Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Faktor-Faktor Pemicu Terjadinya Perceraian

30 Agustus 2022   00:44 Diperbarui: 5 Maret 2024   09:21 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via buktihukum.com

Belakangan ini, beragam kasus rumah tangga yang menjurus pada perceraian, kerap disebut sebagai cerminan dari  ketidakharmonisan antara suami istri. Walaupun alasan seperti ini, seringkali ditemui pada pasangan yang memilih mengakhiri hubungan rumah tangga. Namun, faktor pemicu terjadinya ketidakharmonisan itulah terkadang menimbulkan kebingungan bagi pihak keluarga dari kedua pasangan.

Padahal, menurut Islam, ketika berlangsungnya ijab kabul, ditandai dengan penyerahan tanggung jawab dari pihak orangtua calon istri kepada calon mempelai pria, untuk menjaga amanah tersebut. 

Sehingga, diharapkan bahtera rumah tangga mereka dapat berlangsung dengan baik, tanpa terjadinya konflik, terlebih menjurus pada perceraian. 

Walaupun konflik dalam rumah tangga dikatakan sulit dihindari, tapi setidaknya konflik suami-istri dapat dikatakan masih dalam tahap kewajaran, sebagai bagian dari dinamika kehidupan rumah tangga, yang tidak mengarah pada perceraian.

Mengutip Merdeka.com Minggu (12/8/2012) ada tujuh faktor yang disebut sebagai penyebab terjadinya perceraian, seperti: perbedaan prinsip, KDRT, perselingkuhan, kecanduan merokok atau obat terlarang, keuangan, komunikasi dan seks

Dari ke 7 persoalan ini, memang sudah menjadi rahasia umum, lantaran dalam menjalani aktivitas rumah tangga, memang kerap diperhadapkan pada persoalan semacam ini.

Dari persoalan tersebut, jika ditelaah, maka menurut hemat penulis paling dominan dan kerap terjadi adalah soal KDRT, Keuangan, dan Perselingkuhan

Sebab, soal perbedaan prinsip dalam rumah tangga, yang berujung pada saling menggugat di kantor pengadilan agama, dewasa ini memang minim terjadi, mengapa? Karena kasus semacam ini, jika melibatkan pihak keluarga dari kedua pasangan, maka dengan mudah diatasi. Sehingga, sulit jika dalam kasus perceraian faktor ini dianggap paling dominan.

Selanjutnya adalah kecanduan merokok dan obat terlarang, faktor ini pun diyakini tidaklah menonjol dalam perkara perceraian, lantaran aspek ini pun sama halnya dengan faktor perbedaan prinsip, sehingga ada faktor tertentu yang menjadi penyebab perceraian, yang dikemas dengan frame kecanduan merokok atau obat terlarang. Sementara terkait seks, faktor ini pun dianggap tidaklah dominan sebagai pemicu suami istri berpisah.

Walaupun, seks dianggap sebagai bumbu penyubur hubungan dalam rumah tangga, namun realitas membuktikan bahwa pasangan suami istri dalam kehidupan saat ini, lebih disibukan dengan permasalahan ekonomi, lantaran hidup di tengah himpitan lapangan kerja, dan semakin melambungnya harga sembilan bahan pokok. 

Sehingga, faktor ini dipandang bukan sebagai perkara krusial dalam memicu terjadinya perceraian. Walaupun kasus ini kerap muncul dan membuat hubungan rumah tangga berantakan, hanya saja sesuai fakta, persoalan ini dianggap sangat minim terjadi.

Nah, sementara soal komunikasi memang menjadi titik pangkal dari segala persoalan rumah tangga, namun baik buruknya komunikasi ditentukan seberapa besar kelihaian antara kedua pasangan, dalam merespon perilakunya masing-masing. 

Tentunya hal ini misalnya di dalam Islam, ditegaskan dalam nasihat pernikahan, yang menekankan pentingnya menjaga etika berumah tangga: istri tunduk dan patuh terhadap suami, begitupun juga seorang suami harus  menghargai istrinya, yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengatur segala persoalan rumah tangga; baik anak maupun keuangan.

Sehingga, komunikasi yang dipandang sebagai sesuatu yang paling esensial dalam rumah tangga, namun sulit rasanya disebut sebagai faktor penentu dalam perceraian. Karena, persoalan ini masih bisa diatasi, jika melibatkan pihak keluarga dari kedua pasangan.

Menurut penulis, faktor pemicu tingginya tingkat perceraian dewasa ini lebih dilatari faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Keuangan dan Perselingkuhan. 

Dan hal ini mudah ditemui, sebab, mereka yang memilih bersepakat akhiri hubungan karena dipicu ketiga faktor ini lebih dominan. Seperti KDRT, kasus ini ibarat bom waktu yang kapan saja meledak dan merusak hubungan suami istri.

Kasus KDRT pun dipicu oleh beragama faktor, seperti permasalahan yang disebutkan di atas. Pada prinsipnya kasus ini sebagai flash point dan memicu terjadinya perceraian, menurut hemat penulis, pada substansinya titik simpulnya ada pada seorang suami. Sebab, untuk mendidik istri, seperti dalam Islam, tentu mengikuti kaidah normatif dalam agama, seorang suami tidak sepantasnya berlaku kasar kepada istri, apabila istri tidak melakukan kesalahan.

Begitupun juga, apabila istri melakukan kesalahan, ada etika yang harus dijunjung oleh seorang suami dalam menegur atau menasehatinya. Hal ini, jika dipahami dengan benar oleh seorang suami, maka dapat dipastikan, kehidupan rumah tangga tanpa KDRT. Walaupun begitu, kasus KDRT sangat dominan dan terkadang merusak hubungan rumah tangga (cerai).

Selanjutnya tentang Keuangan. Persoalan keuangan disebut paling dominan memicu keretakan hubungan suami istri.  Terebih, pasca pandemi covid-19, keuangan merupakan aspek paling sensitif dalam membangun keluarga. 

Setidaknya, gejala kegalauan pasangan suami-istri sangat jelas terlihat, kala seretnya kondisi keuangan. Nah, dengan kondisi seperti ini, tentu dibutuhkan langkah objektif dalam menyikapinya, maka, kesabaran disebut sebagai kunci dalam menghadapi situasi pelik semacam ini. Jika tidak, saling cek-cok antara suami istri dapat mengakibatkan keretakan hubungan rumah tangga.

Dalam banyak kasus, aspek keuangan kerap menguap ke permukaan sebagai faktor pemicu terjadinya perceraian. Terlebih, mereka yang hidup di perkotaan dengan keterbasan skill individu. 

Sebab, tekanan kehidupan semakin tinggi, terkadang menghadirkan energi negatif dalam rumah tangga. So, keuangan adalah segalanya dalam rumah, seperti istilah yang cukup familiar, keuangan seret, maka suami pun ikut terseret, begitupun sebaliknya.

Sedangkan faktor terakhir adalah perselingkuhan. Aspek yang satu ini, memang menjadi persoalan yang kerap dihadapi oleh suami-istri, terlebih dalam dunia kecanggihan teknologi informasi saat ini, tingkat perceraian pada setiap daerah dipicu oleh perselingkuhan; baik via media sosial, maupun melalui interaksi pada tempat kerja dan sebagainya. 

Mengutip RiauPos.com, Kamis (10/2/2022) selama pandemi covid-19, menyebabkan angka perceraian di kota Dumai tinggi, lantaran dipicu oleh perselingkuhan. Sebab berdasarkan data Pengadilan Agama Kelas IB Kota Dumai, dari total 720 berkas pengajuan perceraian, telah diputuskan sebanyak 514 kasus, dan dari angka ini, kasus perselingkuhan lebih dominan dengan angka 359.

Walaupun, ada faktor lain yang melatari, tapi setidaknya, kasus perselingkuhan menempati posisi pertama. Untuk itu, selain KDRT dan persoalan keuangan, perselingkuhan adalah aspek penting yang merusak bahtera rumah tangga. Sehingga, menurut penulis perselingkuhan menjadi aspek paling menyita perhatian. 

Sehingga, untuk meminimalisir kasus perceraian, harus membutuhkan perhatian antar pasangan suami-istri, setidaknya menjadikan perselingkuhan sebagai musuh bersama yang harus dihempaskan., agar tidak menggerogoti bahtera rumah tangga.

Demikian, faktor-faktor pemicu terjadinya perceraian yang harus menjadi perhatian bersama bagi pasangan suami-istri. Dan untuk menghindari rumah tangga dari ancaman perceraian. Maka, sandaran utama dalam membangun rumah tangga adalah mengikuti kaidah-kaidah normatif yang  diajarkan dalam agama, agar rumah tangga kita jauh dari ancaman perceraian. Semoga!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun