Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mewujudkan Indonesia Sehat melalui JKN 2.0 Collaborative Health Care

19 September 2016   21:22 Diperbarui: 19 September 2016   22:52 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumlah pemanfaatan pelayanan kesehatan JKN. (materi Kompasiana Nangkring)

Dalam acara Nangkring Kompasiana di Balikpapan saya juga mengutarakan bahwa kita (khususnya pemerintah) kian menjauh dari kampanye hidup sehat. Tidak seperti dulu ketika kita masih kecil: senam kesegaran jasmani bersama di sekolah tiap Jumat, maraknya ekstrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR), hingga hapal apa itu 4 sehat 5 sempurna. Kita makin kekurangan kampanye kesehatan yang promotif dan preventif yang merupakan investasi jangka panjang sebuah bangsa. Kalaupun ada, yang kita lihat adalah kampanye yang bersifat regulatif dan reaktif seperti halnya kawasan sehat tanpa rokok (KSTR) yang dibarengi dengan tindakan hukum. Padahal kualitas kesehatan sangat bergantung pada gaya hidup sehari-hari. Kita lebih meletakkan perhatian pada bagaimana cara sembuh, bukan bagaimana hidup sehat. Padahal hari-hari dalam hidup kita habiskan dalam kondisi sehat, dan semestinyalah kita berupaya melanjutkannya dengan gaya hidup sehat. Kampanye hidup sehat justru dilakukan oleh komunitas, LSM, atau swasta yang lebih bersifat tentatif, kurang sustain, atau bahkan komersial. Bila kita berharap sebuah sistem JKN yang berkembang dan berkelanjutan, salah satu jalan paling krusial adalah menggalakkan kampanye hidup sehat secara promotif dan preventif. Bahkan dengan teknologi, ia memungkinkan dilakukan secara interaktif.

Saya menyebutnya sebagai JKN 2.0: Ekosistem Perawatan Kesehatan Kolaboratif (collaborative health care)

Istilah (Web) 2.0 pertamakali diperkenalkan oleh O'Reilly Media tahun 2003 merujuk pada perkembangan teknologi web satu arah menjadi multiarah. Web tak lagi hanya sebatas penyedia informasi satu arah (content delivery). Ia berkembang menjadi medium komunikasi, partisipasi, dan kolaborasi. Bentuknya adalah media sosial, wiki, forum, video/audio streaming dll. Web 2.0-lah yang menyebabkan semua manusia di dunia ini terkoneksi dan kemudian mampu berkolaborasi menghadirkan hal-hal baru yang mengejutkan. Dalam dunia industri istilah 2.0 digunakan untuk menggambarkan transformasi bisnis yang menggunakan kekuatan kerumunan melalui teknologi untuk mencapai tujuan. Institusi bertransformasi sebagai hub (penghubung) atau magnet bagi segala potensi kolektif yang tersebar di mana-mana. Perusahaan dengan kolaborasi kolektif akan membawa efek domino positif bagi masyarakat yang ia rangkul atau kolaborasikan.

Bagaimana cara JKN bertransformasi menjadi JKN 2.0?

Sebagai suami dari seorang dokter, yang sehari-hari saya lihat pada istri saya adalah yang dilakukan semua dokter di dunia selama ribuan tahun: duduk di kamar periksa, pasien datang, diperiksa, resep ditulis, selesai. Begitu terus setiap hari, mungkin sampai sisa hidupnya. 'Sistem purba' ini menempatkan pasien dalam posisi pasif dan terisolasi. Sistem ini hidup karena ada kesenjangan pengetahuan yang sangat tinggi antara dokter-pasien. Pasien hampir tak punya peran apapun kecuali tunduk. Dengan sistem ini, hubungan dokter dan pasien hanya terjadi bila ada yang sakit. Rumah sakit dan klinik hanya jadi tempat orang sakit. Keduanya belum menjadi agen yang mendorong agar orang tidak sakit.

Sistem ini tidak hanya gagal mewujudkan percepatan masyarakat yang sehat. Tapi juga berbiaya selangit karena membiayai pengobatan penyakit yang sebenarnya bisa dicegah. Sementara kualitas kesehatan masyarakat juga tidak lebih baik dengan makin tingginya angka penyakit akibat gaya hidup: obesitas, diabetes, risiko jantung dan kanker dll. Mayoritas penyakit ini timbul karena rendahnya pengetahuan masyarakat untuk menyehatkan dirinya sendiri.

