Kamis (25/3) kemarin, tepat pukul 11.25, saya memutuskan berkunjung ke lokasi Pekuburan Islam Ternate, di kelurahan Makassar Barat, Kecamatan Ternate Tengah. Walaupun setiap saat sering memintas di lokasi ini. Namun, baru kali ini timbul keinginan untuk melihat makam pahlawan nasional asal Palembang tersebut dan mendokumentasikan.Â
Tentu, tujuannya adalah selain memperoleh galeri makam Sultan Mahmud Badaruddin II, juga mengetahui cerita soal keberadaan makam tersebut, lantaran pada setiap malam kamis di yayasan English Tranning Center (ETC) Ternate, Â putri saya sering ditugaskan oleh tenaga pengajarnya mempresentasikan sejarah terkait objek-objek wisata di kota Ternate. Â
Sehingga, pada akhir pekan kami sering berkunjung ke sejumlah objek wisata; memotret dan menulis cerita soal keberadaan objek wisata sejarah di Ternate. Tentu hal ini dilakukan, agar nantinya jika mereka ditugaskan mendampingi para wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Ternate, maka mereka dapat bercerita tentang objek-objek sejarah yang ada  di kota Ternate.
 Makam pahlawan nasional asal Palembang itu, terletak pada sisi utara pekuburan Islam dan dipagari tembok beton berkombinasi dua warna: hijau dan kuning. Karena dipagari, sehingga bagi warga yang berziarah atau berkunjung di areal makam Sultan Mahmud Badaruddin II, harus terlebih dahulu meminta izin kepada penjaga makam.
Â
Setelah bertanya kepada salah seorang warga penjual daun pandan di depan lokasi makam, dia mengarahkan saya ke sisi Timur areal pekuburan, tepatnya di dekat pintu gerbang pekuburan Islam. Katanya, di dekat gerbang ada seorang wanita paruh baya penjual daun pandan bernama Nurhayat Husen, dialah yang dipercayakan sebagai penjaga makam sang Sultan.
Tidak menunggu lama, saya pun bergegas menemuinya. Sambil ngobrol sebentar, saya beritahu kepadanya perihal maksud dan tujuan saya berkunjung ke makam Sultan bernama asli Raden Hasan Pangeran Ratu itu, kebetulan dia juga hendak ke areal makam, karena  dia mendapat informasi bahwa pada pukul 15.00 ada sejumlah rombongan dari Palembang  datang berziarah,  maka kami bermotor menuju ke lokasi makam.
Makam sang pahlawan asal Palembang tersebut, memang berbeda dengan ratusan makam warga di pekuburuan Islam, lantaran dipagari tembok beton setinggi satu meter lebih dan disisipkan besi berukuran kecil di atas pagar. Sementara, tepat di depan areal makam, ada sebuah papan nama berwarna krem kombinasi hijau bertuliskan MAKAM PAHLAWAN NASIONAL SULTAN MAHMUD BADARUDDIN II.Â
Jaraknya dengan areal makam kurang lebih 5 meter. Â Dan, tepat di sisi kiri pintu pagar ada sebuah prasasti yang ditandatangani Gubernur Sumatera Selatan, H Sainan Sagiman, menandai peresmian makam Sang Sultan, serta di sisi kanan pintu pagar sebuah papan informasi berukuran sedang bertuliskan sejarah singkat Sultan Mahmud Badaruddin II -- lengkap dengan fotonya.
Warga di Ternate, lebih familiar menyebut lokasi pekuburan Islam berada di Kelurahan Santiong, Ternate Tengah. Dan, memang benar, namun makam Sultan Mahmud Badaruddin II, sudah berada pada wilayah kelurahan Makassar Barat. Karena, lokasi pekuburan Islam berada di tengah-tengah pemukiman warga diapit tiga kelurahan yatui sisi selatan berada pada wilayah kelurahan Santiong, sisi utara berada di wilayah kelurahan Makassar Barat, dan sisi Barat adalah kelurahan Salahuddin.
Ketika memasuki areal makam Sultan Mahmud Badaruddin II, yang pertama kita saksikan adalah makam milik prajurit sang Sultan, makam-makam berukuran kecil diberi warna hijau dan di bagian pusaranya bercat warna krem, jumlahnya 60 makam, berada tepat di depan makam Sultan. Sementara, makam Sultan berada di dalam sebuah bangunan berukuran sedang, dan tidak hanya makam sultan, tapi ada juga dua makam berdekatan dengan makam Sultan, yaitu makam sang istirnya Ratu Ulu Nyimas Zubaidah binti Kemas Haji Muhammad Alim yang berada pada sisi kanan makam sultan dan pada sisi kirinya adalah makam milik guru spiritual sultan, Al-Habib Umar bin Muhammad Assagaf.
