Bulan Oktober 2020 lalu, saat istri saya jatuh sakit dan menjalani pengobatan selama sebulan penuh di Ternate, kemudian kami menyepakati untuk berkunjung rumah orangtua-nya di desa Bibinoi kecamatan Bacan Timur Tengah, Kabupaten Halmahera Selatan.
Keinginan ke Bacan lantaran istri saya bilang, sakit yang ia derita, mungkin cocok dengan pengobatan tradisional. Lantaran sudah berupaya dengan dengan obat medis, sehingga harus ditambah dengan ramuan tradisional, agar kondisi badan kembali sehat.
Kebetulan sang neneknya, memang "spesialis" mengobati penyakit yang diderita oleh kaum perempuan, sehingga harus mencoba dengan ramuan tradisional neneknya demi kesembuhan istri saya, agar kembali beraktivitas normal seperti semula. Maka, istri saya menginformasikan kepada bapaknya bahwa pada hari Rabu 5 November 2020 kami ke pulau Bacan.
Dan begitu tiba di desa Bibinoi, istri saya langsung bergegas menuju ke rumah neneknya, dan menceritakan perihal penyakit yang ia alami, sehingga tidak menunggu lama, sang nenek kemudian menyiapkan segala ramuan untuk mengobati istri saya.
Dan, Alhamdulillah, rupanya selama tiga hari menjalani pengobatan dengan ramuan sang nenek kondisi istri saya mulai kembali sehat, memang sebelumnya sudah jalani pengobatan medis, sehingga ramuan tradisional kata sang nenek hanya sebagai finishing.
Nenek mertua saya memang merupakan salah satu gererasi tertua di desa Bibinoi kecamatan Bacan Timur Tengah, nenek bernama lengkap Habibah Daud -- di tahun 2021 usianya mencapai 116 tahun, dan beliau termasuk satu-satunya saksi hidup tumbuhnya pohon Kurma pertama di Desa Gonone kecamatan Pulau Joronga, Halmahera Selatan, yang saya sampaikan pada tulisan (Cerita, Pohon Kurma di Desa Gonone Kecamatan Pulau Joronga, Kabupaten Halmahera Selatan).
Setelah tuntas menjalani pengobatan istri saya, saat itu saya tergerak untuk mewancarai nenek terkait keberadaan pohon kurma di Desa Gonone, lantaran beliau termasuk satu-satunya yang mengetahui dengan jelas cerita pohon kurma tersebut.
Justru itu, bagi saya umur nenek semakin menua, sehingga cerita tentang pohon Kurma harus ditulis, agar kelak menjadi cerita untuk generasi muda. Sebab, jika tidak diwawancarai, kekhawatiran saya suatu saat nanti jika Allah SWT memanggil sang nenek, maka cerita tentang pohon Kurma bersejarah itu pun tidak diketahui secara jelas.
Setelah mengetahui sejarah pohon Kurma yang diceritakan tersebut, saya kemudian menjadikan sebagai tulisan bagian I, lantaran ingin ke Desa Gonone dan menuntaskan cerita pohon Kurma Bagian II, namun terbentur dengan aktivitas perkualiahan, sehingga belum dapat dituntaskan. Namun, bagi saya, cerita yang disampaikan sang nenek menjadi data awal untuk menelusuri lebih jauh tentang keberadaan pohon Kurma di Desa Gonone.
Seminggu istri saya menjalani pengobatan, dan ketika kami kembali pulang ke Ternate, hingga kini kami belum berkesempatan untuk menemui sang nenek, walaupun istri saya di bulan April lalu pernah ke Bacan dan menemuinya, namun tak berlangsung lama lantaran harus berkutat dengan pengurusan administrasi bapaknya di rumah sakit, kemudian kembali ke Ternate.
Tiga hari lalu, istri saya mendapat informasi bahwa sang nenek jatuh sakit, sehingga untuk memastikan informasi tersebut, dia menelpon kepada bapaknya, untuk menanyakan perihal kondisi kesehatan sang nenek, dan ternyata benar beliau terbaring sakit. Sudah seminggu.
Dan, pada Jumat (16/6/2021) sore tadi, di tengah suara pengajian yang terdengar sayup-sayup dari masjid, kami mendapat informasi tentang kematian sang nenek, pada pukul 17.59 WIT yang disampaikan adik ipar saya melalui telepon seluler, sambil sesunggukan dia bilang nenek telah dipanggil sang Khaliq.
Informasi ini memang menyentak kami, lantaran belum sempat membesuknya saat dia jatuh sakit, namun Allah telah memanggilnya. Memang Kehidupan di dunia, ada tiga hal yang tidak bisa diterka menggunakan akal manusia, yaitu rezeki, jodoh dan kematian.
Seperti Allah tegaskan pada QS. Al-Mulk: 2 "Allah lah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." Dan begitupun juga dalam QS. Al-Ankabuut ayat 57 Allah SWT tegaskan bahwa Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan kematian. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan."
Tentu, kami semua sangat menyayangi Nenek, namun Allah lebih sayang kepadanya dan memanggilnya. Hanya doa yang bisa kami panjatkan, semoga nenek mendapat tempat terbaik di sisi-Allah SWT. Nenek Habibah, memang berhati baik dan sangat menyayangi anak-anak, serta para cucu dan cicitnya. Kasih sayangnya tanpa membeda-bedakan.
Suatu kali ketika kami lebaran di desa Bibinoi, beliau mendatangi rumah mertua saya, dan ingin mendengar sang cicitnya bercerita tentang kota Tokyo, Jepang. Kebetulan saat itu anak saya mengikuti kegiatan Fundemic Tour selama 9 hari di Jepang pada tahun 2018.
Sehingga, beliau meminta untuk menceritakan tentang pengalaman selama berada di Jepang, sambil menceritakan tentang Jepang, putri saya lalu perlihatkan puluhan galeri di ponselnya, sehingga beliau tersenyum bangga, dan berkata "Alhamdulillah, padahal Nona (sapan akrab putri saya) sudah ke Jepang dan berfoto bersama orang-orang Jepang," katanya sambil memeluk putri saya.
Memang, semasa hidup nenek dikenal sangat suka bercerita; baik bersama cucunya maupun para cicitnya, justru itu mereka semua sangat akrab dengan beliau, dan hal ini pun saya rasakan ketika bersama beliau; baik ketika berada di rumah mertua, maupun saat beliau berkunjung ke rumah kami di Ternate.
Saya sering duduk dan mengajak beliau bercerita tentang pengalaman hidupnya, sebagai catatan inspirasi, untuk mengarungi kehidupan di zaman modern saat ini.
Bahkan, ada satu momen penting yang mungkin tidak bisa dilupakan yakni pada 2018, ketika istri saya memutuskan menjadi calon anggota DPRD Kabupaten Halmahera Selatan periode 2019-2024 pada daerah pemilihan III (Pulau Gane dan Pulau Joronga).
Beliau terlihat sangat bersemangat untuk mengikuti istri saya dan keluarganya untuk bersilahturahmi dengan keluarga mereka di desa Gonone kecamatan Pulau Joronga, Halmahera Selatan.
Dan, ketika kembali pulang istri saya bercerita bahwa dalam perjalanan menuju ke salah satu desa, di tengah perjalanan -- cuaca sedikit berangin dan ombak menghantam loangboat yang mereka tumpangi, semua orang yang ada di dalam longboat menjadi panik.
Namun, sang nenek hanya melempar senyum, dan kemudian berkata bahwa kondisi seperti itu sudah dianggap biasa, lantaran sejak remaja, ketika beliau masih menetap di desa Gonone, dan sering berkunjung ke sejumlah desa di Gane maupun di Bacan Timur Tengah, sering jumpai kondisi laut yang berangin dan berombak. Sehingga, jika mengalami hal serupa, menurutnya sudah menjadi hal yang lumrah bagi orang-orang yang tinggal di pulau kecil.
Kini, nenek permurah senyum itu telah pergi selamanya, meninggalkan anak-anak, cucu dan para cicitnya. Walaupun, saya dan istri tidak sempat hadir mengikuti acara pemakamannya, namun doa kami semoga Nenek husnul khatimah, dan mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT, selamat jalan nenek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H