Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membumikan Basmalah

9 Januari 2022   16:00 Diperbarui: 9 Januari 2022   16:11 460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Galeri by muslim.or.id


Di dalam agama Islam setiap perbuatan baik selalu kita memulai dengan Lafal Bismillahirrahmanirrahim, atau yang dikenal dengan basmalah, lafal ini mempunyai arti (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyanyang). 

Sehingga, dengan mengucapkan basmalah,  parktis kita memohon pertolongan dan petunjuk Allah atas apa yang akan kita kerjakan, karena dalam basmalah terkandung makna pengasih dan penyayang yang merupakan cerminan sifat Allah SWT. 

Justru itu, menempatkan basmalah dalam mengawali perbuatan buruk dinilai sangat bertentangan dengan esensi dari basmalah. Memulai aktivitas dengan basmalah, seperti pandangan Prof. Quraish Shihab yang disitir AbdillahToha dalam bukunya Buat Apa Beragama? Renungan Memaknai Religiusitas di Tengah Kemodernan, dikatakan bahwa titik tolak segala sesuatu adalah Allah, dilakukan demi Allah, dan tak akan terlaksana kecuali dengan izin dan pertolongan-Nya. 

Petunjuk ini Allah SWT sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dan diwujudkan dalam al-quran, sehingga dari seluruh surat dalam al-quran kecuali surat At-Tawbah diawali dengan bismillahirrahmanirrahim, ini merupakan simbol bahwa Islam sangat mengedepankan dan mengutamakan kasih sayang dalam menjalani kehidupan, yang terintegrasikan dalam konsep hablumminallah dan hamblumminnas.

Pada tulisan ini penulis tidak melihat basmalah dalam perspektif umum sebagaimana dijelaskan pada sejumlah tafsir dan disampaikan kebanyakan penulis, tapi penulis lebih menyoroti pada frasa rahman dan rahim yang maknanya kerap kita abai, lantaran kondisi saat ini, kita dalam menjalani aktivitas, diawali dengan melafalkan basmalah, namun berimplikasi pada melahirkan sentimen personal, maupun kelompok, dan memunculkan tindakan yang bertentangan dengan makna rahman dan rahim yang terkandung dalam basamalah.

Merujuk pada pandangan yang disampaikan Prof. Quraish Shihab, khususnya di Maluku Utara, makna rahman dan rahim yang terkandung dalam ungkapan basmalah benar-benar diaktualisasikan oleh kaum tua dalam laku keseharian, mereka menganggap lafal basmalah sebagai ekspresi pengagungan yang mempunyai nilai ubudiah. 

Sehingga, apapun yang dijalaninya benar-benar mengacu pada makna rahman dan rahim. Justru itu, pada semua aspek kehidupan, ucapan yang disampaikan selalu didukung dengan tindakan, hal ini lantaran mereka "sangat takut" melanggar apa yang telah mereka ucapkan. 

Untuk itu, jarang kita mendengar tindakan mereka memunculkan sentimen personal maupun tindakan yang merugikan orang lain, karena mereka sangat menjunjung  makna yang terkandung dalam basmalah,  ungkapan  sarat makna -- pengasih dan penyanyang -- ini pun menjadi  pijakan yang terus ditancapkan dalam diri mereka, dan diinternalisasikan. 

Sehingga, kerap kita mendengar ungkapan yang disampaikan  kaum tua misalnya  di kota Tidore Kepulauan yakni "bicara  jaga aki" atau dapat diartikan berbicara harus jujur, tidak menyakiti hati orang lain, memfitnah dll). 

 Ungkapan "bicara  jaga aki" ini walaupun dinilai sederhana, namun pada tataran normatif memiliki arti yang sangat dalam sebagai manifestasi atau ekspresi pengagungan fitrah manusia sebagai khalifah fil ardh, yakni apapun yang dijalani  manusia di muka bumi, harus bersandar pada nilai-nilai ilahiyah, terlebih membumikan basmalah, untuk menepiskan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama.

Bicara jaga aki, ungkapan ini dimaknai sebagai pesan normatif  sebagaimana terkandung dalam kata basmalah (makna rahman dan rahim sebagai cerminan sifat Allah SWT), pada prinsipnya untuk menghindari kita dari tindakan berbohong, mencuri, menipu, memfitnah, menebar kebencian, dan menzalimi orang lain. 

Oleh karena itu, bagi kaum tua dulu, yang menginternalisasi pesan tersebut, sulit kita mendengar atau menemukan mereka berperilaku buruk, bahkan pada aspek kesehatan, jarang mendapati atau melihat mereka mendapatkan penyakit "aneh" dan mematikan, walaupun ini merupakan pandangan subjektif penulis, namun fakta menderas di tengah kehidupan menunjukkan hal tersebut. 

Penyakit jantung koroner, stroke, kanker, tuberculosis (TBC), penyakit paru obstruktif kronis dan penyakit kronis lainnya tidak mengancam mereka, hal ini lantaran faktor kebersihan hati yang kemudian berimplikasi pada tindakan mereka, karena wujud internalisasi makna rahman dan rahim dalam basmalah yang dijunjung tinggi dalam laku keseharian, sehingga benar-benar terhindar dari penyakit hati dan perbuatan-perbuatan mengandung dosa.

Pandangan di atas, jika merujuk pada konteks kehidupan saat ini, memang agak kontras dengan laku keseharian yang dijalani generasi tua dulu, berbeda karena dalam kehidupan saat ini, ucapan yang disampaikan kerap tidak sesuai dengan tindakan. 

