Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Amien Rais Belajarlah dari Polemik Partai Demokrat

7 Maret 2021   00:52 Diperbarui: 7 Maret 2021   01:48 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendiri Partai Ummat, Amien Rais. Foto:Kompas.com

Walupun partai Ummat belum dideklarasikan, namun publik sudah tahu bahwa di tahun 2024 nanti partai Ummat bakal ikut meramaikan pesta demokrasi Indonesia. Partai bentukan Amien Rais itu, diyakini bersaing dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dalam menangguk suara pemilih dari kalangan Muhammadiyah dan tentunya pemilih milenial. 

Partai ummat sendiri rencananya dideklarasikan pada 17 Ramadhan 1442 Hijriah atau beretapatan dengan 28-29 April 2021, merupakan partai baru dengan wajah lama, lantaran selain Amien Rais yang dikenal publik sebagai akademisi dan politisi senior, ada juga nama lain yang suda dikenal publik yakni Agung Mozin dan Chandra Tirta Wijaya -- merupakan mantan pengurus Partai Amanat Nasional (PAN). 

Dua nama terakhir, jelas memiliki kompetensi dan pengalaman politik yang patut diperhitungkan, sehingga nantinya dapat berperan penting membawa partai yang bertagline "Lawan Kezaliman" dan " Tegakan keadilan" itu bersaing dengan sejumlah partai besar di tanah air. 

Ibarat kompetisi sepak bola, menjelang bergulirnya Liga -- hal pertama yang dilakukan klub sepak bola adalah menyusun kerangka tim, mulai dari pelatih kepala hingga pemain, maupun fasilitas pendukung digelarnya latihan untuk memantapkan strategi demi meraih kemenangan. 

Begitu pun sama halnya partai politik, menatap pesta demokrasi, pimpinan partai sudah menaruh harapan besar agar partai yang dipimpin, tidak kalah bersaing dengan partai lainnya. Sehingga strategi yang diterapkan dari tingkat pusat hingga daerah pun disusun dengan baik, seperti susunan kepengurusan, hingga kebijakan partai yang lebih berorientasi pada kepentingan kalangan akar rumput.

Jika susunan kepenguruan ditentukan berdasarkan kompetensi yang dimiliki para kaders, maka gesekan internal partai pun dengan sendirinya tidak bakal terjadi, walaupun teori ini dalam dunia politik tidak seratus persen benar, lantaran partai politik sebagai wadah berkumpulnya orang-orang dengan sejuta kepentingan, yang terkadang pada kondisi-kondisi tertentu, terjadi mis-komunikasi, karena berbeda pandangan politik. 

Untuk itu, pengelolaan partai pun harus mengikuti kaidah-kaidah yang benar agar terhindar dari polemik maupun pertikaian antar kaders dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, maupun di dewan pengurus pusat (DPP). Kalau pun, atmosfir hubungan antar kaders tidak dikelola dengan baik, maka nantinya pertikaian di internal partai berdampak pada masa depan partai.

Seperti yang terjadi pada partai PPP, konflik internal ditambah kasus yang menjerat mantan ketua umum DPP Romahurmuzi berdampak pada perolehan suara partai berlambang Kabah itu di tahun 2019 lalu. Hal ini seperti dikatakan Direktur Riset Populi Center, Usep S Ahyar pada Republika Jumat (19/4/2019) bahwa dua faktor tersebut lah yang menggerus suara partai PPP pada pemilu 2019.

Dan, yang terbaru konflik pengurus partai Demokrat dengan ketua umumnya Agus Harimuti Yudhoyono (AHY) yang berujung pada digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) di Hotel The Hill Sibolangit, Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021) dan mendepak AHY dari kursi ketua umum partai berlambang bintang mercy itu, dan tidak hanya AHY tapi sang bapaknya Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pun juga kena imbas dari kisruh tersebut yaitu dilengserkan dari Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat.

Walaupun kisruh di internal partai dianggap sebagai sesuatu yang lumrah dalam dunia politik, namun setidaknya konflik semacam ini menjadi perhatian serius dari pimpinan-pimpinan partai lainnya, dan salah satunya adalah Amien Rais dengan partai Ummat-nya, sehingga menjadi pembelajaran untuk terus berhati-hati dalam pengelolaan partai ke depan, terlebih partai Ummat dikenal bertagline "Lawan Kezaliman" dan " Tegakan keadilan." 

