Langkah Nadia terhenti tepat di depan pangkalan ojek, sejenak ia menyapu pandangan ke kanan dan menyaksikan tayangan berita tentang konflik Israel-Palestina. Di layar televisi itu terpampang para bocah tengah duduk murung sambil memegang buah semangka, di sekeliling mereka tampak puing-puing reruntuhan rumah. Sejenak pikirannya melayang jauh ke kota suci tiga agama.Yerusalem.
"Di sana bukan konflik agama melainkan politik, Israel ingin merebut kota Yerusalem, sementara rakyat Palestina pun mempertahankan kota Yerusalem, karena itu merupakan salah satu kota suci bagi umat Islam," kata salah seorang tukang ojek di pangkalan.
Tayangan berita itu, menggugah hati Nadia, "mengapa tentara Zionis Israel begitu tega menghancurkan rumah-rumah penduduk masyarakat Palestina, bahkan secara keji membunuh warga yang tak berdosa," tanya Nadia dalam hati.
Rasa iba pada anak-anak korban perang, membuat Nadia terus penasaran, mengapa Israel dan Palestina terus berkonflik. Ia akhirnya memutuskan untuk cepat-cepat pulang ke rumah dan menanyakan kepada kedua orangtuanya.Â
Dalam perjalanan pulang ke rumah, Nadia melihat sekumpulan anak muda berdiri di persimpangan jalan, mereka memegang kotak amal dan bendera palestina. Sementara satu di antara para pemuda itu berdiri dan berorasi dengan menggunakan pengeras suara, suaranya lantang mengutuk Israel.
"Saudara-saudara sekalian, sebagai umat muslim kita harus membantu saudara kita di Palestina,"
"Mereka adalah saudara seiman, jadi kita harus membela dan membantu mereka,"
"Jika ada sedikit rezeki kalian, kami mohon untuk menyumbang demi membantu rakyat Palestina," seru sang orator
Nadia semakin tergugah, uang jajan yang diberikan ibunya masih menyisakan lima ribu rupiah, ia merogok ke dalam tas sekolah, lalu memasukan uang tersebut pada kotak amal yang diletakan di atas trotoar jalan.
"semoga bermanfaat bagi anak-anak Palestina," batin Nadia