Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama FEATURED

Inikah Senjakala Stasiun Televisi?

13 Januari 2016   13:43 Diperbarui: 7 Juni 2021   06:56 17536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEBANGKITAN AUDIEN PROSUMER
Dari sebuah desa di Karanganyar Jawa Tengah, Sudiyono berhasil mengubah hidupnya dari videografer jasa shooting kecil menjadi sebuah 'production house' terkenal di Youtube berpenghasilan puluhan juta per bulan.

Awalnya Sudiyono iseng mengunggah video liputan pribadinya di Youtube. Berangsur-angsur audien di kanalnya membanjir hingga bisa menghasilkan pendapatan Rp40 juta per bulan dari iklan yang ditayangkan Youtube pada videonya.

Sekarang kita kenal istilah Youtuber sebagai orang yang aktif memproduksi konten di Youtube. Di Indonesia, ada beberapa jawaranya. Eka Gustiwana si spesialis speech composing menurut perhitungan Socialblade menghasilkan US$ 684 - 10.900 per bulan.

Sementara Last Day Production yang terkenal dengan video humor gaya hidup anak muda, menghasilkan US$ 1.800 - 28.000 per bulan. Sedangkan Raditya Dika menghasilkan US$ 2.300 - 36.700 per bulan. Video dari kanal Raditya Dika di Youtube dalam 30 hari terakhir ini telah ditonton oleh 9,1 juta orang.

Kita tengah menyaksikan era dimana konten video tak lagi menjadi monopoli stasiun televisi atau production house mainstream. Sebaliknya, tidak jarang stasiun TV mengambil konten video dari media sosial. Bahkan ada beberapa program stasiun TV yang semua kontennya berasal dari Youtube.

Bagi pelaku bisnis stasiun TV atau production house, para Youtuber mungkin tak lebih dari sekumpulan amatir iseng. Namun bagi pengiklan, para amatir ini telah berhasil menciptakan komunitas pemirsanya sendiri dalam jumlah raksasa. Lalu kesanalah uang iklan mengalir.

Saat ini setiap orang mampu menciptakan konten videonya sendiri, mengkapitalisasinya serta menciptakan pendapatan dari sana. Stasiun TV hanya bisa 'pasrah' ketika terpaksa mengambil konten video dari seorang jurnalis warga tentang sebuah insiden. Sementara short movie berdurasi maksimal 10 menit mendapatkan makin banyak pemirsa. Di saat yang bersamaan, Facebook makin menggila dengan ditontonnya 8 miliar video di media sosial itu per hari!

Siksaan yang diberikan internet terhadap stasiun TV linear tak berhenti hanya di situ. Live show sebagai senjata pamungkas stasiun TV juga turut terancam dengan hadirnya Live Video di Facebook dan Periscope di Twitter yang membuat setiap usernya bisa melakukan siaran langsung.

Tak lama lagi menonton video yang disiarkan langsung oleh kawan kita di Facebook atau Twitter akan menjadi awam. Mulai dari laporan insiden, pertandingan olahraga, peristiwa penting dll.

Bila itu belum cukup menyiksa, bolehlah ditambahkan lagi dengan kamera 360 yang sudah mulai dijual massal. Kamera ini membuat pengambilan gambar menjadi 360 derajat sehingga pemirsanya bisa menyaksikan apa yang terjadi di sekeliling.

Fitur video di Facebook beberapa bulan lalu telah beradaptasi pada teknologi ini sehingga semua video 360 bisa ditayangkan di Facebook tanpa cela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun