Sebagai fotografer yang jatuh cinta terhadap foto jurnalistik, membuat saya sering terlibat bersama para jurnalis  meliput berbagai peristiwa di kota Ternate, maupun di beberapa kabupaten dan kota di Maluku Utara, seperti: demonstrasi mahasiswa, kegiatan kampanye pemilukada, pentas seni dan budaya maupun pertandingan olah raga.
Dari sejumlah peristiwa yang terekam lensa kamera, memang menghadirkan senyum bahagia bagi kami di lapangan, jika momen penting yang diabadikan dengan timing yang tepat, dan tentunya memunculkan banyak cerita dari foto atau gambar tersebut.Â
Namun, terkadang memotret sejumlah momen yang melibatkan massa, harus ekstra hati-hati, seperti demonstrasi mahasiswa maupun aksi yang dilakukan massa pendukung kandidat calon Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Sebab, pada kondisi-kondisi tertentu, aksi demo yang semula berjalan tertib, berubah menjadi bentrok antara massa aksi dan pihak keamanan.
Namun, itu hanya soal taktik yang harus disiasati di lapangan, agar selama demonstrasi kita tidak mendapat percikan gas air mata atau bahkan derasnya air dari mobil water canon milik polisi. Walaupun begitu, sudah menjadi resiko bagi para pewarta foto, seperti sering dikatakan ingin dapatkan foto demontrasi yang dramatis, maka segala resiko di lapangan pun harus dihadapi.
Soal foto Demontrasi mahasiswa, Â kegiatan kampanye maupun demontrasi dari massa calon gubernur, bupati dan wali kota, akan saya sampaikan pada tulisan berikutnya. Karena saya ingin berbagi pengalaman terkait liputan pada lapangan sepak bola. Dan, satu hal yang perlu diketahui yaitu mengapa genre foto jurnalistik selalu diidentik dengan wartawan?