Bagi simpatisan Amien Rais di partai PAN, setidaknya berharap bahwa setelah gagal di partai berlogo matahari terbit, dan kembali berkiprah dengan partai Ummat, tentu dari sisi pengelolaan partai jauh lebih baik dari sebelumnya, yaitu sejak dia berada di partai PAN. 

Dan, salah satu yang diharapkan publik khsususnya yang menaruh simpati terhadap partai Ummat yakni penentuan ketua umum serta komposisi kepengurusan di tingkat pusat hingga daerah, dapat diisi oleh kaders partai yang tidak hanya memiliki kompetensi dan elektabilitas yang baik, namun di samping itu harus memiliki komitmen politik yang kuat untuk membesarkan partai. 

Sejak berada di PAN dan kenal sebagai tokoh pendiri, Amien Rais memang dikatakan sebagai tokoh politik yang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan, hal ini seperti dia ungkapkan saat diwawancarai Majalah Ummat, no.7, tahun IV, 24 Agustus 1998, dengan judul "Dr. M. Amien Rais: Era Baru, Butuh Wahana Baru," Seputar Keputusan Amien Rais untuk mendeklarasikan partainya sendiri, Partai Amanat Nasional (PAN). 

Katanya, dalam menentukan langkah politik, dia tidak cepat mengambil keputusan, dan terkesan lamban, tapi bukan lantaran sebagai seorang peragu atau pembimbang. Namun, dia melihat masalah, supaya mengalami krsitalisasi lebih dahulu, baru setelah itu melangkah. 

Sikap kehati-hatian inilah, sehingga semula dia diajak bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB) maupun partai PPP, namun dia enggan menerima pinangan tersebut dan lebih memilih membuat partai baru yaitu Partai Amanat Nasional (PAN). 

Karena, menurutnya gambaran di PPP saat itu tidak mulus, ada semacam resistensi karena di PPP terdapat banyak tokoh dari kalangan NU, sehingga kehadirannya mungkin tidak diterima dengan ramah seratus persen. 

Begitu pun sama halnya dengan dinamika politik yang terjadi di PAN, perseteruan Amien Rais dengan Zulkifli Hasan, yang berakhir dengan wacana pembentukan partai baru, yang kini diwujudkan menjadi partai Ummat. 

Tentu, seperti ide awal pembentukan partai PAN, partai Ummat pun dapat diasumsikan bahwa berangkat dari ijtihad politik Amien Rais -- ingin bersama partai dengan platform perjuangan yang segar, dengan tujuan membawa Indonesia ke kesejahteraan sosial, keadilan bagi seluruh rakyat, dan menjadikan masa depan sebagai masa-masa pencerdasan kehidupan bangsa, seperti tercantum dalam amanat UU 1945. 

Nah, terkait sikapnya yang sangat hati-hati dalam mengambil keputusan, maka hingga kini publik pun belum dapat menerka, sikap politik Amien Rais dalam menentukan siapa yang bakal mengisi kursi ketua umum Partai Ummat. 

Sebab, ketua umum merupakan jabatan stategis pada partai yang menentukan keberlangsungan partai. (baca: konflik partai politik). Walaupun, posisi calon ketua umum partai Ummat, masih sebatas wacana, namun setidaknya isyarat yang dapat ditangkap dari wacana yang berkembang, sosok ketua Umum partai Ummat bakal diisi oleh figur muda. 

Dan, figur muda tersebut tentu memiliki integritas pribadi yang baik dan komitmen yang jelas terhadap partai, serta berwawasan yang jauh ke depan dalam pengelolaan partai dan tentunya memperoleh akseptabilitas secara politik. 

Namun, hingga sejauh ini belum dapat diprediksikan sosok pengisi kursi ketua umum tersebut. Seperti dikatakan salah satu inisiator partai Ummat, Agung Mozin, soal calon ketua umum partai Ummat, Amien Rais dan para inisiator berharap sosok tersebut bisa menjadi teladan. 

