Satu-satunya sumber energi yang memiliki skalabilitas paling tinggi dan paling memungkinkan adopsinya dalam skala luas off gridhanya energi surya.Populasi manusia di dunia berkumpul dimana ada cahaya matahari meski tak diubah menjadi sumber energi sekalipun. Dari kacamata komoditas, setiap manusia memiliki akses pada sumber energi terbesar di planet ini secara gratis.
MODEL BISNIS
Salah satu alasan mengapa pertumbuhan energi surya bisa selalu di atas 20-50% per tahunkarena ia dilakukan dengan model bisnis berbeda. Komoditas yang bertautan dengan energi surya bisa diperdagangkan hingga tingkat konsumen(consumer). Seseorang bisa membeli PV untuk kebutuhan energi rumah tangga. Namun tak masuk akal bila kita membeli batubara untuk 'dibakar' sendiri di rumah. Pemanfaatan sumber energi selain surya sebagai bisnis hanya dimungkinkan secara business to business (B2B) sehingga pasarnya terbatas dan sulit diakses. Sementara, di banyak toko listrik saat ini kita bisa menemukan penjualan dan instalasi PV untuk rumah tangga. Tesla melalui Solar City menjual rumah yang sepenuhnya off gridyang energinya dihasilkan dari Tesla Solar Roof.
Ketika energi surya menjadi satu-satunya sumber energi mandiri yang bisa diandalkan secara berkelanjutan dan memiliki skalabilitas untuk mewujudkan off grid, otomatis energi bisa dipertukarkan secara peer to peer (P2P). Crowd sourcingdalam energi bukan mimpi lagi dan akan bermunculan berbagai model bisnis baru dalam ekosistem masif. Ketika individu memiliki kemampuan memproduksi komoditas, maka akan muncul penawaran dari tingkat konsumen yang memungkinkan dilakukannya model bisnis consumer to consumer (C2C). Marketplaceenergi C2C atau bahkan C2B akan menjadi umum di masa depan.
Aktivitas C2C/C2B dalam skala luas akanmenghadirkan inovasi dan usaha dengan model bisnis yang sangat beragam. Akan hadir network orchestratorsebagai mediator dengan revenue modelberbentuk komisi (brokerage fee).
Produksi energi mandiri akan meningkatkan permintaan perangkat efisiensi baik dalam bentuk hardwaredan softwareyang akan hadir dengan revenue model sekali beli (pay as you go). Tuntutan untuk tetap terhubung ke dalam jaringan membutuhkan transparansi data yang dapat dipenuhi dengan perangkat keras atau lunakinternet of things(IoT) dengan revenue model berlangganan (subscription) . Network orchestrator juga bisa menjalankan model bisnis lelang (auction) berdasarkan tingkat penawaran-permintaan secara real time dalam marketplace.
INTERNET OF ENERGY
Mari perhatikan ini. Oracle membeli perusahaan analytic software Opower seharga $ 532 juta. Google mengakuisisi Nest, startupIoT rumah tangga, senilai $ 3,2 miliar. Microsoft mengekspansi Azure sebagaicloud infrastructure ketenagalistrikan. Satu hal yang sama pada kasus di atas yakni ketiga raksasa tersebut membuka dan mengkomersialkan yang selama ini tersembunyi dalam mesin: data.
Bagi Frederick Winslow Taylor, membuka informasi yang tersembunyi dalam mesin hanya utopia. Sementara Edward Deming mengajarkan prinsip 'Segala yang tak bisa dihitung, tak bisa diatur'. Data adalah'missing link'terbesar dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan energi dari tingkat providersampai consumer. Sementara marketenergi P2P dalam baru bisa terbentuk ketika data itu sudah bisa terkuak dan diakses secara real time.
Tapi kita saat ini hidup dalam dunia utopia Taylor dimana data itu berhasil kita angkat melalui berbagai perangkat yang tersedia bebas seperti smart meter, smart switch, smart lamp dsb. Berkat komputasi, data energi sampai tingkat terkecil bisa terlihat, diatur, dan dipertukarkan. Pertukaran ini menciptakan sesuatu yang baru: Internet of Energy(IoE) dan Virtual Power Plant(VPP).
Mempertegas bahwa pertukaran data dan informasi hingga tingkat pengguna adalah salah satu hal paling kritikal dalam pemanfaatan energi, World Economic Forum menyebutkan bahwa blockchainsangat mungkin adalah missing link-nya. Namun blockchainsebagai teknologi transaksi digital yang terdistribusi hanya mungkin ketika data mesin sudah berhasil dikeluarkan dan ditransaksikan.