Bahwa JKN  memperbaiki layanan pengobatan dan pembiayaannya, itu satu hal. Tapi ini bukan sekedar program mengobati orang sakit, melainkan menciptakan masyarakat sehat secara bersama-sama dan berkelanjutan. Lewat cara ini, para dokter keluarga di tingkat klinik yang menjadi rekanan BPJS Kesehatan diminta untuk selalu engage atau bersentuhan langsung dan intens dengan warga yang ia layani di wilayah layanannya. Sehingga dokter bertemu warga tak hanya ketika mereka sakit, tapi kontinyu mendorong dan menjaga mereka tetap sehat. Impelementasi terdekat sudah disediakan oleh penyedia layanan health care engagement seperti HaloDoc. Lewat aplikasi di ponsel, pengguna bisa langsung berinteraksi dengan dokter melalui chat, telepon dan video call. HaloDoc bekerja dalam ekosistem kerumunan (crowd source). HaloDoc tidak mempekerjakan dokter, ia hanya bertindak sebagai platform atau pelantar tempat bertemunya supply and demand, dalam hal ini antara dokter dan warga yang menjadi pengguna platform.

Kata 'bersama-sama' dalam era kolaboratif ini bisa di-deliver lewat berbagai teknologi sebagai enabler. 'Bersama-sama' mesti dilakukan secara kolaboratif, co-creation, real-time, efisien, intens dan kontinyu dalam dunia yang makin terhubung. Tidak hanya mengeluarkan isolasi masyarakat dari ketidaktahuannya soal kesehatan dan mengeksplorasi penyakit, tapi juga sebagai fasilitas tenaga medis, pemerintah dan industri kesehatan meningkatkan nilai dan inovasi  baru.  Sistem ini menjanjikan proses dan hasil yang lebih murah, lebih baik dan lebih aman. Begitu berharganya konsep collaborative health care ini sampai Harvard Medical School pun memiliki Center for Connected Health untuk penelitan dan pengembangannya.

EMPLAT PILAR JKN 2.0

1. Komunitas dan Kolaborasi

Joseph C Kvedar, Direktur Center for Connected Health Harvard Medical School mengatakan, "Meningkatkan akses dan penggunaan internet dan gawai membuat pasien bisa membagikan informasi dan berinteraksi dengan cara-cara baru. Hal ini akan memperkokoh kemampuan mereka dalam menjaga kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup."

Pernahkah anda membayangkan sistem media sosial pembangunan Qlue diimplementasikan ke dalam aplikasi JKN 2.0? Warga pada Qlue kita sinonimkan dengan peserta BPJS secara kewilayahan dan aparat disinonimkan dengan dokter keluarga. Bila setiap pengguna di Qlue langsung tergabung ke My Kelurahan berdasarkan lokasi, maka pada JKN 2.0 peserta JKN akan langsung tergabung ke komunitas faskes yang mereka pilih. Warga secara bersama-sama akan berbagi pengalaman, tips, peristiwa, hingga kegiatan yang berhubungan dengan perawatan kesehatan. Dokter yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan akan hadir di situ menjadi pengayom dan siap melayani konsultasi dengan cara yang mirip dengan HaloDoc. Melalui aplikasi ini anggota komunitas bisa saling berbagi informasi tentang kegiatan atau kelompok olahraga seperti senam, yoga, jogging, gym dsb. 

Tak hanya komunitas berdasarkan faskes dan olahraga pilihan, namun juga komunitas berdasarkan keluhan penyakit. Warga dengan keluhan penyakit jantung misalnya, dikumpulkan dalam aplikasi ini ke dalam sebuah kelompok dimana mereka bisa saling berbagi informasi, tips dan pengalaman dalam pembinaan dokter. Bagi penyedia layanan kesehatan, komunitas seperti ini bermanfaat untuk menggali lebih dalam masalah-masalah kesehatan secara lebih spesifik. Informasi penyakit, gejala dan pengobatan yang ditulis anggota, tidak hanya bermanfaat bagi anggota lain untuk memperkaya informasi dan mempermudah pengambilan keputusan. Tapi juga big data bagi tenaga medis dan industri untuk mengembangkan metode dan produk kesehatan baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun