Pekan depan, para Abdi negara pasti semringah, pasalnya Presiden Joko Widodo pada Jumat (7/8) kemarin sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 tahun 2020 tentang Pemberian Gaji, Pensiun, Tunjangan atau Penghasilan Ketiga Belas.
Tentu, ini menjadi kabar gembira bagi PNS, TNI, Polri dan Pensiunan. Sebab, gaji ke-13 yang ditunggu-tunggu itu pun akhirnya terbayar.
Memang, gaji ke-13 sudah ditetapkan Pemerintah sebagai tambahan penghasilan untuk abdi negara dan dibayarkan pada pertengahan tahun bertepatan tahun ajaran baru, guna menambah biaya pendidikan anak-anak, dan dibayarkan sesuai penghasilan bulanan atau gaji bulan Juni. Hanya saja, pembayaran gaji ke-13 pada tahun 2020 sedikit terlambat, lantaran pandemi covid-19. Walaupun terlambat, namun tetap terbayarkan.
Di saat para abdi negara menunggu sms banking pertanda gaji ke-13 sudah masuk ke rekening tabungan, maupun yang lainnya menanti kabar dari bendahara untuk menerima gaji ke-13 secara manual.
Berbeda dengan petani cengkih, khususnya di Maluku Utara, sebagaimana dilansir Malut Post pada Jumat (7/8) kemarin, harga cengkih kembali turun, membuat petani cengkih merana.
Pasalnya, harga cengkih saat ini, tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan petani cengkih untuk menyewa para pekerja saat musim panen pada April lalu, yaitu Rp 125 ribu hingga Rp 150 ribu perhari.
Sebab, harga cengkih saat ini Rp 56 ribu -Rp 57 ribu perkilogram, sebelumnya pada 2019 lalu harga cengkih berada pada angka Rp 80 ribu hinga Rp 90 ribu per kilogram.
Jelas, harga cengkih saat ini membuat para petani mengalami kerugian apabila mereka menjualnya, tentu ini menjadi dilematis bagi petani cengkih, lantaran di masa pandemi Covid-19 khususnya para petani cengkih diperhadapkan pada dua pilihan menjual untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, dan sebagai biaya tambahan bagi anak-anak mereka pada tahun ajaran baru, ataukah menyimpan dan menunggu harganya kembali naik.
Cengkih merupakan salah satu komoditas unggulan pada sektor perkebunan, sejauh ini menjadi andalan bagi para petani di Maluku Utara, dan tentunya memiliki sejarah yang istimewa, dan tetap menjadi wacana oleh para generasi penerus bangsa.
Sebab, awal mula datangnya bangsa-bangsa Eropa ke Maluku karena ketertarikan pada rempah-rempah, dan Cengkih dan Pala merupakan target utama.
Dikutip dari www. Indonesia.go.id, Orang Eropa kala itu meyakini bahwa, harga satu kilogram Pala dan Cengkih jauh lebih mahal daripada satu kilogram emas.
Karena rempah-rempah pada saat itu, khasiatnya jauh lebih banyak dan sedang dicari oleh bangsa Eropa. Namun, di wilayah Eropa dan sekitarnya, tidak ditemukan rempah-rempah seperti Pala dan Cengkih.
Dari situlah bangsa Eropa mencari tahu, di belahan dunia mana yang memiliki kekayaan tersebut, maka ditemukanlah Maluku, sebagai satu-satunya daerah penghasil Pala dan Cengkih.
Namun, kini harga cengkih tidak se-istimewa sejarahnya pada masa silam. Walaupun begitu cengkih tetap menjadi salah satu komoditas unggulan dan selalu ditanam oleh para petani di Maluku Utara, baik di kota Ternate dan Tidore maupun di daratan Halmahera.
Memanen buah Cengkih, termasuk kategori pekerjaan yang memelahkan dan menguras isi dompet, lantaran para pekerja sering menolak apabila bayaran perhari kecil, begitupun terkadang sang pemilik kebun terpaksa mengeluarkan biaya lebih untuk memanjakan para pekerja, seperti membayar upah harian dan menanggung konsumsi para pekerja.
Sehingga, apabila setelah panen harga cengkih tidak stabil membuat para petani cengkih merasa "galau". Kini, para petani cengkih di Maluku Utara hanya berharap, harga cengkih kembali naik agar bisa menutupi pengeluaran mereka selama musim panen pada April lalu.
Saat ini abdi negara senyum bahagia, semoga pada bulan-bulan berikutnya harga cengkih kembali naik, agar menghadirkan senyum bahagia di wajah para petani cengkeh. Semoga!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H