Tidak tahu. Bahkan bila anda tanya ke petugas PLN-pun mereka tidak tahu. Informasi real-time mengenai konsumsi listrik di skala mikro sampai sekarang di Indonesia adalah 'misteri besar'. Di sisi lain, kita memerlukan informasi itu untuk melakukan kontrol dan pengelolaan.
Bagaimana bila jaringan listrik tak hanya bisa menghantarkan listrik, tapi juga mentransaksikan informasi?
Sebutlah ia sebagai Smart Grid atau Jaringan Listrik Pintar. Ia adalah jaringan listrik yang terdesentralisasi, transparan, cerdas dan memungkinkan setiap orang menciptakan kapabilitas dan nilai. Kata 'smart' atau 'pintar' yang disematkan pada perangkat yang kita kenal seperti sekarang seperti smart phone atau smart device, adalah ketika perangkat itu punya kemampuan mentransaksikan informasi khususnya ke internet.
Apakah barang semacam ini hanya impian? Tidak.
Di tahun 2011 33 juta rumah di Amerika Serikat telah dilengkapi dengan smart meter. Perangkat ini bisa menginformasikan berapa daya listrik yang telah dan sedang kita pergunakan, serta biaya yang harus kita bayar. Smart meter mampu berkomunikasi dengan perusahaan penyedia energi. Namun ia belum benar-benar 'smart' karena hanya dipasang di meter induk dan informasinya hanya ditransaksikan kepada penyedia listrik. Tapi sangat jelas smart meter adalah lompatan besar dalam utilisasi ketenagalistrikan sekup mikro karena diciptakan dengan teknik komputasi yang sangat mungkin dikembangkan.
[caption caption="Smart power meter yang digunakan di Inggris. (sumber: powerengineeringint.com)"]
Kelak kita akan menemukan smart meter ini diaplikasikan pada steker atau 'colokan' listrik dan sakelar di rumah -- yang kemudian kita sebut smart socket atau smart switch. Keduanya akan terhubung ke smart meter sebagai induk. Seluruh perangkat cerdas ini juga bisa berkomunikasi dengan perangkat komputasi kita seperti smart phone atau PC untuk dipantau penggunaan dan diatur konfigurasinya. Kapan sebuah lampu taman harus hidup dan mati tak lagi harus menunggu kita bangun tidur lagi. Selanjutnya kita akan turut mengkategorikan perangkat kelistrikan ini ke dalam smart device atau perangkat pintar.
Data dan informasi dari utilitas kelistrikan smart device ini bisa turut dibagikan ke internet terutama untuk agregasi konsumsi data per wilayah atau per rumah. Dari agregasi data itu kelak bisa dipelajari metode penggunaan listrik secara efisien atau menghadirkan inovasi baru perangkat hemat listrik. Bisa juga dipergunakan sebagai alat bantu perdagangan karbon personal yang akan dijelaskan kemudian.
Apakah kita hanya bermimpi memiliki perangkat kelistrikan seperti itu? Tidak.
Berterimakasihlah pada Google.Sejak 2011 Google telah merilis software Google Power Meter (GPM) yang bisa disematkan ke setiap perangkat komputasi. GPM bisa membaca konsumsi listrik per perangkat, biaya yang dikeluarkan berdasarkan tarif, sampai pengaturan operasi perangkat. Ia dibagikan secara open source sehingga semua pihak bisa ikut mengembangkan software ini dan menyematkannya ke dalam perangkat.
Software serupa GPM dibuat Philips yang merilis lampu Philips Hue, lampu pintar yang terkoneksi dengan perangkat lain, bisa diatur penggunaannya dari jarak jauh dan memberi informasi konsumsi energi.