Setelah menuntaskan dua tulisan dan menyetor hasil karya fotografi pada buku Kisah Perjuangan dan Inspirasi (alm) Abdul Rahman Ismail Marasabessy (mantan rektor IAIN Ternate). Saya kembali menulis cerita fiksi, karena target saya untuk menerbitkan sebuah novel, yang nantinya menegaskan pencapaian selama saya bertugas di perpustakaan pusat IAIN Ternate.
Tentu, hal ini sangat jauh berbeda dengan profesi saya sebagai seorang fotografer. Sebab, sejak menekuni dunia melukis cahaya, tidak terbersit sedikit pun dalam benak bahwa saya akan menulis buku, walaupun buku fotografi (kumpulan karya-karya terbaik) yang saya digarap hingga kini belum dapat diterbitkan lantaran terkendala finansial. Dan buku fotografi bukan soal tulisan, tapi hanya berisi foto dan caption foto.
Sehingga, menulis buku merupakan aktivitas yang terbilang baru dan menantang, namun saya mencoba mengambil jalan yang berbeda dengan semua fotografer yang ada di kota Ternate -- kini mereka tetap masih menjalani rutinitas seperti biasa -- membuat karya fotografi, walaupun saat ini -- pandemi covid-19 sehingga sejumlah teman fotogarfer lebih memilih gantung kamera.
Dunia menulis, sering diidentik dengan kalangan akademisi atau orang-orang yang terlibat pada kelompok literasi. Sehingga, wajar apabila mereka pun menghasilkan karya tulis, karena digembleng pada grup literasi tersebut.
Nah, saya menepis persepsi itu dengan mencoba menekuni dunia tulis-menulis. Artinya bahwa, tanpa kita terlibat pada kelompok literasi pun pasti akan bisa, seperti mereka. Karena saya berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang kita lakukan berawal dari niat, serta kemauan keras yang tertancap kuat dalam diri.
Hal inilah yang melatari saya dan mencoba untuk "meninggalkan" profesi saya di dunia melukis cahaya  dan kembali ke bidang baru, yaitu tulis-menulis. Karena, berangkat dari niat itulah saya memanfaatkan waktu sebaik mungkin, agar bisa menulis dan membuat karya di dunia tulis-menulis.
Sehingga, salah seorang teman yang juga anggota DPRD Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara periode 2019-2024 pernah bertanya, "karya fotografi kamu kok tidak lagi terlihat di Koran?.
Respon atas pertanya si kawan ini, saya bilang untuk sementara, saya konsentrasi dulu ke dunia tulis-menulis. Dan, pertanyaan seperti ini bukan saja saya dapatkan dari seorang politisi itu, tapi pernah juga dilontarkan oleh salah satu Pimpinan perusahan Rokok di Ternate, karena dia sangat menyukai hasil karya fotografi saya.
Begitu pun seorang teman di kantor Kementerian Agama Kabupaten Halmahera Utara. Pernah mengajukan pertanyaan yang sama. Memang, pertanyaan seperti itu muncul lantaran pada salah satu Koran lokal di Ternate, di setiap edisi weekend, mereka selalu melihat hasil karya  saya, dan terhitung karya saya di Koran yang saya kumpul dan simpan mencapai angka tiga ratus lebih.
Selain itu, karya-karya yang lain yang dipakai sebagai foto berita pada media cetak maupun media online. Jadi, wajar ketika mereka tidak lagi melihat karya saya terpampang di media, pasti mereka bertanya.
Dan yang jelas, selain ada kerusakan kecil pada lensa yang saya miliki, dan membuat saya jarang membuat karya fotografi. Terlepas dari itu, saya ingin tampil beda, yaitu membuat karya pada dunia tulis-menulis.
Karena didasari dari niat serta kemaun keras, membuat karya pada bidang tulis-menulis, akhirnya terwujud. Walaupun karya pertama di buku milik mantan rektor IAIN Ternate, namun terlambat terbit, dan buku antologi sejuta cerita tentang ibu lebih dulu terbit, sehingga saya menyebut karya pertama.
Buku antologi berjudul Sejuta Cerita Tentang Ibu, merupakan kumpulan tulisan dari dosen IAIN Ternate dan IAIN Tulungagung, serta beberapa dosen dari perguruan tinggi di pulau Jawa. Buku setebal 432 halaman itu, ditulis oleh 79 penulis dan satu diantaranya adalah saya.
Buku antologi ini ditulis untuk memperingati Hari Ibu yang diprakarsai oleh salah satu dosen di IAIN Tulungagung sekaligus menjadi mentor pada sejumlah grup menulis di berbagai Perguruan Tinggi, yaitu Dr Ngainun Naim. Â Dan, beliau termasuk berperan penting atas penerbitan sejumlah buku antologi pada grup menulis yang dibimbingnya.
Berawal dari ajakan dari seorang teman, bernama Adiyana Adam untuk bergabung menulis buku antologi Sejuta Cerita Tentang Ibu. Teman tersebut, saya menyebut sebagai wanita "hebat" di IAIN Ternate, karena selain menulis, kiprahnya di IAIN Ternate patut diacungi jempol, dengan berbagai karyanya di bidang lietrasi, betapa tidak sebagai seorang pegawai administrasi yang menjadi penulis pertama pada jurnal Internasional Scopus merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa.
Begitu pun satu-satunya pegawai administrasi di IAIN Ternate yang seusai mengikuti diklat pim empat dan hasil karya pada project perubahannya dapat direalisasikan pada unit tempatnya bekerja dan bermanfaat untuk pelaksanaan kegiatan akreditasi pada kampus yaitu Open Journal System (OJS).
Selain kiprahnya menghidupkan dunia literasi di kampus, perannya sebagai ibu rumah tangga pun pun patut diapresiasi,  berkat didikannya putrinya dapat menuntaskan pendidikan strata satu (S-1) pada salah satu Universitas di Jogyakarta dengan predikat cumlaude dan menyelesaikan studi stata dua (S-2) di luar negeri. Sehingga, si teman tersebut dapat dikatakan sebagai sosok wanita "hebat".
Memang tulisan saya di buku antologi tersebut, berkat motivasinya, sehingga saya pun mulai terbiasa -- tetap intens menulis. Â Dan, target saya adalah terus menulis dan menulis agar lebih banyak menghasilkan karya. Agar setidaknya, apa yang saya lakukan dapat menginspirasikan anak saya di hari esok. Minimal mencintai dunia literasi, dan nantinya menjadi seorang penulis.
Memang sejak menekuni dunia fotografi, sempat memunculkan keinginan menulis, namun terkadang tidak memiliki waktu, lantaran harus terlibat dengan rutinitas kantor, selain itu di rumah, harus menghabiskan waktu di depan komputer untuk mengedit foto dan tentunya video.
Sehingga, jika konsentrasi untuk menulis memang agak sulit. Terlebih dunia fotografi, jika kita tidak menguasai aplikasi photoshop, pasti menghambat langkah kita untuk berkembang, karena terkadang harus mengambil job foto prawedding dan wedding, sehingga harus membutuhkan skill mengedit foto, agar hasil karya kita pun boleh dibilang sempurna dan menyenangkan hati para klien.
Buku antologi pertama ini, setidaknya sebagai pelecut semangat untuk tetap berkarya pada bidang yang terbilang baru bagi saya, karena dunia tulis-menulis mulai saya geluti pada desember 2019 lalu. Walaupun begitu, nantinya buku Kisah Perjuangan dan Inspirasi (alm) Abdul Rahman Ismail Marasabessy (mantan rektor IAIN Ternate) diterbitkan, maka tulisan saya pada buku tersebut, menjadi tulisan kedua yang dibukukan.
Dan, tentu ini sebagai langkah awal dalam menatap lebih jauh ke dapan, dan terus berkarya untuk menghasilkan buku solo pertama, agar tidak sia-sia "meninggalkan" dunia fotografi dan beralih ke dunia tulis-menulis. Salam Literasi!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H