Ada tiga kriteria yang disampaikan Agung Mozin, seperti dilansir SINDOnews, Selasa (2/3/2021) kriteria tersebut yakni pertama, memeiliki track record dan berakhlaq baik, kedua, calon ketua umum partai Ummat, diharapakan pikiran-pikirannya bisa menjadi rujukan bagi semua umat Islam yang ada di Inodonesia, artinya punya kecerdasan yang tinggi dan pikirannya bisa menjadi rujukan alias jangan asal bunyi. 

Serta ketiga, wajib hukumnya calon ketua umum partai Ummat memiliki sikap ikhlas dan sabar dalam memimpin. "karena, partai Ummat kita harapkan menjadi harapan bagi umat yang ingin menegakkan keadilan dan melawan kezaliman, yang merupakan tagline partai Ummat," kata Agung Mozin. 

Walaupun, belakangan wacana yang berkembang terkait ketua partai Ummat mengarah pada Hanafi Rais, putra sulung Amien Rais, namun isu tersebut ditampik, lantaran menurut Amien Rais dia tidak ingin partai Ummat disamakan dengan partai lainnya, yang sudah dikenal publik dengan sebutan partai dinasti. 

Nah, sinyalemen seperti ini memang sangat wajar dalam wacana politik, dan tidak juga menjadi standar baku yang nantinya harus dihindari. Sebab, partai politik rata-rata biacara tentang kepentingan, sehingga terkadang ucapan yang dilontarkan berbeda dengan kenyataan. 

Walaupun begitu, penegasan dari Amien Rais tersebut mengindikasikan bahwa dia ingin kiprahnya bersama partai Ummat jauh lebih baik dari partai-partai lainnya, terlebih partai PAN. Sehingga, apapun yang terjadi dengan tekad dan keyakinan politik yang kuat, dia ingin membawa partai Ummat jauh lebih seperti ketika dia berada di partai PAN. 

Untuk itu, konflik yang terjadi pada partai Demokrat, yang bermula dari penilaian para kaders atas ketidakmampuan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memimpin partai, seharusnya menjadi pembelajaran bagi Amien Rais dan para inisiator partai Ummat, untuk lebih berikhtiar dalam menentukkan sosok ketua umum partai, agar nantinya partai Ummat ke depan tidak bernasib sama dengan partai Demokrat, maupun partai lainnya yang sering terlibat konflik kepentingan lantaran terjadi gesekan antara ketua umum dan pengurus partai. 

Dinamika politik di tanah air memang tidak bisa diterka atau diramal, dan memang sangat sulit. Sebab, pada kondisi-kondisi tertentu, segala hal yang berlangsung baik dan adem, berubah secara cepat menjadi "kasar" dalam tataran kepentingan politik. 

Sebagai contoh pada partai Demokrat, semula publik tidak menyangka bahwa tidak akan bakal terjadi orang luar partai menjadi pimpinan pada partai Demokrat, karena sosok SBY selain dicitrakan sebagai orang yang sangat dihormati di partai Demokrat, namun kini berubah secara total. 

Ini menandakan bahwa konstalasi politik di bangsa ini sulit untuk diprediksi, dan masalah yang menimpa SBY juga pernah dirasakan Amien Rais di partai PAN, maupun dialami oleh para petinggi-petinggi partai politik lainnya. 

Namun, yang terjadi pada partai PAN masih dalam standar ideal, walaupun terjadi konflik kepentingan, namun pada akhirnya yang menduduki ketua umum adalah kaders partai dan itu sangat wajar dalam partai politik. 

Tapi, yang terjadi pada partai Demokrat, memang benar-benar di luar jangkauan radar politik atau kalkulasi politik para petinggi partai, namun persoalan seperti ini dalam dunia politik dianggap sebagai hal yang wajar. 

Justru itu, pada penentuan ketua umum partai Ummat, Amien Rais seharusnya jadikan masalah yang menimpa partai Demokrat sebagai pembelajaran dan ikhtiar politik, dalam arti ketua umum harus benar-benar memiliki tiga syarat, seperti yang disebutkan salah satu inisiator partai Ummat, Agung Mozin. 

Agar partai Ummat ke depan, tidak mengalami konflik kepentingan seperti yang dialami oleh Partai Demokrat, maupun yang dirasakan Amien Rais ketika bersama partai PAN.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun