Pandeglang yang begitu memprihatinkan.
Seperti yang diungkapkan oleh para pembicara yang diundang dalam diskusi itu. Misalnya Abdul Hamid sebagai Akademisi Untirta mengatakan, di bidang infrastruktur jalan, sebetulnya adalah salah satu dimensi dari masalah yang terjadi di Pandeglang. Masyarakat menurutnya sadar bahwa jalan ada banyak yang rusak, tetapi untuk mengomentari atau mengkritik jalan itu warga Pandeglang enggan dan sungkan.
Hamid melihat keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur jalan itu dikarenakan beberapa hal, di antaranya adalah kepemimpinan yang dikuasasi sebagai milik pribadi dan untuk kepentingan pribadi, masyarakat yang pragmatis serta politik transaksional yang merajalela. Â Â
Sementara itu, Direktur Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada menganggap bahwa para elit di Pandeglang lebih banyak memberikan janji daripada bukti. Misalnya saat kampanye, mereka berjanji akan membangun jalan dengan kata Insya Allah akan membangun jalan-jalan di perkampungan dan kawasan 'perkotaan' di Pandeglang, tetapi setelah menjabat nihil terlaksana.
Uday mempertanyakan mengapa pejabat di Pandeglang tidak gesit dalam membangun infrastruktur di daerahnya. Padahal menurutnya, sebagai pemilik wewenang Pemkab Pandeglang memiliki dana APBD yang tinggal dipakai untuk kepentingan masyarakat Pandeglang. Bahkan jika menarik ke belakang, PAD Pandeglang di tahun 2000 lebih besar dibandingkan dengan Pemkab Lebak tetapi pembangunan di Pandeglang terkesan lamban dan dianggap jadi terbelakang.
Aktivis Nalar Pandeglang Ginanjar Hambali lebih luas mengupas tentang ketimpangan-ketimpang tentang pembangunan di Pandeglang yang tidak pernah jadi. Contohnya soal proyek Bandara, swasembada di bidang pertanian, persoalan warganya yang tidak bisa lanjut kejenjang pendidikan tinggi dan sudah barang tentu persoalan pembangunan jalan yang tidak pernah selesai  adalah bukti betapa Pandeglang sedang dalam posisi yang menjengkelkan.
Kondisi ini menjadi ironi karena Pemkab Pandeglang sedang berfokus mengembangkan diri sebagai kota wisata. Nah, Bagaimana mungkin bisa menjadi kota wisata yang sukses jika infrastruktur jalan saja masih belum bisa terselesaikan. Tentu wisatawan akan ogah datang karena syarat seseorang datang ke suatu tempat adalah kenyamanan yang terjaga.
 Hilman Lemri, Lulusan S2 Kebijakan Publik Unpad. Asal Pulosari, Pandeglang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H