Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Sebuah Dunia Tanpa Dompet

4 Juni 2015   10:51 Diperbarui: 18 Juni 2015   11:12 3004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat Jokowi berkampanye di Pilpres 2014 ia getol mengkampanyekan Kartu Indonesia Sehat (KIP), Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan kartu-kartu lain. Saya nyengir-nyengir saja. Kenapa juga fasilitas-fasilitas itu tidak ditanam (embed) saja di dalam e-KTP kita yang sudah menggunakan chip itu? Tidak hanya hemat kartu, tapi juga hemat pembelian card reader, ringkas di sisi pengguna, serta mempermudah dan meringkaskan layanan publik.

KTP elektronik teringtegrasi (integrated e-ID) bukan barang baru. Di Finland, Belgia, Jerman, Prancis, Hongkong, Italia, Mexico, Nigeria dll, ia sudah diterapkan bahkan sebelum 2010. Integrated e-ID digunakan untuk berbagai keperluan seperti KTP, paspor, SIM, layanan dan rekam kesehatan sampai visa. Bahkan Uni Emirat Arab merekam catatan keuangan warga lewat e-ID. Integrated e-ID juga bukan barang di Indonesia. Sejak lama institusi pendidikan seperti Universitas Gadjah Mada (UGM) sudah punya Gama Card yang mengintegrasikan kartu mahasiswa dan kartu ATM sejak 2004. Gama Card ini juga bisa digunakan untuk pembayaran moda transportasi Trans Jogja.

[caption id="attachment_1778" align="aligncenter" width="500"]

Integrated e-ID Nigeria yang memadukan data KTP, paspor, SIM, asuransi kesehatan dan rekening bank (Dailypost.ng)[/caption]

Belakangan, integrated e-ID ini rupanya tidak cukup. Kartu ini ditransformasikan menjadi National Mobile ID. Kartu e-ID itu mereka ‘tanam’ dalam ponsel. Negara-negara yang telah mengaplikasikan Mobile ID antara lain Oman, Finlandia, Swedia, Estonia dan Austria.

Tulisan saya ini tidak untuk mengkritisi kebijakan Pemerintahan Jokowi yang mempromosikan banyak kartu. Mungkin itu karena masalah teknis, regulasi atau birokrasi. Saya coba menyampaikan bahwa dalam kehidupan manusia yang kian kompleks, perangkat hidup makin ringkas dan integratif. Dematerialisasi adalah keniscayaan.

SEHARI TANPA DOMPET

Mark Denton dari BT Expedite menceritakan pengalamannya sehari hidup di London Inggris tanpa tunai, tanpa kartu dan tanpa dompet di 2013. Ia cuma membawa sebuah ponsel pintar (smart phone). Nekat ‘kan?

Tapi ia berhasil menjalani harinya dengan normal: naik angkutan umum, makan di restoran sampai berbelanja. Semua pembayaran ia lakukan lewat mobile payment. Di negara maju, pembayaran bukan lagi sekedar non tunai (cashless), tapi juga non kartu (cardless). Hampir semua pembayaran bisa dilakukan dengan satu barang yang selalu kita bawa: ponsel.

Penetrasi sinyal selular dan internet melahirkan ‘barang’ baru: mobile wallet atau dompet ponsel. Mobile wallet yang digunakan sebagai mobile payment (pembayaran lewat ponsel) diyakini sebagai metode pembayaran masa depan. Sebelumnya uang sudah ditransformasikan menjadi kartu. Kini kartu ditransformasikan menjadi data digital yang ditransmisikan lewat ponsel sebagai perangkat bergerak. Cara membayarnya tinggal dekatkan saja ponsel kita ke alat pembayaran pembaca data (Electronic Data Capture, EDC) berbasis Near Field Communication (NFC). Ada juga yang diotorisasi dengan digital signing dimana ponsel mengambil sidik jari kita. Selesai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun