Bagi mahasiswa IAIN Ternate angkatan 2016, tentu tidak mengenal sosok mendiang Dr Arifin Rada, MH. Lantaran candidat guru besar itu telah dipanggil Sang Khaliq pada 2015 silam, tepatnya 31 Juli 2015.
Khusus para jurnalis di kota Ternate memang akrab dengan beliau, pasalnya selain menjalani rutinitas sebagai akademisi, Arifin Rada atau biasa disapa Bang Ipin, adalah Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Tabloid Mingguan SINTER.
Alumni pascasarjana (S-3) Universitas Brawijaya, Malang, itu memang aktif menulis di media cetak, saya cukup ingat, sebelum STAIN Ternate beralih status ke IAIN, semasa STAIN, "hanya" beliau, dan Bang Murid Tonirio, Bang Agus salim Bujang yang lebih aktif menulis di sejumlah media cetak di Ternate.
Bahkan, saya sendiri semangat menulis mulai terinspirasi dari mereka bertiga. Kala itu, kerap melihat nama mereka tampil di rubrik opini berbagai koran dan tabloid, memantik saya ingin seperti mereka.
Karena Bang Ipin dulunya berkiprah di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan saya juga di korps hijau hitam, maka tidak sulit untuk mendekati beliau, sehingga sapaan Dinda-Abang pun familiar kala itu.
Saya sering diajak ke kediamannya, di kelurahan Ubo-Ubo Ternate Selatan -- kami sering menghabiskan malam bersama dan ngobrol seputar dunia menulis -- bahkan saat itu, beliau berkeinginan kuat agar membentuk salah satu UKM di STAIN Ternate, agar beliau terlibat untuk membimbing Mahasiswa dalam hal tulis menulis.
Namun, kala itu terbentur dengan berbagai kendala, terlebih saya memang konsentrasi penuh sebagai staf di bagian keuangan saat itu, sehingga niat baik beliau tidak dapat dieksekusi dengan baik.
Hingga pada 2014 ketika peralihan status STAIN ke IAIN dan Bang Ipin diberi tanggung jawab sebagai Dekan pada Fakultas Syariah, dan kesibukan mulai bertambah, maka konsentrasi penuh untuk pengembangan Fakultas dan Lembaga.
Walaupun begitu, kami sering memanfaatkan waktu rehat di Tapak II Ternate untuk membunuh waktu senggang sambil diskusi soal dunia menulis. Dan, ceritanya pun seputar pengalaman beliau menjadi jurnalis.
Kata beliau saat menjadi wartawan tetap pada Majalah Nasional, kemudian Harian Fajar, Majalah Suara Masjid Jakarta bahkan menjadi penulis freelance di Harian Suara Maluku. Menjadi modal berharga kala beliau menjadi dosen di STAIN Ternate.
Lantaran menulis menjadi pekerjaan penting bagi beliau, maka untuk menulis di Jurnal akademik, menurutnya sudah dianggap biasa. Bahkan untuk menerbitkan buku.
Karena sering bersama, beliau terus membimbing saya untuk menjadi penulis yang baik. Hanya saja, kesibukan di administrasi, membuat waktu untuk menulis pun tidak berjalan seperti biasanya.
Namun, teknik menulis yang kerap beliau ajar menjadi modal bagi saya hingga kini, sehingga hari ini, saat melihat salah satu bukunya, yang beliau hibah ke saya kala itu, membuat saya tergerak mengulik kisah inspiratif kami dulu.
Bukan hanya beliau, tapi siapa saja yang saya anggap sangat berjasa bagi kehidupan saya, terlebih menjalani kinerja sebagai pegawai di STAIN maupun IAIN, akan saya apresiasi mereka dengan tulisan, sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada mereka.
Bang Ipin, pada 2015 silam, jika belum dipanggil Sang Khaliq, beliau termasuk orang pertama di Fakultas Syariah yang bakal meraih gelar guru besar (gubes), lantaran saat itu, administrasi pendukung untuk guru besar sudah 90 persen rampung.
Namun, Allah SWT berkehendak lain, walaupun begitu, pada tahun 2009, beliau telah berhasil menyelesaikan satu karya-nya sebagai bukti pengabdian beliau di IAIN Ternate.
Karya yang dimaksud adalah buku berjudul Kecurangan Dalam Birokrasi Pemerintahan Pemicu Terjadinya TINDAK PIDANA KORUPSI. Buku ini menjadi rujukan bagi mahasiswa di Syariah, karena pembahasan soal hukum sangat komprehensif, terlebih soal pidana.
Saya membayangkan, jika beliau masih ada, tentu niat baik beliau untuk mendidik mahasiswa IAIN Ternate pada dunia menulis pasti berjalan dengan baik. Sebab, harapan beliau adalah ketika mahasiswa dapat memahami dunia menulis dengan baik, maka menjadi modal berharga kala mereka lulus dari kampus.
Artinya bahwa setiap tenaga pendidik di IAIN Ternate pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, yang nantinya dikenang oleh civitas akademika. Namun, bagi saya sisi baik beliau yang saya potret adalah keinginan kuat dari beliau pada dunia tulis menulis.
Terlepas dari dunia menulis, beliau termasuk sosok yang sangat terbuka jika diajak ngobrol seputar persoalan bangsa maupun dunia aktivis. Sehingga, menghabiskan waktu bersama, tentu begitu banyak pengetahuan yang kita serap dari beliau.
Jadi, cukup simple, seorang dosen yang akrab dengan mahasiswa, tentu keakraban dan kebaikan akan terus dikenang, terlebih hal tersebut kita tulis untuk menghormati sepak terjang mereka.
Dan, mungkin setiap dosen, punya cara dan pendekatan yang berbeda soal mendidik mahasiswa, dan bakal dikenang oleh setiap mahasiswa.
Untuk sosok Bang Ipin, saya berharap, saat ini maupun pada masa akan datang, ada tenaga pendidik yang benar-benar memiliki perhatian penting untuk peningkatan kualitas mahasiswa, khususnya di bidang literasi.
Setidaknya, niat baik dari dosen selaku tenaga pendidik, menjadi amal jariyah bagi mereka kelak. Untuk itu, tulisan sederhana ini, sebagai bentuk apresiasi saya kepada Bang Ipin.
Apapun kesalahan yang telah diperbuat oleh setiap tenaga pendidik, terlebih dosen, janganlah kita menyimpan di dalam hati. Tapi, yang terpenting adalah melihat hal-hal penting yang telah mereka berikan untuk kita.
Sebab, berkat ilmu yang mereka transfer kepada kita sebagai bekal untuk kita melangsungkan kehidupan.
Semoga, pengabdian beliau di IAIN Ternate menjadi amal baiknya, dan mendapat tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H