Walaupun di tengah perkembangan ilmu pengetahuan disertai kecanggihan informasi teknologi, memudahkan kita mendapatkan pengetahuan bahkan ilmu agama, yang dinilai jauh berbeda dengan mereka dulu, namun ekspresi keagamaan kita terjadi distorsi yang cukup tajam, mengapa? Karena menjalani pekerjaan, kita melafalkan basamalah, namun berimplikasi pada tindakan yang kerap bertentangan dengan nilai-nilai normatif dalam ajaran agama.

Kita mengucapkan basmalah saat memulai aktivitas, namun kerap menzalimi orang lain, menebar sentimen negatif, memfitnah, merampas hak orang, korupsi, melakukan tindakan KDRT, persekusi, pemerkosaan, membunuh, dan melakukan tindakan  radikalisme (terorisme).dan lain-lain. 

Padahal, ketika bangun tidur, keluar rumah, dan menaiki kendaraan menuju ke tempat kerja, semuanya diawali dengan melafalkan basmalah, namun makna rahman dan rahim yang terkandung dalam basmalah yang kita lafalkan tersebut tidak dihayati, sehingga memunculkan tindakan yang bertentangan denga ajaran agama tersebut, ironisnya apabila tindakan negatif di atas jika dilakukan oleh mereka yang sangat memahami ajaran agama, atau dalam standar stratifikasi sosial memiliki pendidikan tinggi, maka sangat disayangkan.

Dari sejumlah perilaku negatif di atas, terlebih tindakan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), menurut penulis, lantaran suami-istri tidak memahami makna rahman dan rahim yang terkandung dalam basmalah.

Mengapa demikian? karena  kehidupan rumah tangga sejatinya dibangun di atas landasan rahman dan rahim, yakni sejak berlangsungnya prosesi ijab kabul ditandai dengan penyatuan rahman dan rahim, di mana si mempelai wanita diwakili oleh orang tuanya atau wali dengan si mempelai pria. 

Dan momen sakral ini disebut sebagai penyatuan atau memperteguh kasih sayang (rahman dan rahim), yang kemudian diwujudkan dalam hubungan biologis antara kedua pasangan suami-istri sebagai bentuk nyata penyatuan rahman dan rahim. Sehingga, kehadiran anak dalam rumah tangga merupakan wujud dari penyatuan sifat rahman dan rahim. 

Justru itu, pada konteks ini, jika seorang suami dapat memahami esensi dari makna penyatuan rahman dan rahim, maka dalam perilaku keseharian selalu mengedepankan kasih sayang -- menyayangi istri dan anak-anak, begitu pun sebaliknya, sehingga  sulit terjadi tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan mengakibatkan perceraian.

Menyikapi fenomena kehidupan era kontemporer saat ini, pada setiap saat kita disuguhkan dengan tindakan-tindakan yang dinilai bertentangan dengan ajaran agama, menurut hemat penulis, bahwa kita hanya pintar melafalkan basmalah, namun tidak memahami hakikat yang terkandung dalam basmalah, yakni pesan rahman dan rahim.

Sehingga, untuk meminimalisir tindakan-tindakan negatif dalam kehidupan, setidaknya kita kembali membumikan basamalah, dan memahami makna rahman dan rahim sebagai cerminan sifat Allah SWT. 

Jika hal ini benar-benar mendapat perhatian, maka dalam laku keseharian; baik di lingkungan masyarakat maupun di kantor, tindakan negatif seperti menzalimi orang lain, ujaran kebencian, bahkan tindakan lain yang berimplikasi dosa sulit terwujud. Sebab, sifat pengasih dan penyayang dari sang khaliq selalu diinternalisasi pada setiap ucapan dan tindakan kita dalam kehidupan.

Walaupun begitu, hakikat kehidupan memang tidak terlepas dari pengaruh dan godaan iblis kepada ummat manusia, sehingga kerap kita mendengar atau menyaksikan di tengah masyarakat maupun di kantor pemerintah, ada oknum yang memiliki kualifikasi pendidikan tinggi, menduduki jabatan strategis dan bahkan dari sisi usia menunjukkan kematangan berfikir dan bertingkah laku, namun kerap menzalimi orang lain, memfitnah, bahkan suka menebar kebencian antar sesama. 

Hal ini menandakan bahwa selain terjebak skenario iblis, pada prinsipnya karena tidak memahami hakikat dari makna rahman dan rahim dalam basmalah.  Justru itu, untuk menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiyah dalam interaksi sosial, setidaknya kita membumikan basmalah dan menginternalisasikan nilai rahman dan rahim. 

Jadi, memahami makna rahman dan rahim secara komprehensif, berimplikasi pada harmonisasi sosial yang baik, sebagai cerminan dari konsep hamblum minnallah dan hablum minannas yang diajarkan Rasulullah SAW. 

Dan, jika nilai ilahiyah dalam basmalah tetap dijaga dan diaktualisasikan, maka dapat menekan tindakan menebar kebencian antar agama, persekusi, radikalisme, maupun tindakan melibat orang per orang seperti pemerkosaan, pembunuhan bahkan menzalimi orang lain dan melakukan korupsi, serta merampas hak orang lain. 

Karena, jika tergerak melakukan tindakan negatif tersebut, pasti terdobrak oleh naluri ilahiyah, Sebab, pada hakikatnya semua ummat manusia di bumi ini disatukan  dalam frame rahman dan rahim, untuk menjalani kehidupan yang baik, demi mewujudkan esensi Islam yaitu keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan ,sebagaimana isyarat dari pesan rahmatan lil alamin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun