Mohon tunggu...
Hilman Fajrian
Hilman Fajrian Mohon Tunggu... Profesional -

Founder Arkademi.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Hak Kekayaan Intelektual Konten Media Sosial

1 Juni 2015   07:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 1106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tulisan Gunawan di Kompasiana yang mengambil konten dari Fanpage Gerindra (Dokpri)

Salahkah Gunawan meng-capture dan mendistribusikan konten pada dinding Gerindra? Tidak.

Haruskah Gunawan minta izin ke Gerindra dulu? Tidak. Salahkah media massa meng-capture dan mendistribuskan konten pengguna Facebook tertentu tanpa izin? Tidak. Jadi sebenarnya baik saya dan Gunawan sama-sama tidak salah. Yang terjadi adalah Gunawan membuat 'aturan sendiri' dan orang lain (saya) harus tunduk pada 'aturan' tersebut, sementara ia sendiri tidak mau tunduk pada 'aturan' itu.

ETIKA VS APA YANG KITA MAU

Dalam tulisannya 'Jangan Sembarangan Meng-Capture Status Orang' Gunawan beberapa kali menulis kata 'etika'. Saya coba memasukkan kata 'etiquette' di Help Center Facebook, hasilnya nol alias tidak ada. Artinya, Facebook tidak punya kebijakan khusus soal etika/etiket. Regulasi yang nyata tercantum dalam terms, data policy atau kebijakan lain. Saya coba menerjemahkan 'etika' apa yang dimaksud oleh Gunawan. Ia sebutkan meng-capture status bisa menyebabkan hal yang tak diinginkan seperti bully, memanas-manasi, adu domba atau cari keributan. Soal bully dan keributan, apa sih yang tidak bisa di-bully dan diributkan di media sosial? Update status soal apa yang kita makan tadi siang pun bisa jadi ajang bully. Sebagai pengguna lama dan aktif di Facebook, saya yakin Gunawan sadar soal ini. Gunawan juga berpendapat sebelum membagikan (share) konten pada dinding seseorang, sebaiknya minta izin dulu. Pendapat ini bertentangan dengan prinsip media sosial sebagai medium berbagi (sharing). Kita ada di media sosial karena kita ingin berbagi. Kalau kita ingin menulis sesuatu yang rahasia dan tak mau dibagi, pasti kita tulis di diari. Karena itu lah Facebook punya tombol 'Share' yang bisa diklik tanpa harus ada otoritasi dari pemilik konten. Kalau pengelola Facebook adalah mereka yang 'pekewuh' dan 'bersopan santun' ala Gunawan, pasti lah tombol Share itu tak bisa langsung diklik. Begitu juga dengan pendapat Gunawan bahwa cara capture itu tidak menguntungkan pemilik konten ketimbang membagikannya (share) dalam eksositem Facebook. Alasannya capture tidak memungkingkan berfungsinya fitur pertemanan. Gunawan benar. Tapi bukan berarti yang melakukan capture itu salah. Jadi, saya tak mau membahas banyak soal etika ini meski sebenarnya Netiquette termasuk hal menarik untuk dibahas. Karena menurut saya sebenarnya Gunawan tak membahas soal etika atau Netiquette, melainkan apa yang ia mau orang lain lakukan kepadanya. Tapi saya sungguh penasaran dengan kalimat Gunawan bahwa capture gambar ini bisa diadukan sebagai pelaku tindak pidana pencemaran nama baik dan UU ITE. Sebagai orang yang bekerja di media massa sejak 2003 sampai sekarang, saya tahu betul bahwa tak setiap informasi atau berita bisa menyenangkan semua orang. Ini bukan bisnis ulang tahun yang tujuannya 'hore-hore' dan semua pulang dengan bahagia. Pasti ada yang tidak suka dengan tulisan kita, apapun itu. Sekali lagi, pasti! Namun bukan berarti ketika ada orang yang tidak senang, maka otomatis telah terjadi perbuatan melawan hukum. Sebagai pengelola surat kabar harian, saya bolak-balik diperiksa di kantor polisi atas tuduhan pencemaran nama baik dari pihak yang tidak suka atas sebuah berita yang media saya tayangkan. Beberapa kali juga diperiksa Dewan Pers. Kantor diserbu atau diancam akan dibunuh oleh kelompok tertentu, juga sudah biasa. Tapi perkaranya selalu berhenti di kepolisian karena tak cukup bukti. Bukti seseorang tidak senang atau tersinggung, itu sama sekali tidak cukup. Kalau harus ada yang masuk penjara ketika ada orang lain yang tidak suka atau tersinggung dengan kita atau apa yang kita lakukan, maka kita semua sudah berada di penjara. Jadi, tuduhan pencemaran nama baik bukan barang baru buat saya. Tapi, saya belum pernah merasakan diperiksa polisi karena pencemaran nama baik di internet. Penasaran sekali bagaimana rasanya dan pengalamannya. Sebagai seorang pegiat dan pebisnis media serta mantan mahasiswa hukum, kepingin sekali belajar lewat pengalaman nyata. Kalau misal Gunawan melaporkan saya ke polisi -- yang entah lewat tuduhan apa -- sungguh akan jadi pengalaman baru dan kesempatan belajar yang sangat saya hargai. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun