Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Administrasi - Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cerita | Berkunjung ke Desa Liaro Bacan Timur Selatan

25 Juni 2020   01:01 Diperbarui: 22 Maret 2024   08:35 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepuluh menit lagi Kapal akan bertolak menuju pelabuhan Babang Halmahera Selatan,  itulah pesan yang saya peroleh melalui short message service (sms) dari seorang teman yang bertugas di Pelabuhan Penyebrangan Bastiong Ternate, Maluku Utara, sehingga saya merespon dengan meminta kepada teman saya untuk memacu kendaraan agar tidak terlambat.

Meskipun hujan gerimis terjadi di sepanjang jalan malam itu, namun hal itu tidak mengurangi semangat saya untuk pergi ke Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan. 

Karena tujuan ke Bacan, pada Jumat (23/11/2018) malam, selain menemani istri untuk mengurus administrasi sebagai Calon Anggota Legislatif Kabupaten Halsel peiode 2019-2024, tentu saya berkeinginan untuk berkunjung ke Desa Liaro Kecamatan Bacan Timur Selatan, karena walaupun sering ke Pulau Bacan, hingga resmi menikah di desa Bibinoi Bacan Timur Tengah pada 2007 silam.

Namun, ada beberapa desa yang belum pernah saya singgahi dan desa-desa tersebut menurut informasi yang saya peroleh; baik dari istri, maupun para kerabat tentang pesona wisatanya yang sangat mengagumkan, terlebih kesibukan saya sebagai Fotografer, sehingga mendengar informasi-informasi seperti itu, memantik saya selaku seorang fotografer untuk berkunjung, dan melihat indahnya pesona pantainya dan mengabadikan dengan kamera.

Saat tiba di pelabuhan penyebrangan Bastiong, saya menduga pasti tidak mendapat tiket, lantaran setiap orang yang hendak ke pulau Bacan, mereka selalu membeli tiket pada pagi maupun siang hari, sehingga pada malam hari pasti kita tidak mendapat tiket.

Jembatan penyeberangan di Desa Wayaua Bacan Timur Selatan (Dok. Pribadi)
Jembatan penyeberangan di Desa Wayaua Bacan Timur Selatan (Dok. Pribadi)
Biasanya saya hendak ke pulau Bacan -- membeli tiket pada siang hari, walapun pada malam hari kita masih peroleh tiket - itu pun pasti berada di deck paling bawah, yaitu tempat yang paling diminati oleh ibu-ibu, karena selain merasa aman dan nyaman, lantaran mereka tidak mau terlibat berdesakan dengan penumpang lain, maupun para buruh angkut, ketika keluar dari pintu kapal, saat kapal bersandar di pelabuhan.

Dugaan saya ternyata benar, tiket habis terjual. Dan banyak penumpang kapal tidak memiliki tiket, memilih untuk tidak ikut berlayar karena penempatan seat (tempat tidur) di atas kapal, memang dikhususkan bagi penumpang yang mengantongi tiket, terlebih mereka yang ikut berlayar bersama keluarga, sangat beresiko jika tidak kebagian seat.

Namun karena jadwal berkunjung ke Desa Liaro sudah ditentukan oleh istri saya, sehingga walapun tidak memiliki tiket, saya harus nekat ikut berlayar untuk menuntaskan hasrat ingin berkunjung ke Desa Liaro dan ini menjadi pengalaman berharga bagi saya selama berkunjung ke pulau Bacan.

Pantai Wayaua Bacan Timur Selatan dipotret dari  Jembatan penyeberangan Wayaua. (Dok. Pribadi)
Pantai Wayaua Bacan Timur Selatan dipotret dari  Jembatan penyeberangan Wayaua. (Dok. Pribadi)

Tali tambat dilepas, kapal mulai meninggalkan pelabuhan Bastiong Ternate, sementara di luar gerimis masih tetap memukuli dinding kapal, terlihat para penumpang kapal ada yang rebahan sambil memainkan gawai-nya, sebagian memilih bercengkerama dengan keluarga, sambil menikmati berbagai macam penganan yang mereka beli saat kapal masih berada di pelabuhan.

Malam itu, langit tampak gelap tidak ada cahaya bintang,  Di Palka Kapal terlihat banyak tumpukan barang bawaan penumpang, juga geladak kapal disesaki sejumlah barang.

Desa Wayaua maupun Pulau Bacan dilihat dari atas Loangboat (Dok. Pribadi)
Desa Wayaua maupun Pulau Bacan dilihat dari atas Loangboat (Dok. Pribadi)

Setelah kapal berada di depan pulau Tidore,  para awak kapal mulai menyisir satu persatu seat di deck untuk memeriksa tiket para penumpang. Saya memilih tempat paling belakang dekat buritan sambil menekuni Koran dan mengudap cemilan, tak lama kemudian beberapa petugas menghampiri lalu meminta tiket, dan saya sodorkan uang kepada petugas sambil menjelaskan perihal saya tidak memiliki tiket, mereka pun merespon dengan senyum lalu mengangguk.

Ternyata di dekat tempat saya, ada dua anak muda usia mereka sekira 23-an bernasib sama seperti saya, kata mereka ada keperluan penting di Desa Kupal Kecamatan Bacan Selatan, sehinga memilih ikut berlayar dan menyerahkan uang cash kepada petugas sesuai harga tiket.

***
Deru kapal memecah keheningan malam, para penumpang tertidur dengan lelap, begitu pun juga dengan petugas kapal, mereka kembali ke tempat mereka untuk menikmati kopi maupun teh panas, saya bersama dua remaja tadi memilih menghabiskan sisa malam dengan main gaple, sambil menikmati cemilan.

Salah satu pemandangan tersaji sepanjang perjalanan menuju ke desa Liaro (Dok. Pribadi)
Salah satu pemandangan tersaji sepanjang perjalanan menuju ke desa Liaro (Dok. Pribadi)

Pukul tiga dini hari, laut yang tenang, ibarat bentangan tikar raksasa yang terkadang bergerak ditingkah angin yang sepoi mendayu, rasa kantuk mulai menyerang, dan kami pun memilih istirahat. 

Jelang pukul lima pagi, kapal terus bergerak menuju pelabuhan Babang Halmahera Selatan, terdengar pengumuman dari pengeras suara bahwa tidak lama lagi kapal akan berlabuh, para Awak Kapal terlihat siaga di geladak utama menunggu perintah dari nahkoda kapal untuk berlabuh di pelabuhan.

Para penumpang mulai sibuk menjaga barang bawaannya sambil bersiap-siap. Tak lama kemudian kapal berlabuh di dermaga Babang. Saya dan kedua remaja tadi lalu berpisah, mereka memilih kendaraan menuju ke arah Selatan, sementara saya menuju ke Timur tepatnya di Desa Bibinoi Kecamatan Bacan Timur Tengah.

Perjalanan dari pelabuhan Babang menuju Desa Bibinoi kecamatan Bacan Timur Tengah, Halmahera Selatan, membutuhkan waktu sekira 40 menit menggunakan mobil. Sebelum Pemerintah membangun jalan lintas kecamatan, dari Bacan Timur menuju Bacan Timur Tengah dan Bacan Timur Selatan, warga di kecamatan tersebut (Timur Tengah dan Timur Selatan), biasanya memilih menggunakan Speed boat, Kapal kayu, maupun Longboad.

Jika banyak warga yang berkunjung ke dua kecamatan itu -- para sopir angkut memilih mengangkut penumpang sesuai Desa yang dituju, akan tetapi jika kondisi sepi penumpang, maka sopir terpaksa harus mengangkut penumpang tujuan ke Kecamatan Bacan Timur Tengah maupun ke Bacan Timur Selatan. 

Kebetulan saat itu Sabtu, 24 November 2018 kondisi sepi penumpang, sehingga saya dan beberapa warga dari kecamatan Bacan Timur Selatan harus satu kendaraan jenis Toyota Avanza - dan kami diminta biaya transportasi Rp 50 ribu per orang.

Pagi itu, sekira pukul enam -- mobil sudah tiba di Desa Bibinoi Bacan Timur Tengah, lalu si Sopir melanjutkan perjalanan menuju Desa Wayaua Bacan Timur Selatan. 

***

Berada di rumah mertua hingga pukul 15.00, lalu kami menyepakati untuk menuju ke Desa Wayaua Kecamatan Bacan Timur Selatan. Sebab, di pelabuhan Wayaua-lah Loangboat dari Desa Liaro ditambatkan -- warga yang berkunjung ke Desa Lairo pada 2018 lalu, masih memilih menggunakan Loangboad maupun kapal kayu.

Jalan darat saat itu sudah digusur oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, hanya saja belum diaspal -- sehingga kami memilih menggunakan transportasi laut, karena selain menghindari kecelakaan, bepergian ke Desa Liaro menggunakan Loangboat maupun kapal kayu, kita bisa menyaksikan keindahan panorama pantai desa Wayaua, Silang, hingga pantai Liaro.

Tebing tinggi di pesisir pantai (Dok. Pribadi)
Tebing tinggi di pesisir pantai (Dok. Pribadi)

Saat berada di pantai Wayaua, saya bersama, istri dan mertua masih menunggu sekira lima belas menit, kata Nahkoda Loangboat bernama Munawir, bahwa mereka masih menunggu sejumlah penumpang berbelanja. Dan' tak lama kemudian, sekira pukul 17.00 kami bertolak menuju Desa Liaro.

Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan indah, laut teduh -- selain tebing tinggi di dekat pantai Silang, juga pesona pohon mangrove berjejer rapih di tepi pantai yang memanjakan mata, dan para nelayan mulai bergerak menuju pantai, menambah keindahan pemandangan.