Sementara makam putra Sultan Mahmud Badaruddin II, Sultan Ahmad Najamuddin Pangeran Ratu berada sisi kiri berdekatan dengan pagar pembatas, dan tiga makam yang berada di sisi kanan adalah keluarga sang Sultan. Setelah, memotret sejumlah makam prajurit Sultan, saya dipersilahkan masuk melihat makam Sultan, dan istrinya serta makam guru spritualnya.
Di dalam ruangan, selain ketiga makam tersebut, ada sebuah prasasti berukuran kecil bertuliskan profil  Sultan, sehingga begitu kita melihat dari dekat makam sang pahlawan nasional asal Palembang tersebut, kita juga dapat mengetahui secara detail riwayat sang Sultan lengkap dengan tanggal, bulan dan tahun ditetapkan sultan Mahmud Badaruddin II menjadi pahlawan nasional.
Setelah melihat dan memotret makam Sultan Mahmud Badaruddin II, beserta istrinya dan guru spiritual Sultan, saya memanfaatkan sedikit waktu untuk ngobrol dengan si penjaga makam, Nurhayati Husen, dia bercerita, sebenarnya yang ditugaskan menjaga makam tersebut adalah ayah mertuanya. Namun, sejak mertuanya meninggal, maka suaminya lah yang bertanggung jawab memegang kunci makam tersebut. Dan, setelah suaminya meninggal, maka dia mengambil tanggung jawab memegang kunci sambil membersihkan areal makam.
Setelah ngobrol, saya berpamitan untuk kembali ke kantor, sementara dia tetap berada di areal makam -- membersihkan dan menyiapkan segala hal terkait kunjungan rombongan dari Palembang untuk berziarah di makam sang Sultan.
Lokasi pekuburan Islam Ternate, memang berada di tengah-tengah kota. Karena terdapat sebuah jalan di tengah areal pekuburan, dan sepanjang sisi kiri dan kanan jalan di manfaatkan warga sekitar untuk menjual daun pandan dan air mineral. Sehingga, warga yang berziarah tak perlu repot mencari daun pandan dan air mineral, karena semuanya sudah tersedia di lokasi pekuburan. Dan biasanya, mereka menjual daun pandan pada pagi hingga sore hari.
Biasanya, menjelang bulan Ramadan, begitu banyak warga berziarah di pekuburan Islam. Seperti pada Kamis (25/3) kemarin, di sisi selatan dan utara areal pekuburan terlihat sejumlah warga berziarah pada makam sanak keluarga mereka. Dan, di areal pekuburan Islam, pada bulan Ramadan tepat malam ke 27, warga membakar obor kecil sepanjang jalan di areal pekuburan, sehingga momen seperti ini sering kami manfaatkan untuk memotret mereka, terlebih anak-anak kecil yang memegang obor maupun lampu tradisional.
Lokasi pekuburan Islam, juga berdekatan dengan benteng milik bangsa Belanda. Benteng yang dulunya pernah menjadi pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal VOC Pieter Both. Laurenz Real, Herarld Reyist dan J.C Cum.Â
Dan di benteng inilah menjadi tempat pengasingan Sultan Mahmud Badaruddin II, seperti dikutip dari Sindonews.com Jumat (01/5/2020) awal pangasingan Sultan Mahmud Badaruddin II di Ternate, memang di benteng Oranje. Di Benteng, sang Sultan dikurung dalam sel berukuran sangat kecil. Di dalam sel, Sultan Mahmud Badaruddin II hanya bisa berbaring, dan duduk, namun tidak bisa berdiri.
Sebelum diasingkan ke Ternate, sang Sultan memang terlibat peperangan melawan dua bangsa penjajah Inggris dan Belanda. Berdasarkan penelusuran di Wikipedia Sultan Mahmud Badaruddin II merupakan Sultan Palembang Darussalam selama dua periode (1803-1813) -- (1818-1821). Sebelum menjadi Sultan nama aslinya adalah Raden Hasan Pangeran Ratu, ia lahir di Palembang pada 1767 dan meninggal di pengasingan di Ternate pada 26 September 1852.
Berawal dari monopoli timah di Palembang oleh Belanda dinilai tidak adil oleh pihak kesultanan Palembang. Buntut dari persolan inilah, Pemerintah Britania di Batavia yang kala itu dipimpin Thomas Stamford Raffles berusaha membujuk Sultan Mahmud Badaruddin II agar mengusir Belanda dari Palembang.Â
Namun, sang Sultan menolak permintaan Raffles, sikap ini diambil Sultan Mahmud Badaruddin II karena tidak ingin terlibat dalam permusuhan antara Britania dan Belanda, dan tidak ingin menjalin kerjasama dengan Belanda. Sehingga, Britania memanfaatkan momentum membuat perjanjian dengan Palembang, di mana pihak Palembang sangat diuntungkan.
Pada 14 September 1811 kantor dagang (loji) VOC di sungai Alur, Palembang di serang. Pengancuran loji, dan terjadi pembunuhan dan pengusiran. Belanda menilai peristiwa ini dipicu oleh hasutan Britania. Namun, pihak Britania membantah tudingan Belanda, dan menuduh peristiwa tersebut merupakan inisiatif Sultan Mahmud Badaruddin II.
Pasca peristiwa Sungai Alur, Thomas Stamford Raffles, berharap pulau Bangka diserahkan Sultan Mahmud Badaruddin II kepada Britania. Namun, ditolak sang Sultan. Buntut dari penolakan tersebut, Britania kemudian mengirim pasukan perangnya di bawah pimpinan Gillespie, pertempuran berlangsung singkat dan berhasil menguasai Palembang. Sehingga, sang Sultan pun berpindah ke Muara Rawas.
Setelah pulau Bangka, Palembang di kuasai Britania dan ditempatkan Robert Meares sebagai Residen. Maka, pada 28 Agustus 1812, Meares berkeinginan menangkap Sultan Mahmud Badaruddin II di Muara Rawas. Namun, Meares tewas tertembak pada pertempuran Buay Langu. Sehingga, digantikan Mayor Robison. Selanjutnya Britania dan Sultan Mahmud Badaruddin II berdamai.
Pada 13 Agustus 1814, berdasarkan konvensi London, maka Britania menyerahkan kembali Palembang kepada Belanda. Kala itu, Herman Warner Muntinghe diangkat sebagai komisaris di Palembang, dan dia berhasil mendamaikan Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Ahmad Najamuddin II atau Husin Diauddin. Ahmad Najamuddin, ketika itu diangkat pemerintah Britania menggantikan Sultan Mahmud Badaruddin seusai persitiwa Loji Sungai Alur. Karena, SMB II kembali menjadi Sultan dan Ahmad Najamuddin II lalu diasingkan ke Cianjur.
Konflik Sultan Mahmud Badaruddin II dengan Belanda berlangsung, seusai penyerangan terahadap Warner Muntinghe di pedalaman wilayah kesultanan Palembang yang dilakukan pengikut SMB II. Belanda pun menuntut kepada agar Putra Mahkota diserahkan kepada mereka, sebagai jaminan kesultanan Palembang setia kepada Belanda. Namun, permintaan ditolak pihak kesultanan.Â
Dan, terjadinya perang melawan Belanda oleh Sultan Mahmud Badaruddin II, yang dinamakan perang Menteng. Walaupun, korban terbanyak pada pihak Belanda. Namun, Gubernur Jenderal G.A.G.Ph van der Capellen bersama Laksamana Constantjin Johan Wolterbeek dan Mayjen Hendrik Markus de Kock, memutuskan menyerang Palembang dengan kekuatan penuh.
Palembang takluk, pada 14 Juli 1821, dan Sultan Mahmud Badaruddin II beserta keluarga ditangkap dan diasingkan ke Ternate tepatnya di Benteng Oranje pada 1822. Benteng ini merupakan pusat pemerintahan tertinggi Hindia Belanda, yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal VOC Pieter Both. Laurenz Real, Herarld Reyist dan J.C Cum.
Setelah diasingkan di benteng Oranje, Sultan Mahmud Badaruddin II akhirnya wafat di Ternate pada 26 September 1852 dan dimakamkan di kompleks pekuburan Islam di kelurahan Makassar Barat, kecamatan Ternate Tengah. Karena, perjuangannya melawan Belanda dan Inggris, sehingga Sultan Mahmud Badaruddin II dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 29 Oktober 1984 melalui SK Presiden RI nomor 063/TK/1984. Selain itu, nama Sultan Mahmud Badaruddin II pun diabadikan menjadi nama bandara Internasional di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II. Dan pada 20 Oktober 2005 silam, penggunaan fotonya pada mata uang rupiah pecahan 10.000-an.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H