Pada sisi Barat, terlihat matahari mulai kembali ke peraduan, memunculkan cahaya hijau, biru dan merah jingga dengan kondisi laut teduh, membuat kami seakan terhipnotis dengan pemadangan yang menakjubkan tersebut.

Matahari terbenam terlihat persis di dekat Pulau Gane (Dok. Pribadi)
Matahari terbenam terlihat persis di dekat Pulau Gane (Dok. Pribadi)

***

Longboat yang kami tumpangi mulai bergerak mendekati pantai, karena tak lama lagi tiba di Pantai Liaro, hari sudah mulai gelap, terlihat pohon mangrove berjejer rapih ditepi pantai, membangkitkan berbagai pikiran dalam benak, dan saya mulai mengeluarkan buku kecil di dalam tas selempang untuk menulis cerita tentang perjalanan dari pelabuhan Wayaua hingga ke Desa Liaro.

Menurut juagan Loangboat - Desa Liaro keberadaan hutan mangrove yang merupakan habitat bagi sejumlah spesies ikan, juga memiliki keindahan bawa laut dengan kekayaan biota laut yang mengagumkan yang tetap terjaga, di depan pantai Liaro maupun Silang memang sangat cocok untuk snorkeling, dan menikmati keindahan bawa laut dengan keanekaragaman biota laut.

Selain itu, Desa Liaro juga dikenal karena kerang bakaunya yang lebih familiar bagi warga disebut Bia Popaco serta kerang kupah yang berada pada hutan mangrove di pesisir pantai Liaro, Desa Liaro berdekatan dengan Desa Silang, maupun Wayakuba dan Pigaraja, masyarakat di desa Liaro sebagian berprofesi sebagai petani dan juga nelayan, hanya saja mayoritas sebagai petani.

Ibu-ibu mendayung perahu, saat pulang dari kebun (Dok. Pribadi)
Ibu-ibu mendayung perahu, saat pulang dari kebun (Dok. Pribadi)

Loangboat mulai mendekati pantai, kami kemudian mengakhir obrolan, karena hari sudah gelap dan kondisi air laut yang teduh sehingga nahkoda Longkobat tidak bersandar pada jembatan dan memilih di pesisir pantai - dan pantai sudah terlihat gelap dan sepi, hanya sedikit cahaya lampu dari rumah warga yang menembus ke pantai.

***


Saat berada di rumah salah seorang warga yang juga sebagai tokoh agama desa Liaro, para warga yang juga keluarga dari istri saya, mulai berdatangan untuk menyalami kami.

Dan' seusai salat usai isya barulah kami menggelar pertemuan, (silahturahmi antar keluarga) tanpa melibatkan warga lainnya, karena tujuan kedatangan hanya meminta restu kepada keluarga di Desa Liaro atas pencalonan istri saya sebagai Calon Anggota Legislatif periode 2019-2024.

Istri saya bersama nenek dan sepupunya (Dok. Pribadi)
Istri saya bersama nenek dan sepupunya (Dok. Pribadi)

Walaupun pertemuan berlangsung di dalam rumah, namun di depan, tepatnya di teras rumah juga disesaki oleh anak-anak muda yang tak lain adalah keluarga dari mertua. 

Suasana penuh kehangatan, akrab dan diselingi candaan malam itu sangat berkesan bagi saya hingga saat ini, bahwa keakraban menjadi sebuah kekuatan walaupun riak-riak perbedaan pilihan politik pada setiap momentum politik, tidak dapat menggoyahkan keakraban keluarga, khususnya keluarga mertua di Desa Liaro.

Ngobrol pagi sebelum kembali ke Wayaua (Dok. Pribadi)
Ngobrol pagi sebelum kembali ke Wayaua (Dok. Pribadi)
Pertemuan berlangsung hangat dan penuh khidmat dalam suasana kekeluargaan, tak terasa hingga pukul tiga dini hari, mulai dari obrolan seputar pertanian, kelautan, hingga masa-masa kecil istri saya di desa Liaro -- mengikuti pamannya yang bertugas sebagai guru honorer pada Sekolah Dasar (SD) di Liaro. 

Loangboat yang kami tumpangi ditambatkan dekat jembatan (Dok. Pribadi)
Loangboat yang kami tumpangi ditambatkan dekat jembatan (Dok. Pribadi)

Keesokan harinya, suasana di rumah kembali ramai, lantaran seusai pertemuan malam hari kami menyampaikan bahwa pukul depalan pagi, kami harus kembali ke Wayaua dan melanjutkan perjalanan ke Bibinoi, karena saya harus ke Ternate, sehingga warga yang tak lain merupakan keluarga dari mertua memutuskan mengantar kami ke pantai menaiki Loangboat untuk kembali pulang.

Setelah pertemuan ini, selanjutnya juga digelar pertemuan kedua, hanya saja sudah memasuki masa kampanye Caleg, dan saya memilih tetap berada di Ternate, sehingga beberapa keluarga mertua di desa Bibinoi yang mendampingi istri saya untuk menggelar pertemuan atau kampanye di Desa Liaro. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun